Sosialisasi Peran LPSK dalam Penegakan Hukum di Indonesia

Lawu, (10/11) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia (LPSK RI) bekerjasama dengan Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum UII (LKBH/PKBH FH UII) menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Peran LPSK dalam Penegakan Hukum di Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan Jum’at, 9 November 2018 selepas Ibadah Jum’at di Auditorium PKBH FH UII, Jl. Lawu No. 3 Kotabaru Yogyakarta.

Dekan Fakultas Hukum UII Dr. Abd. Jamil, S.H., M.H. memberikan dan membuka secara resmi acara tersebut. Menyambut gembira atas kepercayaan LPSK untuk menggandeng FH UII sebagai mitra kegiatan ini. Dan berharap ke depan banyak kerjasama yang dapat diselenggarakan khususnya dalam bidang pendidikan, pengabdian, dan riset. Jika memungkinkan FH UII melalui PKBH/LKBH dapat menjadi mitra kerja dalam pelaksanaan kerja perlindungan terhadap saksi dan korban.

Dalam kesempatan tersebut Direktur PKBH/LKBH FH UII yang ditetapkan 1 bulan lalu Dr. Bambang Sutiyoso, S.H., M.Hum. bersama dengan lembaga hukum yang diundang lainnya menyampaikan pertanyaan dan kemungkinan peran yang dapat diambil oleh lembaga-lembaga hukum dalam pelaksanaan penegakkan hukum di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dijelaskan oleh Abdul Haris Samendawai bahwa perlakuan hak-hak saksi dan korban mulai ditegakkan di Indonesia pasca reformasi. Berbeda dengan hak-hak tersangka dan terdakwa sudah lama berlaku bahkan telah diatur dalam ICCPR dan diatur dalam KUHP. Sedangkan perlindungan hak saksi dan korban  kejahatan secara normatif  memang belum lama diakui baik di tatanan hukum nasional maupun internasional.

Hak korban kejahatan sangat penting karena hampir seluruh peristiwa kejahatan pidana ada di Indonesia dan rata-rata menibukan korban. Tercatat dalam statistik kasus kejahatan di Indonesia, 2017 jumlah kejahatan 291.748 kasus, 2016 terdapat 380.825 dan dari tindak kejahatan tersebut Polri baru dapat menyelesaikan sekitar 60%. Sebagai gambaran kasus kejahatan tahun 2017 yang dapat diselesaikan sebanyak 181.448 kasus.

Pada tahun 2018 teridentifikasi  kasus kejahatan yang terjadi diantaranya tindak kejahatan seksual terhadap anak, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang. Kerugian yang ditimbulkan berupa kerugian fisik, materi, dan psikologi.

Oleh karena itu pentingnya perlindungan saksi dan koran antara lain disebabkan tingginya angka kejahatan artinya setidaknya ada 1 kasus minimal 1 saksi bisa jadi lebih. Perlu penanganan tepat bagi saksi dan korban agar mereka aman dan nyaman memberikan kesaksiannya, Dan perlindungan saksi dan korban penting mengingat potensi ancaman bagi mereka sangat terbuka.

Pada awal terbentuknya LPSK hanya bermodal Surat Keputusan saja. Tidak ada sarana dan prasarana bahkan SDM dan anggaranpun belum disediakan. Berdirinya LPSK sangat jauh berbeda dengan adanya Komisi Yudisial (KY), KY mulai berdiri sudah menginduk ke Kementrian Hukum dan HAM RI,

Dimulai dengan penetapan UU No. 13 Tahun 2006  tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian adanya perubahan atas UU tersebut dengan ditetapkannya UU No. 31 Tahun 2014. Menurut UU tersebut LPSK meliputi perlindungan hak-hak saksi dan korban, lembaga perlindungan saksi dan korban, syarat dan tata cara pemberian perlindungan dan bantuan, ketentuan pidana, dan peran LPSK.

Walaupun LPSK berada di Pusat Jakarta namun memungkinkan dibentuk di tingkat Propinsi atau Kota mengacu kepada ketentuan yang diatur melalui Peraturan Presiden Tahun 2016 tentang Tata Organisasi LPSK Perwakilan Daerah.