Mahasiswa Klinik Etik FH UII Kaji CoC bersama KPN Bantul

Sebanyak 28 mahasiswa peserta Program Klinik Etik & Hukum (KEH) FH UII mengadakan kegiatan Out Class ke PN, Sabtu, 2 Juni 2018. Kunjungan ini dalam rangka mengkaji “Identifikasi Potensi Contempt of Court dalam Praktek”. Materi disampaikan langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Bantul, yaitu Bpk. Agung Sulistyono, SH., S.Sos., M.Hum. Rombongan KEH FH UII diterima di Ruang Sidang Utama PN Bantul.

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Klinik Etik & Hukum tahun 2018. Klinik Etik & Hukum merupakan program kemitraan Komisi Yudisial dengan beberapa fakultas hukum di Indonesia yang salah satunya adalah FH UII. Pada tahun ini, Program KEH mengambil fokus Advokasi Peradilan, Menjaga Marwah Pengadilan. Salah satu tema besarnya adalah pemahan dan sosialisasi serta kampanye anti Contempt of Court (CoC).

Dalam pemaparannya, Bpk Agung menyatakan bahwa tema CoC memang tidak populer, namun menjadi kebutuhan di Pengadilan. “CoC termasuk di dalamnya adalah tindakan perendahan dalam sidang peradilan dan publikasi sebuah kasus peradilan yang masih dalam proses.”

Termasuk CoC adalah menghina pengadilan, seperti menghina hakim secara pribadi. Mencemooh keterangan saksi-saksi yang disampaikan di peradilan. Tindakan yang harus dilakukan adalah memperingatkan, jika satu dua kali sudah diingatkan, maka hakim harus bersikap tegas untuk mengeluarkan pihak-pihak yang mengganggu.

Dalam praktek sidang perkara perdata juga dimungkinkan terjadi CoC, seperti tidak mau menjalankan perintah hakim tanpa alasan yang sah. Membantu atau menganjurkan untuk tidak mengikuti perintah hakim. Selain itu juga termasuk menghalang-halangi pelaksanaan putusan pengadilan.

“Pubilkasi yang berisi mempermalukan pengadilan, berisi penganjuran agar pengadilan memberikan putusan sesuai dengan kehendak penulis di media tersebut, ini merupakan bagian dari CoC juga. Beda dengan aspirasi. Aspirasi diperbolehkan dengan batasan tidak mengarahkan putusan hakim.”

Beberapa pasal KUHP yang telah mengatur tentang CoC atara lain Pasal 212, 214, melaksanaan pemaksaan kepada pejabat yang menjalankan tugas resmi. Pasal 217, menimbulkan kegaduhan di persidangan. Acara penegakan CoC juga sudah diatur dalam KUHAP, antara lain pada Pasal 218 dan Pasal 219.

Meski sudah diatur dalam KUHP dan KUHAP, namun masih bersifat umum. Ada praktek yang bersifat kebablasan, seperti siaran langsung di media. Ketua majelis perlu bersikap tegas dalam menegakkan tata tertib persidangan, sehingga ada jaminan bahwa persidang berlangsung secara imparsial.

Silvy, salah satu peserta dalam kesempatan diskusi menanyakan tentang batasan sebuah opini akademisi yang bisa disebut CoC. Secara ringkas Pak Agung menjawab singkat, “Pada prisipnya kasus itu masih jalan. Kemudian tulisan tersebut tidak dalam bentuk mempengharuhi untuk tidak menjalankan hukum dan putusan hakim. Kritik tidak menjadi masalah, asalkan berdasarkan teori dan asas-asas yang belaku”.

Forum berlangsung dari pukul 14.00 hingga 16.00 WIB. Selaku KPN Bantul, Bpk Agung sangat senang dengan adanya program KEH ini, dan berterimakasih telah menjadikan PN Bantul sebagai bagian dari tempat kajian.

Usai dari PN Bantul, rombangan peserta KEH berbuka puasa bersama sambil koordinasi prgram selanjutnya didamping para mentor langsung. Ada Syarif Nurhidayat selaku ketua pelaksana KEH FH UII didampingi Mas Ocky dan Mb Mia sebagai mentor Program. Semoga Program ini dapat berjalan dengan sukses dan bermanfaat bagi semua pihak. Semangat!! [Syarif_Marcomm_fhuii]