Tiga Tanda Kehancuran Dunia

 Tamansiswa (uiinews) Bulan Suci Romadhon telah tiba, suatu bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam yang bertaqwa. Sebagaimana tahun-tahun yang lalu, guna menjalin silaturohmi dan ukuwah Islamiyah keluarga besar Fakultas Hukum UII menyelenggarakan buka puasa bersama.

Kegiatan ini diselenggarakan di Ruang sidangUtama lantai 3 FH UII Jl. Tamansiswa 158 Yogyakarta, pada Jumat (3/8) pukul 16.30 wib. Kurang lebih 150  undangan  keluarga besar yang terdiri dari dosen karyawan, perwakilan mahasiswa dan pegawai purna tugas memenuhi ruang siding dan ruang kuliah 3/7 tersebut.
Buka puasa bersama keluarga besar FH UII dibuka oleh Dekan FH UII, DR. Ruslu Muhammad SH MH, dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih tiada tara atas kehadiran para undangan sekalian. Semoga media tali silaturohmi ini terus dijaga dan dilestarikan kedepannya, begitu pintanya. Pengajian ini cukup berhasil dengan menghadirkan ustaz dari Pathok Gunungkidul, Kyai Haji Muhammad Sutardjo S.Ag.,M.A. yang menyampaikan tausyiahnya dengan penuh ‘jok-jok’ dan nyanyian yang dilantunkannya dengan apik‘. Ada tiga hal menurutnya yang membuat dunia ini rusak. Yaitu manakala manusia atau umatnya telah berebut 3 hal, yaitu berebut ‘tahta/kedudukan, wanita dan harta’. Kita mesti ingat betul bahwa ketiga hal tersebut bukan sesuatu yang langgeng/abadi dan bukan merupakan sesuatu yang akan kita bawa mati. Kita lihat semua orang mati itu mesti telapak tangannya terbuka dan lemas, itu tandanya/mengisyaratkan kepada kita bahwa dia (orang yang mati) itu sudah tidak butuh apa-apa. Semua yang ada di dunia dia tinggalkan dan dia lepaskan. Sebaliknya kita lihat pada bayi yang baru lahir, dia akan mengenggam telapak tangannya erak-erat (kuat-kuat) sambil menangis. Itu mengisyaratkan bahwa dia begitu lahir kedunia berjanji dalam hatinya,’akan menaklukan dan menguasai dunia’.
Pak Sutardjo mengajak para hadirin untuk tetap memperlakukan tiga hal tersebut sesuai dengan amanah Islam. Jika kita mempunyai tahta/kedudukan, kita jalankan sesuai dengan sunah Rosul dan Perintah Alloh. Jangan sampai kita salah gunakan kedudukan kita demi kepentingan pribadi. Sudah banyak contoh di Jakarta sana, para koruptor yang dengan bangganya tidak mau mengakui kelakuannya yangmerugikan keuangan negara. Belum ada selama ini ada koruptor yang dengan jantan mengakui bahwa dirinya telah menilep uang negara  sekian Milyard/Triliun. Kedua adalah wanita, sudah banyak kasus terjadi pembunuhan hanya karena berebut wanita. ’Kasus Antasari dengan petugas pengambil bola golp’, cukup menyita perhatian publik. Kasus putra mahkota ’penguasa ORBA’ (Tomy Suharto) dengan beberapa pacar artisnya, kasus Da’i kondang yang rela memadu isteri pertamanya yang setia. Ketiga adalah ’harta’, banyak kasus kejahatan di dunia ini disebabkan karena harta. Ketimpangan sosial yang terjadi, sifat manusia dewasa ini yang cenderung hedonisme, membuat harta dijadikan raja. Dikatakan pula olehnya bahwa telah datang tiga pertanda kehancuran dunia, yaitu adanya sanepo ’Jaran Mangan Terasi, Pengemis Tekem Wesi dan Punggowo Mangan Kursi’. Artinya sanepan pertama adalah jaran mangan terasi artinya orang yang makan yang bukan haknya, sikut sana sikut sini yang oentingisi perut sendiri. Biasanya jaran itu makanannya rumput bukan terasi, sedangkan terasi itu makanannya habitat ’manusia’. Sanepan kedua adalah pengemis teken wesi, artinya bahwa pengemis sekarang ini sudah memakai senjata tajam untuk memeras/merampok yang dikehendaki. Tidak lagi meminta seiklhasnya namun sudah sudah memaksa. Sanepan ketiga adalah punggowo mangan kursi, artinya para perangkat/aparat engara sekarang sudah tidak malu-malu lagi pada korupsi. Maka itu hadirin semua, marilah dengan Romadhlon 143 H ini kita jaga tiha pula supaya kita terhindar dari kehancuran dunia. Pertama, kita selalu jaga dan tingkatkan ketaqwaaan kita kepad Alloh SWT, kita jadikan bulan puasa ini sebagai ladang menumpuk amal. Kedua kita jaga tali silaturohmi dan siar dakwah islamiah kita. Kita isi bulan puasa ini dengan kegiatan sodaqoh, tadarus selain juga puasa yang kyusu’. Ketiga kita jaga Lisan kita dari perkatan kotor dan tidak berguna, begitu ajak Pak ustad mengakhir tausyiahnya.(Sumber: sariyanti)

Â