Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Volume 22 Nomor 4 oktober 2015

Tahun Baru IKP FH UII Lantik Pengurus Baru
Tahun Baru IKP FH UII Lantik Pengurus BaruTamsis, ( ) Jurnal Hukum Edisi Oktober 2015 ini akan menyajikan berbagai persoalan hukum up to date yang beragam, antara lain tentang perlindungan Indikasi Geografis terhadap Damar Mata Kucing (Shorea Javanica) sebagai upaya pelestarian hutan di Kabupaten Pesisir Barat Propinsi Lampung. Pendaftaran indikasi geografis menjadi syarat mutlak agar produk lokal mendapat perlindungan. Damar Mata Kucing (shorea javanica) kini tengah menghadapi penurunan populasi, perubahan situasi dan kondisi masyarakat serta degradasi luas areal lahan. Pembatasan penebangan pohon Damar Mata Kucing sejatinya sudah dilakukan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor S.459/Menhut-VI/2010, namun belum efektif. Pemahaman atas manfaat pendaftaran Indikasi Geografis oleh stakeholder dan masyarakat berperan penting agar repong damar tetap bertahan hidup dan dilindungi.
Artikel lainnya menyoroti tentang asas legalitas dalam Hukum Acara Pidana: kritikan terhadap Putusan MK tentang Praperadilan. Pentingnya asas legalitas (prosesuil) dalam penyelenggaraan hukum acara pidana dilandaskan pada pertimbangan untuk mencegah kesewenang-wenangan penguasa, in casu, pejabat penegak hukum pidana. Putusan MK dalam pengujian KUHAP telah memperluas lingkup praperadilan dan mengambil alih peran pembuat undang-undang. Satu hal yang terbaca di balik pertimbangan putusan tersebut adalah semangat MK untuk mengembangkan mekanisme pengawasan atas kinerja penyidik dalam penegakan hukum pidana. Sekalipun di sini sudut pandang yang dipilih adalah adanya asas legalitas prosesuil yang pada prinsipnya juga mengacu pada konsep negara hukum. Tujuannya adalah terselenggaranya due process ataupun fair trial penegakan hukum pidana yang sejalan dengan hukum, berkeadilan dan berwibawa.
Di samping kedua artikel tersebut, artikel selanjutnya mengkaji tentang konseling sebagai sanksi pidana tambahan pada Tindak Pidana KDRT. Sebagian besar Putusan KDRT di Pengadilan Negeri Yogyakarta dan Pengadilan Negeri Bantul dari tahun 2010-2014 hanya menggunakan Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 44 ayat 4 UU PKDRT dalam memutuskan perkara KDRT. Pidana tambahan berupa konseling belum pernah ada karena tuntutan/dakwaan dari Jaksa hanya menggunakan Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT. Padahal, penerapan pidana tambahan konseling akan efektif jika diterapkan double track system dengan memaksimalkan kedua jenis sanksi secara proposional.
Materi lain yang dikaji adalah tentang pengaturan dan penegakan hukum pengupahan dalam sistem hukum ketenagakerjaan. Pada hakikatnya, pekerja dengan pengusaha dalam proses produksi, mempunyai kedudukan yang sama atau sejajar berdasarkan perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama. Pengaturan dan penegakan hukum pengupahan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial pekerja telah dijamin oleh Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945. Tetapi, UUK dengan praktik labour market system dan PHK sepihak oleh pengusaha telah melemahkan amanat konstitusi.
Akhir kata, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan mengoreksi artikel jurnal hukum dan kepada penulis yang kritis menyikapi berbagai fenomena penegakan hukum di Indonesia. Semoga Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ini dapat menambah cakrawala keilmuan, pengetahuan, dan wawasan bagi pembaca yang budiman.