, ,

Ujian Terbuka Promosi Doktor Achmad Muchsin

[Kaliurang]; Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII)  kembali melahirkan seorang doktor pada sidang terbuka Ujian Promosi Doktor , Sabtu (9/9).  Promovendus, Achmad Muchsin mengangkat disertasi dengan judul “Rekonstruksi Hukum Perizinan Dalam Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Berbasis Keadilan Ekologis”. Ujian berlangsung di Auditorium Lantai 4 FH UII Yogyakarta.

Sukses dalam mempertahankan disertasinya, Achmad Muchsin, S.HI., M.Hum. dinyatakan lulus dengan predikat Cumlaude dan berhak menyandang gelar doktor yang lulus dari FH UII, dalam ujian yang dipimpin oleh Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum.

Hadir sebagai penguji dalam ujian promosi doktor tersebut yaitu Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M. (Promotor), Prof. Dr. Dra. Sri Wartini, S.H., M.Hum., Ph.D. (Ko-Promotor), Prof. Dr. Abshori, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Dra. MG. Endang Sumiarni, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., Prof. Dr. M. Syamsudin, S.H., M.Hum.

Dalam disertasinya, Achmad Muchsin menjelaskan bahwa salah satu strategi Pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan penyederhanaan perizinan berusaha. Secara praktis, Pemerintah melakukan perubahan mendasar terhadap Undang-Undang 32 Tahun 2009 akibat diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja 2023, dimana izin lingkungan dihapus dan diganti dengan persetujuan lingkungan. Penghapusan izin lingkungan tersebut dimulai dengan penghapusan Pasal 1 angka 35 Undang-Undang 32 Tahun 2009 yang memuat definisi izin lingkungan dan ditetapkannya terminologi baru yaitu persetujuan lingkungan.

Selain itu, beberapa ketentuan yang berkaitan dengan izin lingkungan juga dihapus sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 22 angka 14 dan Pasal 22 angka 18 Undang-Undang Cipta Kerja 2023 dengan alasan sebagaimana dinyatakan di dalam Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja 2023 bahwa singkatnya, Pasal 36 dihapus karena usaha/kegiatan yang wajib AMDAL ataupun UKL-UPL membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar untuk menyelesaikan dokumen lingkungan tersebut. Penghapusan ini bertujuan untuk memudahkan penyelesaian izin lingkungan serta kemudahan dalam melakukan pengawasan, tanpa mengurangi esensi dari perizinan lingkungan itu sendiri. Pasal 40 dihapus karena izin lingkungan tidak menjadi prasyarat penerbitan izin usaha, dengan demikian kegiatan dapat dilakukan saat izin lingkungan belum diterbitkan dan masih diproses.

Penelitian disertasi Achmad Muchsin bertujuan untuk mengetahui, menganalisis dan mengkaji persoalan mengenai perubahan nomenklatur izin lingkungan menjadi persetujuan lingkungan, juga tentang hukum perizinan lingkungan dalam UU Cipta Kerja 2023 dalam kaitannya dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berbasis keadilan ekologis, serta rekonstruksi hukum perizinan dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berbasis keadilan ekologis.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perubahan nomenklatur izin lingkungan menjadi persetujuan lingkungan di dalam UU Cipta Kerja 2023 disebabkan oleh dua hal, pertama, karena alasan fleksibilitas dimana nomenklatur persetujuan lingkungan dipandang lebih bersifat umum sehingga memberi fleksibilitas bagi pemerintah dalam menanggapi dinamika masyarakat dan global, kedua, adanya perubahan pendekatan, dimana Undang-Undang 32 Tahun 2009 menggunakan perizinan sedangkan Undang-Undang Cipta Kerja 2023 menggunakan pendekatan berbasis risiko.

Lebih lanjut, Achmad Muchsin juga menyatakan bahwa Sebagian perubahan pengaturan hukum perizinan lingkungan di dalam Undang-Undang Cipta Kerja 2023 telah mencerminkan prinsip-prinsip keadilan ekologis sedangkan sebagian lainnya justru kontra produktif dengan prinsip-prinsip keadilan ekologis. Penelitian disertasi Achmad Muchsin merekomendasikan perlunya rekonstruksi terhadap perubahan pengaturan hukum perizinan lingkungan yang tidak selaras dengan prinsip keadilan ekologis.

“Diperlukan rekonstruksi dengan mengembalikan fungsi hukum perlindungan lingkungan sebagai instrument pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. Juga diperlukan pula redefinisi terhadap AMDAL dan UKL-UPL. Serta dibutuhkan partisipasi public dalam proses penyusunan dokumen lingkungan yang dibuat seluas-luasnya tanpa terkendali.”

Setelah memaparkan disertasinya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dewan penguji, Achmad Muchsin berhasil ditetapkan sebagai Doktor Ilmu Hukum dengan meraih predikat Cumlaude. Dr. Achmad Muchsin, S.HI., M.Hum. resmi menyandang gelar doktor yang lulus dari FH UII. Promotor, Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M. memberikan ucapan selamat dan apresiasi serta berpesan agar ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat untuk keluarga, nusa, bangsa dan agama.