Kewenangan Menkumham Bersifat Administratif oleh Anang Zubaidi, S.H., M.Hum.

Kewenangan Menkumham Bersifat Administratif

Tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak terkecuali Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), itu tahapannya mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, hingga pengundangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011. Artinya, ada satu tahapan yang tidak dilalui dalam pembentukan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 , yaitu tahapan pengundangan.

Kalau dilevel pembentukan undang-undang, tahapan pengesahan bisa disimpangi. Karena Pasal 20 UUD 1945 menyatakan, dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Tapi dalam pembentukan PKPU tidak ada pengaturan yang detail soal itu. Di dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 juga tidak mengatur apakah  berlakunya PKPU menuntut pengesahan atau tidak. Jika mau tertib hukum, mestinya pemberlakuan PKPU harus menunggu diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Karena bagaimanapun juga peraturan tersebut mengikat luas, bukan hanya sekadar mengikat internal KPU.

Kalau membaca Pasal 46 PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang menegaskan bahwa berlakukanya peraturan ini sejak ditetapkan. Bukan diundangkan. Berarti PKPU ini harus menjadi catatan krits untuk semua design pembentukan peraturan perundang-undangan. Karena tidak ada keseragaman pembentukan peraturan di beberapa lembaga Negara. Misalnya Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK), di antaranya peraturan tentang hukum acara MK. Peraturan ini hanya ditetapkan oleh MK, tidak diundangkan oleh Menkumham, tetapi faktanya berlaku mengikat bagi siapapun yang bersidang dan beracara di MK. Padahal harusnya ada pintu untuk mengkoordinir proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

Namun demikian, Menkumham tidak mempunyai kewenangan untuk mengoreksi substansi peraturan perundang-undangan, karena hal ini bagian dari pelaksanaan lembaga independen negara terkait. Bisa berbahaya seandainya PKPU justru bisa dikoreksi oleh pemerintah, karena pemerintah itu berangkatnya dari partai politik. Sangat mungkin suatu saat PKPU dikoreksi oleh pemerintah dalam rangka untuk memudahkan jalannya pemerintah untuk berkuasa kembali.

Mestinya pengundangan oleh Menkumham bersifat administratif, bukan mengubah substansi. Sehingga kalau tugas Menkumham mengundangkan PKPU bersifat administratif, maka jangan digunakan kewenangan tersebut sebagai alat politik. Sikap Menkumham yang tidak mau mengundangkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 kesannya sangat kuat bahwa hanya semata-mata ada ketentuan yang melarang mantan koruptor nyaleg, karena bertentangan dengan UU Pemilu. Sebenarnya, kalau berbicara soal larangan mantan narapidana korupsi problemnya bukan hanya berada di PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Tetapi problem dasarnya ada di UU Pemilu dan Putusan MK yang tidak memberikan batasan kepada mantan koruptor untuk mencalonkan anggota legislatif.

Dengan demikian, harusnya Menkumham tinggal menyampaikan kepada publik, ‘kami mengundangkan PKPU karena tugas kami bersifat administratif, dan bagi pihak-pihak yang merasa keberatan dengan peraturan ini maka silahkan melakukan uji materi ke Mahkamah Agung.’ Kalimat semacam ini tidak muncul selama ini, sementara sewaktu UU MD3 menjadi polemik muncul pernyataan Presiden Jokowi yang mempersilahkan masyarakat menggugat ke MK. Sehingga memunculkan kesan bahwa tidak diundangkannya PKPU ini seolah-olah untuk mengambil keuntungan tertentu.

Polemik PKPU ini harus segera diselesaikan. Bagi saya, mestinya masing-masing antara KPU dan Kemenkumham colling down, karena selama ini yang sering kita dengar adalah konflik terbuka di media. Sehingga keduanya perlu duduk bersama secara serius untuk menyelesaikan persoalan ini, karena tidak mungkin harus menunda proses pendaftaran calon legislatif. Jika harus tertunda, maka tahapan selanjutnya akan bergeser. Sekali lagi, KPU dan Kemenkumham perlu duduk bersama tanpa mengedepankan ego masing-masing; Kemenkumham harus menyadari bahwa fungsinya hanya administratif untuk mengundangkan PKPU, sementara KPU juga menyadari bahwa peraturan yang mereka buat hanya pelaksana undang-undang, bukan peraturan yang melampaui apa yang ada dalam undang-undang. (mry)

telah diterbitkan pada majalah online watyutink.com