Tag Archive for: Nandang Sutrisno

Penulis: Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Internasional

Genderang Perang Dagang telah ditabuh olehDonaldTrump menandai perang dagant global antara Amerika Serikat (AS) dengan mitra-mitra dagang utamanya sepert Cina, Uni Eropa (UE) dan Kanada. Pecahnya Perang dagang tersebut aiawati aentan tindakan DonaldTrump menaikkan tarif (bea masuk)secara ilegal untuk berbagal produk terutama baja dan alumunium, dari Cina, Uni Eropa (UE) dan Kanada.

Tidak cukup dengan itu, Donald Trump juga melakukan tindakan unilateral berupa ancaman terhadap para mitra dagangnya tersebutjika mereka melakukan tindakan balasan. Alih-alih tunduk atas tindakan Donald Trump,para mitra dagangnya mengancam balik untuk menaikkan tarif menaikkan produk AS bahkan untuk jumlah produk yang lebih banyak.

Jika pihak-pihak yang saling berhadapan ini benar-benar melaksanakan niatnya untuk melakukan perang dagang global, anomali dan anarkisme dalam tatanan perdagangan global akan merajalela, aturan main tidak lagi dihormati, dan pada gilirannya masa depan World Trade Organization (WTO) dipertaruhkan. Minimal dua tiang penopang berdirinya WTO yang terancam runtuh: Tujuandan Prinsip-prinsip Dasar WTO.

Apa yang dilakukan Donald Trump bertentangan dengan tujuan didirikannya WTO yang salah satunya untuk menjamin keamanan dan kepastian bagi para pedagangdan para pebisnis internasional pada umumnya serta para investor asing dalam menjalankan kegiatannya. Demikian juga tindakan Donald Trump secara vulgarbertolak belakang dengan tujuan utama lainnya dari WTO, yaitu untuk mengurangi,bahkan menghilangkan hambatan perdagangan daninvestasi internasional baik tarif maupun non-tarif, serta memperluas lapangan kerja.

Selain bertolak belakang dengan tujuan utama didirikannya WTO, secara spesifik tindakan Donald Trump menaikkan tarif secara sepihak melanggar dua prinsiputama WTO: prinsip proteksi melalui tarif dan prinsip pengikatan tarif.

Dengan alasan untuk melindungi kepentingan industri dan perdagangan sertake pentingan dalam negerinya suatu negara diperbolehkan untuk menerapkan tarif, tetapi penetapan tarif tidak bisa sepihak, harus melalui pencantuman dalam daftar tarif atau Schedule of Commitment (SOC) yang.

Prinsip kedua, yakni pengikatan tarif(Tariff Binding) bermakna bahwas ekali dicantumkan dalam SOC maka tarif tersebut mengikat, berarti bahwa tarif tidak boleh dinaikkan. Dengan dalih menutup defisit, Donald Trump jelas. jelas menaikkan tarif senilai US$ 150 juta,khususnya untuk baja dan alumunium, yang jauh lebih tinggi dari yang tercantum dalam SOC.

AS melalui tangan Donald Trump, dengans emboyan America First telah membuka preseden buruk yang akan meruntuhkan sendi-sendi penopang WTO. Jika semua anggota WTO mengikuti langkah yang ditempuh AS, runtuhnya sistem WTO hanya tinggal menunggu waktu.

Untuk itu mestinya semua negara anggota mentaati aturan main WTO, karena dalam WTOsendiri sudah tersedia mekanisme-mekanisme perlindungan kepentingan dalam negeritanpa melanggar aturan. Jika suatu negara anggota WTO kebanjiran barang dumping dan barang bersubsidi, serta mengalami lonjakan impor, yang mungkin menyebabkan defisit, negara yang bersangkutan dapat menggunakan instrumen remedi perdagangan internasional. Melalui mekanisme investigasi prosedural, negara tersebut dapat mengenakan bea masuk anti dumping (antidumping duties), bea masuk imbalan (countervailing duties) dan tindakan pengamanan (safeguard action), bisa dalam bentuk pengenaan tarif tambahan dan/atau kuota. Tidak ada alasan untuk melanggar aturan.

Langkah lain yang seharusnya diambil adalah negosiasi atau penyelesaian melalui meja perundingan. Langkah ini pula yang saat ini ditempuh oleh ASdengan mengutus Menteri Perdagangannya untuk bertemu dan berunding dengan Menteri Perdagangan Cina. Namun sayang, perundingan yang dilakukan oleh AS dilakukan setelah terjadinya reaksi dari Cina yang mengancam akan menaikkan tarifuntuk kurang lebih 145 produk AS. Mestinya AS melakukan perundingan sebelum menaikkan tarifproduk China secara sepihak.

Tidak berlebihan jika perundingan tersebut lebih merupakan upaya penekanan agar Cina meneríma kenaikan tarif yang dilakukan oleh AS, dan menekan China untuk tidak melakukan tindakan balasan.
Upaya terakhir yang dapat dilakukan oleh suatu negara ketika mitra dagangnya dianggap merugikannya adalah melalui jalur hukum, yaitu dengan melakukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO atau WTO Dispute Settlement Body (DSB). Hal ini tentu dapat dilakukan jika negara yang dianggap merugikannya tersebut melakukan pelanggaran ketentuan-ketentuan WTO yang tercakup dalam Covered Agreement, yakni seluruh perjanjian di bawah payung Perjanjian WTO (WTO Agreement)

Bagi AS tentu cara terakhir ini sulit untuk dilakukan mengingat para mitra dagangnya tersebut sedang tidak melakukan pelanggaran ketentuan WTO berlebihan.

Justru sekarang sebaliknya, Uni Eropa dan Kanada sedang siap-siap untuk melakukan gugatan terhadap AS ke WTO karena AS dianggap telah melakukan pelanggaran ketentuan-ketentuan WTO.Diharapkan China juga akan menyusul melakukan hal yang sama dengan Uni Eropa dan Kanada jika perundingan dengan AS mengalami jalan buntu.

Masyarakat internasional di satu sisi masih menaruh kepercayaan kepada DSB yang para hakimnya cukup obyektif dalam menyelesaikan sengketa dagang internasional, tanpa memandang status para pihak, apakah para pihak berasaldari negara maju ataukah dari negara berkembang. Sistem yang dilakukan dalam DSB berorientasi hukum, siapa yang benar akan menang, siapa yang salah akan kalah, sehingga semua negara terlindungi Praktik menunjukkan bahwa AS beberapa kali dikalahkan oleh negara. negara berkembang, dan negara adidaya tersebut secara umum mentaati putusan DSB.

Di sisi lain, saatini AS dipimpin oleh seorang Donald Trump yang karakternya berbeda denganpresiden-presiden sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa laseorang “Ultra Nasionalis” sejati yang sangat potensial untuk tidak menghormati apalagi mentaati putusan DSB. Wajar juga jika masyarakat internasional mempertanyakan masa depan WTO.

Mau dibawa ke mana WTO?

Tulisan ini telah dimuat dalam koran KOLOM, 19 Juni 2018.

 

Senin, 6 November 2017, Program Pascasarjana Fakultas Hukum dan Fakultas Kedokteran  UII bekerjasama dengan World Association For Medical Law menggelar sebuah International Conference dengan mengangkat tema “ Fraud and Gratification In Healthcare Services Across Jurisdictions”.

Read more

Tamansiswa (7/5), Puncak Milad UII ke 74 Fakultas Hukum menyelenggarakan acara jalan santai dan family gathering bersama seluruh dosen, tendik seluruh unit di FH, perwakilan alumni, purna tugas, perwakilan mahasiswa, dan perwakilan masyarakat sekitar Ahad, 7 Mei 2017 dimulai jam 07.00 s.d 10.30 WIB. Read more

Rektor dan Wakil Rektor Bidang Kerjasama, Kemahasiswaan, Keagamaan dan Alumni (Wakil Rektor III) Universitas Islam Indonesia (UII) Periode 2017-2018 secara resmi dilantik dan diambil sumpahnya pada Senin 13 Maret 2017, di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito UII. Pelantikan ini merupakan tindak lanjut pasca mundurnya Dr. Ir. Harsoyo, M.Sc. dan Dr. Abdul Jamil, SH., MH. selaku Rektor dan Wakil Rektor III UII pada 26 Junuari 2017 yang lalu. Read more

Penulis: Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Internasional

Untuk melindungi produk dalam negeri dari persaingan dengan produk asing, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan impor melalui rezim kuota. Dalam praktiknya, penerapan rezim ini rawan penyalahgunaan. Kasus yang melibatkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman terkait dengan impor gula dan Lutfi llasan Ishak terkait dengan impor daging sapi merupakan contoh kasus penyalahgunaan ter.sebut. Selain itu sebenarnya rezim kuota merupakan rezim yang dilarang dalam World Tbade Organization (WTO).
Oleh karena itu sebaiknya pemerintah meninggalkan rezim kuota dan lebih mengoptimalkan insbumen remedi perdagangan intemasional, baik ‘anti-durnping”tindakan imbalan’ maupun ‘tindakan pengamanan perdagangan’.

Larangan Kuota
Salah satu prinsip fundamental dalam World Trade Organization (WTO) selain nondiskriminasi adalah larangan pembatasan kuantitatif atau rrezim kuota. WIO secara umum melarang adanya kuota baik terhadap impor maupun ekspor produk apapun.

Alasan utama larangan, pengenaan rezim kuota ini karena dampak protektif dan distortifnya terhadap perdagangan internasional lebih besar dibandingkan rezim tarif. Ketika kuota diterapkan, tidak ada peluangbagi produsen asing untuk meningkatkan ekspornya, meskipun harga pniluk asing tersebut sangat kompetitif.

Memang dalam jangka pendek rezim kuota memberikan manfaat karena memberikan proteksl terhadap produk dalam negeri dari produk asing, terutama yang mempunyai daya saing tinggi. Dengan demikian industri dalam negeri dapat Pempertahankan dan bahkan meningkatkan keuntungan dan tenaga kerja domestik.

Tetapi dari perspektif perdagangan internasional. rezim kuota akan mendistorsi distribusi kemanfaatan ekonomi hanya untuk keuntunganindustri negara pengimpor. Selain itu, dari
sisi negara importir sendiri sebenamya rezim ini juga merugikan konsumen dan industui hilir karena keduanya harus menanggung biaya ekonomi atas hilangnya akses terhadap produk-produk impor. Dengan demikian dalam jangka menengah dan panjang rezim kouta ini lebih besar madharatnya daripada manfaatnya.

Remedi

Dalam era perdagangan bebas sebaiknya rezim kuota ini mulai ditinggelkan dan, diganti dengan remedi perdagangan internasional, baik berupa antidumping, tindakan imbalan, maupun pengamanan perdagangan. Remedi perdagangan ini merupakan mekanisme pertahanan perdagangan yang diperbolehkan dalam WTO untuk memulihkan atau mengendalikan dampak persaingan curang. Seperti dumping dan subsidi, serta lonjakan impor.

Pemerintah dapat menggunakan tindakan ‘anti-dumping’ untuk mengendalikan impor yang dilakukan dengan dumping. Yakni tindakan menjual produk di negara pengimpor dengan hargayanglebih rendah dibandingkan dengan harga normal, atau harga di pasar dalam negeri negara penge-kspor sendiri.Tindakan imbalan dapat dilakukan pemerintah untuk mengendalikan produk impor yang di negara pengekspornya diberikan subsidi. Sedangkan ‘tindakan pengamanan perdagangan’ dapat dilakukan untuk mengendalikan dampak melonjaknya impor, meskip’un tidak ada praktik perdagangan curang.

Baik ‘antidumping’ maupun tindakan imbalan’ dapat dilakukan dengan cara mengenakan bea masuk tambahan berupa Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk dumping dan Bea Masuk Imbalan (BMI) untuk produkbersubsidi, jika terbukti bahwa produk-produk tersebut menimbulkan kerugian material terhadap industri domestik. Sedangkan ‘tindakan pengamanan perdagangan’ dapat dilakukan dengan cara mengenakan bea masuk tambahan dan/atau kuota jika tertukti lonjakan impor tersebut menimbulkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri. Baik BMAD, BMI maupun tindakan pengamanan hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dilalnrkan investigasi.

Data dari Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menunjukkan bahwa sejak tahun 1996 sampai tahun 2016 Indonesia telah mengenakan BMAD terhadap 35 produk dumping. Selain masih melakukan investigasi ‘anti-dumping’ terhadap 11 produk, dan menghentikan investigasi ‘anti-dumping’ terhadap 18 produk. Indonesia juga telah mengenakan tindakan pengamanan perdagangan terhadap 17 produk, namun belum satupun produk impor yang dikenakan BMI.

Indonesia masih perlu untuk lebih mengoptimalkan lagi penggunaan instrumen remedi perdagangan dalam membendung impor. Ketika investigasi untuk remedi perdagangan mulai dilakukan, otomatis impor akan dihentikan. Dengan demikian penggunaan instrumen remedi perdagangan internasioal jauh lebih efektif daripada rezim kuota dalam melindungi industri dalam negeri.

Tulisan ini telah dimuat dalam koran KEDAULATAN RAKYAT, 12 Oktober 2016.

Penulis: Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Internasional

 

ARCHANDRA Tahar (AT) diberhentikan. Pemberhentian dengan hormat oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilakukan setelah status kewarganegaraan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu mengundang pro-kontra. Keputusan sangat tepat dan perlu diapresiasi. Karena jelas dengan memiliki atau setidaknya pernah memiliki paspor Amerika Serikat (AS) selain paspor Indonesia, AT sudah bukan warga negara Indonesia (WNI) lagi Jabatan menteri di Indonesia tentu hanya boleh dijabat oleh WNI. Persoalannya adalah, bukankah AT sekarang berstatus tanpa kewarganegaraan (apatride) dan bukan dwi kewarganegaraan (bipatride) sebagaimana dipahami selama ini? Bagaimanakah menyelamatkan AT dan status apatride?

Meskipun tidak pemah menjawab dengan jelas dan tegas – sebagaimana tercermin dari pernyataan Menteri Sekretaris Kabinet berbagai fakta terang benderang menunjukkan bahwa AT per. nah mempunyai paspor AS. Dengan demikian, baik secara formal maupun material sebenarnya AT sudah kehilangan statusnya sebagai WNI. Meskipun AT masih memegang paspor Indonesia yang berlaku sampai 2017.

Secara formal, berdasarkan Pasal 23 UU Kewarganegaraan, AT telah kehilangan kewarganegaraannya ketika AT memperoleh kewarganegaraan AS atas kemauannya sendiri (ayat a). Dan ketika AT mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari AS atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari AS atas namanya (ayat h). Secara material, AT juga sudah kehilangan kewarganegaraan Indonesia ketika ia secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara AS atau bagian dari negara AS (ayat f).

Dengan pengakuan AT sendiri yang menyatakan bahwa ia telah mengembalikan paspor AS, berarti AT juga sebenarnya telah kehilangan statusnya sebagai warga negara AS (WNAS). Dengan demikian, AT bukan WNI dan bukan WNAS. Artinya sekarang, AT berstatus tanpa kewarganegaraan (apatride). dan bukan pula berkewarganegaraan ganda (bipatride).

Hemat saya, AT sebaiknya diselamatkan dari status apatride. Kesediaan AT menjadi menteri dan mengembalikan paspor AS, hendaknya dibaca sebagai niat tulus AT untuk kembali menjadi WNI dan mengabdi di Indonesia. Selain itu, Lolosnya AT menjadi menteri bukan semata-mata kesalahannya, tetapi lebih disebabkan ketidak hati-hatian Istana sendiri. Sehingga sudah ser harusnya pemerintah membantunya. Ada dua alternatif, pertama, melalui naturalisasi dan kedua, melalui pemberian kewarganegaraan dengan alasan kepentingan negara.

Cara pertama, berdasarkan Pasal 8 dan 9 UU Kewarganegaraan, AT dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh status WNI kembali dengan memenuhi persyaratan tertentu. AT juga diharuskan untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia kepada Negara Republik Indonesia (Pasal 14-17). Cara pertama ini dapat ditempuh oleh AT, tetapi akan memakan waktu yang lama. Karena menurut Pasal 9 ayat a, AT harus sudah bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia paling singkat lima tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut.

Cara kedua, berdasarkan Pasal 20, Presiden dapat memberikan status WNI kepada AT dengan alasan kepentingan negara. Cara ini lebih cepat karena tidak ada keharusan bagi AT untuk bertempat tinggal terlebih dahulu. Meskipun demikian, untuk pemberian status WNI seperti ini, Presiden harus memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Oleh karena itu, perolehan status WN bagi AT ini sangat tergantung dari sejauh mana Presiden dapat meyakinkan DPR bahwa AT benar-benar dibutuhkan oleh negara.

Akhirnya, bola ada pada AT, Presiden Joko Widodo, dan DPR. Apakah AT sungguh-sungguh ingin kembali menjadi WNI dan mengabdikan keahliannya untuk pembangunan Indonesia? Apakah Presiden Joko Widodo dan DPR mempunyai komitmen yang sama untuk membantu kembalinya AT menjadi WNI khusus nya? Dan memanggil para diaspora, yang pada umumnya kaum muda Indonesia yang berkemampuan tinggi yang berkarya di negara-negara lain, untuk pulang dalam rangka membangun negeri sendiri.

Tulisan ini telah dimuat dalam koran KEDAULATAN RAKYAT, 18 Agustus 2016.

Seminar Internasional FH UII

Seminar Internasional FH UII

Fakultas Hukum UII, Kamis, 16 Januari 2014 bertempat di Inna Garuda Hotel Yogyakarta diselenggarakan Seminar Internasional dengan tema Tort Law in Various Legal Systems: Indonesia, Hungary and United States of America. dengan pembicaraDr. Siti Anisah, SH., MH. dari Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Prof. Dr. Fezes Tamas, Ph.D. Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Debrecen Hongaria, Prof. Jeffrey E Thomas, Ph.D. Guru Besar sekaligus Dekan Fakultas. Sebagai Keynote Speaker adalah Prof. Dr. Ridwan Khairandy, SH., M.Hum. mengawali pembicaraan dengan berbagai hal terkait dengan tuntutan hukum secara umum.

Seminar Internasional FH UII

Fakultas Hukum UII, Kamis, 16 Januari 2014 bertempat di Inna Garuda Hotel Yogyakarta diselenggarakan Seminar Internasional dengan tema Tort Law in Various Legal Systems: Indonesia, Hungary and United States of America. Sebagaimana direncanakan semua pembicara dapat hadir yaitu Dr. Siti Anisah, SH., MH. dari Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Prof. Dr. Fezes Tamas, Ph.D. Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Debrecen Hongaria, Prof. Jeffrey E Thomas, Ph.D. Guru Besar sekaligus Dekan Fakultas. Sebagai Keynote Speaker adalah Prof. Dr. Ridwan Khairandy, SH., M.Hum. mengawali pembicaraan dengan berbagai hal terkait dengan tuntutan hukum secara umum.

Seminar yang diawali tepat pukul 09.00 WIB di Mendut Ball Room tersebut dibuka oleh Wakil Rektor I Nandang Sutrisno, SH., LLM., M.Hum., Ph.D.. Dihadiri oleh 123 peserta dari berbagai universitas, seperti Universitas Pamulang Tangerang Selatan, Universitas Pontianak, Universitas Banghari Jambi, Universitas Mataram, Universitas Brawijaya serta universitas-universitas terkemuka di wilayah Yogyakarta.
Di Indonesia, konsep pengaturan permbuatan melawan hukum (PMH) dalam pasal 1365 KUH Perdata memunculkan penafsiran yang berbeda-beda diantara para ahli hukum perdata. Karena itu perlu dibandingkan dengan konsep pengaturan PMH di negara lain seperti Hongaria dan Amerika Serikat yang diatur dalam peraturan perundangan yang baru, sepesifik dan memberikan kepastian hukum. Dengan seminar internasional yang diselenggarakan oleh FH UII kali ini tentu akan dihasilkan studi komparatif konsep permbuatan melawan hukum menurut tigha sistem hukum yang berbeda yaitu menurut hukum perdata di Indonesia, Hongaria dan Amerika Serikat.
Adapun makalah masing-masing pembicara dapat diunduh melalui link berikut ini:

Prof. Dr. Ridwan Khairandy, SH., M.Hum. [ Keynote Speaker   ]

Dr. Siti Anisah, SH., MH.  [ Indonesia ]
Prof. Dr. Fezes Tamas, Ph.D. [ Hongaria ]
Prof. Jeffrey E Thomas, Ph.D. [ Amerika Serikat ]
Pemilu Balon Rektor UII 2014/2018
Pemilu Balon Rektor UII 2014/2018Fakultas Hukum (FH) UII, Rabu 08 Januari 2014, jam 09.00-11.00 FH UII menyelenggarakan Pemilihan Balon Rektor Universitas Islam Indonesia periode 2014/2018. Pemilihan yang diselenggarakan di Ruang Sidang Utama Lantai III FH UII tersebut diikuti oleh 87 Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang terdiri 51 DPT dari kalangan Dosen dan 36 DPT dari kalangan Tenaga Kependidikan.

 
Pada bursa Balon Rektor UII kali ini Fakultas Hukum mengusung dua Balon Rektor yaitu Prof. Jawahir Thontowi, SH., Ph.D., (Direktur CLDS) dan Nandang Sutrisno, SH., LLM., M.Hum., Ph.D. Berdasarkan hasil pemilihan di Fakultas Hukum Nandang Sutrisno, SH., LLM., M.Hum., Ph.D. yang saat ini  juga  menjabat sebagai Wakil Rektor I UII berhasil memperoleh suara terbanyak dengan unggul satu suara dari Prof. Jawahir Thontowi, SH., Ph.D.
 
Berturut-turut hasil pemilihan tersebut adalah sebagai berikut: Drs. Alwar, M.Sc., ph.D. memperoleh 0 suara, Prof. Dr. Drs. Amir Mu’alim, MIS., memperoleh 1 suara, Prof. Drs. Hadri Kusuma, MBA., Ph.D., memperoleh 1 suara, Prof. Jawahit Thontowi, SH., Ph.D., memperoleh 35 suara , Prof. M. Teguh, MSCE., Ph.D., memperoleh 1 suara, Nandang Sutrisno, SH., LLM., M.Hum., Ph.D., memperoleh 36 suara, Rudy Syahputra, S.Si., M.Si., Ph.D., memperoleh 0 suara, Prof. Ir. Sarwidi, MSCE., Ph.D., IP-U., memperoleh 1 suara serta suara abstein dan tidak sah masing-masing 1 suara. Selanjutnya Balon Rektor tersebut akan diambil 5 orang untuk dibwa ke Senat Universitas guna dilakukan  pemilihan kembali putaran ke dua.

 
 

Serah terima Hibah Buku Prof. Dr. H. Moh. Koesnoe, SH. kepada FH UII
Serah terima Hibah Buku Prof. Dr. H. Moh. Koesnoe, SH. kepada FH UII Senin, 7 Oktober 2013. Bertempat di Kampus Fakultas Hukum UII Jl. Tamansiswa 158Yogyakarta Ibu drg. Illy Yudiono sebagai wakil keluarga Alm. Prof. Dr. H. Moh. Koesnoe, SH menyerahkan hibah buku-buku karangan dan koleksi beliau semasa hayat kepada Perpustakaan Fakultas Hukum UII dan diterima secara langsung oleh Wakil Rektor I UII Bapak Nandang Sutrisno, SH., LLM., Ph.D. dan Wakil Dekan FH UII Dr. Saifudin, SH., M.Hum. serta pejabat lainnya.

Serah terima Hibah Buku Prof. Dr. H. Moh. Koesnoe, SH. kepada FH UII Senin, 7 Oktober 2013. Bertempat di Kampus Fakultas Hukum UII Jl. Tamansiswa 158Yogyakarta Ibu drg. Illy Yudiono sebagai wakil keluarga Alm. Prof. Dr. H. Moh. Koesnoe, SH menyerahkan hibah buku-buku karangan dan koleksi beliau semasa hayat kepada Perpustakaan Fakultas Hukum UII dan diterima secara langsung oleh Wakil Rektor I UII Bapak Nandang Sutrisno, SH., LLM., Ph.D. dan Wakil Dekan FH UII Dr. Saifudin, SH., M.Hum. serta pejabat lainnya.

“Kami sekeluarga berharap agar buku warisan beliau bermanfaat bagi orang banyak, dapat dibaca dan menjadi referensi pengetahuan bagi pembacanya”, demikian yang disampaikan Ibu Illy. Buku-buku beliau dihibahkan kepada UII sesuai keputusan keluarga yang memandang sampai akhir hayat beliau hubungan dengan UII sangat baik. “Ketika mengajar di UII saya pasti ikut”, kata beliau. “Dan setiap tahunnya beliau pasti menjadualkan untuk mengajar di UII”. Karena hal tersebut dan ketika membaca buku-buku beliau banyak menyebut nama UII, maka keluarga memutuskan untuk menyerahkan buku koleksi beliau yang jumlahnya hamper 1900 judul. “Kami berharap buku-buku ini dapat dirawat dengan baik sehingga menjadi amal jariyah beliau”, mewakili sambutan keluarga pada saat menyerahkan buku-buku tersebut. Selain itu keluarga juga menyerahkan 3 buah judul buku untuk diterbitkan oleh Penerbitan Fakultas Hukum UII.

Serah terima Hibah Buku Prof. Dr. H. Moh. Koesnoe, SH. kepada FH UII

Buku koleksi Prof. Kosnoe yang jumlahnya ribuan tersebut diantaranya adalah buku-buku langka. Bahkan ada buku dari Belanda yang saat ini sulit dicari di sana. Oleh karena itu Perpustakaan FH UII akan merawat sebaik-baiknya dan akan menempatkan sebagai koleksi khusus di ruang referensi.

Logo-UII
Logo-UII

Sabtu 28 September 2013. Sebagai rangkaian dari Rakorja Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) yang digelar padaSabtu-Minggu, 28-29 September 2013, Wakil Rektor I Universitas Islam Indonesia, Nandang Sutrisno, SH., M.Hum., LL.M., PhD. mewakili Rektor UII berkenan hadir dan memberikan sambutan serta arahan bagi pelaksanaan Rakorja 2014 guna menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) FH UII tahun 2014.
 

Dengan mengutip pernyataan salah satu mantan Presiden USA, John F Kenedy “Kemajuan merupakan kata yang merdu, namun perubahanlah penggeraknya, perubahan banyak musuh”, Nandang Sutrisno, SH., M.Hum., LL.M., PhD. Menyatakan bahwa untuk maju diperlukan suatu perubahan, namun didalam perubahan tidak semua orang dapat menyetujuinya sehingga akan banyak menimbulna resistant, namun demi kebaikan dan unruk membangun UII dalam setiap perubahan tersebut diperlukan pengorbanan, “janganlah banyak mutung apalagi sampai menthung”, beliau melihat bahwa di FH UII saat ini banyak kemajuan yang sudah dicapai dan diperlukan kerja sama untuk memmbenahi segala kekuarangan yang ada.
 
Pada kesempatan tersebut Nandang Sutrisno, SH., M.Hum., LL.M., PhD. Juga mengingatkan bahwa acuan penyusunanan RKAT adalah RIP dan Renstra. Saat ini sudah banyak akselerasi di tingkat fakultas untuk mempercepat program teaching University menuju excelent university yang didukung oleh pesatnya perkembangan IT serta diikuti oleh adanya konsistensi dan kontrol yang baik di tingkat universitas dan fakultas. Harapan terakhir Nandang Sutrisno, SH., M.Hum., LL.M., PhD. untuk  FH UII adalah: (1) Ada peningkatan penggunaan metode belajar dengan e-learning, penyelenggaraan dual/joint degree dan peningkatan jumlah dosen serta mahasiswa asing (2)Perumusan budaya kerja di FH UII yang mengacu kepada value, Inovation dan perfection (VIP) supaya dapat diterapkan, dibudayakan dalam kegiatan kerja sehari-hari.
 
Sebagai penutup Nandang Sutrisno, SH., M.Hum., LL.M., PhD.  memberikan apresiasi terhadap keluarga besar FH UII yang telah berkomitmen untuk bersama-sama membangun UII sehingga menjadi besar seperti pada saat ini.