Kegiatan Fakultas Hukum UII penelitian, pengabdian, dan dakwah civitas akademika termasuk seminar, lokakarya, workshop, pemberian penghargaan, kegiatan kerjasama, dan lain sebagainya

[KALIURANG]; Administrative Legal Studies (ALS) Fakultas Hukum  (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan Masykur Isnan and Partners Lawfirm (MIP Lawfirm) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Mengkaji Lembaga Kerja Sama Tripartit Sektoral dalam Kerangka Hukum Ketenagakerjaan” sebagai bagian dari rangkaian kolaborasi dalam penyusunan analisis akademis bersama Serikat Pekerja di sektor penerbangan, pelabuhan, transportasi, dan strategis nasional pada Senin (14/4) di Mini Auditorium Lantai 4 FH UII. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan, di antaranya yaitu mahasiswa, pekerja, dan juga civitas akademika.

Kegiatan tersebut turut menghadirkan perwakilan dari 16 serikat pekerja/serikat buruh yang bergerak dalam bidang penerbangan, pelabuhan, transportasi, dan strategis nasional, di antaranya Serikat Karyawan AirNav Indonesia (SKYNAV), Serikat Pekerja Biro Klasifikasi Indonesia (Danantara), Serikat Karyawan Garuda, GMF Employee Club (GEC), Serikat Pekerja KSO TPK Koja, Serikat Pekerja Teluk Lamong, Serikat Pekerja TKBM JICT-TPK Koja, PP SPTKBM, SPFKK-PB, SP NCPT 1, FSPSI Bersatu, Asosiasi Pengemudi Seluruh Indonesia, FSPTI – KSPSI DKI Jakarta, SP Dok Kodja Bahari Grup, PP FSPMI-KSPSI (MJH).

Kegiatan ini dibuka oleh Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D., selaku Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Alumni. Melalui sambutannya, ia menyampaikan apresiasi atas kedatangan seluruh hadirin untuk berbagi pengetahuan serta berdiskusi tentang masa depan Lembaga Kerja Sama Tripartit Sektoral. Dengan berlangsungnya acara ini diharapkan mahasiswa dapat menggali ilmu serta memperoleh wawasan bukan hanya sekedar teori tetapi juga fakta lapangan yang ada.

Di samping itu, M. David Hanief, selaku Ketua Umum ALS FH UII, mengungkapkan latar belakang tema FGD adalah sebagai salah satu upaya untuk mendorong kesejahteraan pekerja, khususnya setelah era globalisasi. “Dampak dari globalisasi ini sangat luar biasa, banyak PHK terjadi di mana-mana sehingga harapannya dengan kehadiran LKS Tripartit Sektoral ini bisa memperkecil atau mengurangi dampak globalisasi yang ada saat ini,” tutur David.

Rangkaian kegiatan FGD dimulai dengan sesi diskusi publik yang dipantik oleh Ayunita Nur Rohanawati, S.H., M.H., dan Masykur Isnan, S.H., M.H., dengan dipandu oleh Rama Hendra Triadmaja sebagai moderator. Sesi pemaparan materi pertama disampaikan oleh pemantik 1, yaitu Ayunita Nur Rohanawati, S.H., M.H. yang memfokuskan kajian pada relasi antara dampak era disrupsi dan perkembangan hukum ketenagakerjaan di Indonesia saat ini.

Lebih lanjut, ia juga menyampaikan, “Pada mulanya, hukum ketenagakerjaan bersifat privat antara pemberi kerja dan pekerja, namun seiring dengan evolusi zaman, peran pemerintah hadir dalam relasi kerja yang bersifat keperdataan. Kondisi ini dikenal sebagai sosialisering proses, yaitu intervensi pemerintah dalam area abu-abu untuk melindungi pihak yang rentan sehingga tercipta kesetaraan dan perlindungan kepentingan umum dalam hubungan kerja.”

Sesi pemaparan materi selanjutnya oleh pemantik 2, yaitu Masykur Isnan, S.H., M.H. mengelaborasi permasalahan ketenagakerjaan yang bersumber dari kualitas sumber daya manusia. Masykur Isnan, S.H., M.H. menyampaikan, “Perlu melihat efektivitas sektoral menjadi fokus dan menjadi pionir untuk mendorong pola hubungan industrial menjadi dinamis, berkelanjutan dan berkeadilan dengan sebaik-baiknya dan sesuai konteksnya.”

Ia menambahkan, “Arah gerak Serikat Pekerja saat ini terjebak pada suatu momentum yang namanya politik praktis sehingga arah gerakan itu hanya bicara soal elit dan tidak sampai akar rumput.”

Catatan kritis ini menghasilkan tiga solusi strategis sebagai landasan utama dalam menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan, yaitu: basis intelektualitas melalui peningkatan keterampilan dan penataan ulang pemahaman serikat pekerja/serikat buruh; basis jaringan melalui penyelenggaraan kajian kolaboratif dengan akademisi; dan basis ekonomi yang diwujudkan dalam koperasi pekerja.

Hasil dari FGD menunjukkan urgensi adanya evaluasi agar dapat menyelesaikan permasalahan sektoral yang kerap kali terabaikan. Evaluasi ini mendukung agar kehadiran LKS Tripartit Sektoral dalam kerangka hukum ketenagakerjaan tidak hanya menjadi pilihan semata melainkan suatu keharusan.

 

 

[KALIURANG]; Pelantikan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Periode 2024/2025 telah digelar pada Jumat (14/03) bertempat di Auditorium Lantai 4, gedung FH UII. Pelantikan ini berlangsung khidmat dan terasa istimewa karena bertepatan dengan bulan suci Ramadan, sebuah momen yang diyakini membawa keberkahan dan menjadi awal baik bagi kepengurusan yang baru.

Dalam pelantikan tersebut, lima anggota legislatif terpilih resmi disumpah dan dilantik sebagai pengurus DPM FH UII Periode 2024/2025. Susunan kepengurusan baru menetapkan Muh. Gerald Khaidil Fitra sebagai Ketua Umum DPM FH UII, M. Rayhan Davha sebagai Sekretaris Jenderal DPM FH UII, Bagas Gema Ramadhan sebagai Ketua Komisi I DPM FH UII, Melani sebagai Ketua Komisi II DPM FH UII, dan Muhammad Rayyan Syahbana sebagai Mandataris DPM FH UII Periode 2024/2025. Dengan formasi kepengurusan yang baru, DPM FH UII mengusung visi “Optimalisasi Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang Unggul dan Progresif, Berbasis Nilai-Nilai Islam Melalui Pengembangan Potensi Mahasiswa Dengan Gerakan Intelektual Kolektif Guna Menjadi Pionir Utama Dalam Mewujudkan Tatanan Mahasiswa yang Rahmatan Lil ‘Alamin.”

Kegiatan ini dihadiri oleh tamu undangan dari lingkungan FH UII dan DPM UII periode 2024/2025. Hadir Drs. Agus Triyanta, M.H., M.A., Ph.D., selaku Wakil Dekan (Wadek) Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Alumni (KKA) FH UII, serta jajaran DPM FH UII Periode 2023/2024, yaitu Alvin Daun selaku Ketua Umum, M. Julio Catur Sriwanda selaku Sekretaris Jenderal, dan Manfred Abel Alberi selaku Mandataris. Dari DPM UII, turut hadir Cipta Aditya Pratama Kolopita selaku Ketua Umum yang juga memberikan sambutan dalam acara pelantikan, Nawad Jamunnasyath Karobi selaku Sekretaris Jenderal, Raka Aditya Faslah selaku Ketua Komisi II yang bertindak sebagai pelantik DPM FH UII, serta Maryam Faizah Rosyadi selaku anggota Komisi III, dan beberapa tamu undangan lainnya.

Dalam sambutannya, Drs. Agus Triyanta, menyampaikan pesan penting kepada DPM FH UII agar mampu menjalin kolaborasi yang erat dengan dekanat serta seluruh elemen kampus. Ia menekankan bahwa sinergi yang kuat antara berbagai pihak sangat diperlukan demi terciptanya kemajuan bersama di lingkungan keluarga mahasiswa FH UII.

Gerald, selaku Ketua Umum terpilih, turut menyampaikan kepada seluruh anggota DPM agar senantiasa menjaga soliditas dan semangat kolektif kolegial. Ia mengibaratkan bahwa “bahtera telah siap berlayar” dengan semangat baru dan harapan besar untuk menjadikan FH UII sebagai rumah yang nyaman dan membanggakan bagi seluruh mahasiswa.

Ia juga berpesan agar mahasiswa FH UII terus menjaga nama baik almamater sebagai salah satu fakultas hukum tertua dan terbaik di Indonesia. “FH UII telah melahirkan banyak pemikir hebat dan pemimpin yang bermanfaat bagi negeri ini,” tambahnya. Gerald mengajak mahasiswa untuk terus mengukir prestasi di tingkat regional, nasional, hingga internasional demi mengharumkan nama besar FH UII. Ia menutup sambutannya dengan mengutip bait terakhir Himne UII “Semoga Allah Meridhoi UII,” seraya berharap ridha Allah Swt senantiasa menyertai perjalanan dan perjuangan keluarga mahasiswa FH UII.

[KALIURANG]; Dalam upaya menyoroti pembungkaman dan pembatasan berekspresi yang memprihatinkan di negeri ini, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Keadilan Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan diskusi terbuka.

Diskusi yang bertajuk ‘Nada yang Dibungkam, Karya yang Dihapus: Meneropong Ruang Demokrasi di Dunia Seni dan Pers’ dengan menghadirkan Dosen FH UII Dr. Despan Heryansyah, S.H., M.H., Jurnalis dan Penulis Pril Huseno serta Moderator dari Kader LPM Keadilan, Zaki Syahputra yang dilaksanakan pada Selasa, (18/03/2025) di Lantai 1, Lobi Gedung Muhammad Yamin FH UII. Diskusi ini diikuti oleh Anggota Lembaga Pers dan mahasiswa di UII.

Pril Huseno membuka diskusi ini dengan menyoroti Pers Mahasiswa yang perlu totalitas dalam menjadi aktivis dengan memberikan pendidikan pers dalam pengkaderan anggota lembaga-lembaga pers mahasiswa.

Dirinya juga menyoroti Fenomena #IndonesiaGelap akhir ini di media sosial menjadi sorotan Pril dimana hal tersebut merupakan bentuk ungkapan ekspresi terhadap tata kelola pemerintah yang carut marut. Fenomena ini menjadi kemunduran demokrasi dengan pembungkaman kebebasan berekspresi melalui karya seni dan pers di negara ini semakin parah. Hal ini diiringi dengan pelemahan hukum oleh pemerintah melalui legalisme otokrasi, dimana hukum menjadi senjata pemerintah untuk mengontrol sistem tata kelola pemerintahan.

Menurutnya, peran pers justru penting dan kondisi seperti ini, seharusnya dapat memotivasi anggota pers untuk memaksimalkan perannya sebagai ‘penerang di tengah masyarakat’ serta lebih berani bersuara sebagai upaya penegakan ‘check and balances’ dalam pelaksanaan penyelenggaraan demokrasi dalam bernegara. Terutama pers mahasiswa agar juga semakin berani dalam bersuara dengan melakukan wawancara tokoh-tokoh nasional sebagai bentuk penyampaian aspirasi publik terkait permasalahan baik di tingkat nasional maupun daerah.

“Kalau kalian melihat fenomena #IndonesiaGelap, kalian khususnya pers mahasiswa justru harus sebagai penerangnya,” tegas Pril Huseno.

Sesi berikutnya disampaikan oleh Dr. Despan Heryansyah, S.H., M.H., selaku dosen dari Departemen Hukum Administrasi Negara FH UII yang membedah kasus-kasus demokrasi bernegara dan kebebasan berekspresi yang dibungkam. Ia membuka sesinya dengan menyatakan secara tegas bahwa demokrasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya, hal ini didukung dengan berbagai kasus sebagai upaya pelemahan sendi-sendi hukum di Indonesia.

“Kemunduran demokrasi kita dirusak dengan melumpuhkan sendi-sendi hukum. Buktinya legalisasi korupsi dengan melemahkan KPK melalui Revisi UU KPK, mengeksploitasi sumber daya, kriminalisasi aktivis, yang terbaru kasus Band Sukatani dengan lagu bayar-bayar,” terang Despan.

Ia menambahkan kerusakan sendi-sendi hukum kita juga dapat melalui instrumen hukum dan negara untuk kekuasaan, impunitas, dan pembuatan undang-undang (UU) tanpa partisipasi publik. Hal ini jika dibiarkan terus-menerus akan melahirkan pemerintah otoriter.

“Pemerintahan yang terbiasa melakukan pelanggaran hukum, akan melahirkan pemerintahan otoritarianisme. Apalagi hal itu dikawinkan dengan kuasa modal dan media, maka demokrasi bukan menjadi instrumen yang penting, kecuali kekuasaan itu sendiri,” terangnya.

Ia juga memaparkan beberapa karya seni yang akhir-akhir ini dibungkam, seperti lukisan karya yos sudarso, teater, film-film, puisi, tarian dan musik seperti Band Sukatani yang menjadi kritik tajam dan telak terhadap kebobrokan kepolisian yang bukan hanya bersumber dari oknum.

 

[KALIURANG]; Dalam rangka menyemarakkan bulan Ramadan, Al-Azhar Islamic Center (AIC) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Opening Ceremony Event Ramadan Al-Azhar (ERA) 1446 H sekaligus kajian yang mengangkat tema “Menjadi Muslim dan Muslimah Tangguh: Menyeimbangkan Dunia dan Akhirat di Era Digital” pada Kamis (06/03) bertempat di selasar depan ruang referensi FH UII dengan menghadirkan Ustaz Tajul Muluk, S.Ud., M.Ag., selaku pemateri kajian. Kajian ini dihadiri oleh mahasiswa dan mahasiswi FH UII.

Hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya, “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” menjadi latar belakang dipilihnya tema kajian tersebut. Hal ini disampaikan oleh Thariq Azzihad, selaku Ketua Pelaksana ERA 1446, dalam sambutannya.

Lebih lanjut, sambutan terakhir disampaikan oleh Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni FH UII. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan rasa syukur dan terima kasihnya kepada panitia karena telah menyelenggarakan kegiatan ini. “Acara-acara seperti ini yang kita harapkan untuk dapat menambah atmosfer keislaman di kampus karena kalau tanpa peningkatan atmosfer keislaman maka gedung (FH UII) ini akan terlalu sombong,” tuturnya. Mengakhiri sambutannya, Wadek KKA tersebut berharap rangkaian kegiatan ERA 1446 dapat memberi manfaat bagi FH UII pada khususnya dan UII pada umumnya.

Mengawali pembahasannya, Ust. Tajul Muluk memaparkan keprihatinnya tentang kesombongan manusia dalam meminta dan mengemban amanah dengan mengutip Surat Al-Ahzab ayat 72 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh.”

Di sisi lain, Ust. Tajul mengingatkan audien terhadap keteladanan Nabi Yusuf alaihissalam dalam meminta amanah. Diceritakan bahwasannya Nabi Yusuf alaihissalam pernah meminta amanah tetapi dengan niat yang baik dan penuh tanggung jawab. Permintaan tersebut bukan didasarkan pada keinginan pribadi semata, melainkan upaya untuk memastikan amanah itu tidak jatuh ke tangan orang yang bodoh dan zalim.

Menutup pemaparannya, Ust. Tajul menerangkan sikap amanah dapat ditumbuhkan dengan kebiasaan positif, di antaranya adalah dengan bersikap jujur, konsistensi, dan tawakal. “Ramadan ini mari diniatkan minta sama Allah mudah-mudahan baiknya bukan hanya saat Ramadan tetapi terus pasca Ramadan tetap menjadi baik,” pungkasnya.

Acara-acara lain yang turut menjadi rangkaian ERA 1446 H adalah GEMAR: Gema Qur’an Ramadan ERA 1446 H, SEMAR: Senja Bersama Al-Azhar ERA 1446 H, dan Closing Ceremony ERA 1446 H. Penyelenggaraan acara tersebut dimaksudkan untuk menghidupkan euforia bulan Ramadan di lingkungan FH UII.

 

Fakultas Hukum UII kembali melepas mahasiswa Program Studi Hukum Program Magister (PSHPM) ke Program Master of Public Law (MA.Pub Law) di Dicle University Turkey (6/3/2025). Program ini merupakan salah satu di antara program unggulan PSHPM dimana mahasiswa memiliki kesempatan untuk memperoleh gelar ganda di Magister Hukum (MH) UII dan MA.Pub Law. Dicle University. Program ini merupakan keberlangsungan program joint degree yang dilakukan di setiap semester antara UII dan Dicle University yang telah dirintis sejak tahun 2023. Setelah dilakukan proses seleksi oleh Program Studi, terdapat tiga mahasiswa yang memenuhi syarat, kualifikasi dan uji kompetensi untuk mengikuti program joint degree.Mereka ialah Anas Mukti Fajar, Akbar Rifqy Kautsar dan Fakhrezil Amin yang menjadi delegasi Magister Hukum UII di Dicle University. Anas Mukti dkk merupakan Angkatan kedua program outbond Joint Degree antara Fakultas Hukum UII dan Master Public of Law Dicle University. Hadir dalam pelepasan ini Wakil Dekan Sri Hastuti Puspitasari dan Agus Triyanta serta Ketua Program Studi Sefriani. Dalam kesempatan ini Agus Triyanta dan Sefriani menyatakan “Alhamdulillah, akhirnya Batch II Program Joint Degree ini bisa terlaksana dengan baik. Dari 10 mahasiswa Magister Hukum yang mendaftar, alhamdulillah terpilih 3 mahasiswa lolos seleksi yang akan berangkat ke Dicle University Turkey. Kami berharap para mahasiswa ini dapat menyesuikan diri di lingkungan yang baru, menimba ilmu dan pengalaman belajar di Dicle University Turkey”. Sesuai dengan roadmap international mobility FH UII, kegiatan ini diharapkan memberikan dampak strategis bagi pengembangan kompetensi mahasiswa PSHPM dalam kancah global, sekaligus sebagai agen ulil albab di level internasional.

[KALIURANG]; Pada Kamis (6/2), dalam rangka Opening Ceremony Internal Legal Opinion Competition (ILOC) 2025, sebagai wadah kompetisi penyusunan legal opinion yang dihadirkan oleh Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), diselenggarakan webinar dengan menghadirkan dua narasumber melalui platform Zoom Meeting dengan tujuan utama untuk mendukung dasar pengetahuan dalam proses berkompetisi. ILOC mengangkat tema kompetisi “Maximizing Natural Resource Management Through Public Private Partnership” yang memadukan unsur hukum pidana dan hukum perdata, didasari dengan harapan bahwa KPS kedepannya dapat lebih mengeksplor bidang hukum lain dan tidak hanya berfokus pada lingkup hukum pidana. Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH UII, Alvin Daun sebagai pembuka acara ini, menyampaikan harapan dalam sambutannya, “ILOC 2025 ini akan menjadi pondasi dasar terutama bagi mahasiswa sebagai peserta, sehingga ini bukan hanya persoalan menang dan kalah, namun juga menjadi proses belajar yang berharga atau kesempatan untuk mengasah keterampilan secara kritis dan kemampuan untuk menilai serta memberikan solusi atas persoalan yang dihadirkan nantinya,” ungkapnya.

Narasumber pertama yang dihadirkan adalah Dr. Inda Rahadiyan, S.H., M.H., dengan fokus pembahasan “Aspek Hukum Perjanjian dan Aspek Hukum Perseroan Terbatas dalam Penyelenggaraan Public Private Partnership serta Problematika Hukum dalam Praktik”. Beliau memaparkan terkait Public Private Partnership atau Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) secara umum, lingkup infrastruktur yang menarik bagi pihak swasta, high rise investment, status tanah yang berbeda-beda, pemahaman dasar kontrak, dinamika praktik dalam kasus sebenarnya, dan segala hal yang berhubungan dengan public private partnership.

Kemudian dilanjutkan oleh narasumber kedua, Muhammad Syafiq Wafi, S.H., dengan tema pembahasan “Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa Hukum melalui Pelatihan Legal Opinion sebagai Kunci Menuju Profesionalisme dan Kontribusi Hukum di Indonesia”. Bahasan ini menyoroti terkait pengetahuan dasar legal opinion, sehubungan dengan penyelenggaraan ILOC, seperti asal muasal legal opinion, tujuan pembuatannya, sifat legal opinion, metode penemuan hukum, identifikasi kasus, bagaimana mengkaji peraturan-peraturan, substansi legal opinion, hingga teori-teori hukum yang mendukung pembuatan legal opinion.

Adapun peserta webinar yang juga merupakan peserta ILOC memperlihatkan antusiasme dengan banyak melontarkan pertanyaan dalam sesi tanya jawab baik itu terkait Public Private Partnership dan penyusunan Legal Opinion. Para narasumber mengharapkan kemudian setelah kegiatan webinar yang informatif ini, dapat menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru sebagai landasan bagi peserta dan menyukseskan acara ILOC. Komunitas Peradilan Semu pun bertekad menyajikan berbagai kegiatan mahasiswa sebagai wadah untuk mengasah kemampuannya di berbagai lingkup hukum dan dalam perkembangannya.

Yogyakarta, 8 Februari 2025 – Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) bekerjasama dengan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia menyelenggarakan Seminar Nasional untuk merespon Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-XXII/2024 yang berkaitan dengan batas usia maksimal jabatan notaris. Acara yang diselenggarakan di Hotel Grand Rohan ini dibuka dengan sambutan Dekan FH UII Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum dan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Dr. H. Irfan Ardiansyah, S.H., Sp.N., LL.M.

Wakil Menteri Hukum, Prof. Edward Omar Sharif Hiarej, S.H., M.Hum. pada pidato kuncinya menyebutkan bahwa Jabatan Notaris sebagai officium nobile (profesi suci). Oleh sebab itu, terdapat satu asas yang melekat di setiap notaris di dunia yaitu tabellionis officium fideliter exercebo¸ yang berarti seorang notaris harus bekerja secara tradisional, penuh etika, dan integritas. Ia menekankan bahwa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, Kementerian Hukum Republik Indonesia dalam jangka waktu dekat akan berfokus pada penyusunan peraturan menteri tentang mekanisme perpanjangan jabatan notaris yang tidak hanya memperhatikan dari segi kesehatan saja, akan tetapi juga mempertimbangkan kompetensi, profesionalisme, dan integritas.

Seminar Nasional ini menghadirkan Anisitus Amanat Gaham, S.H., M.H. sebagai Pemohon Judicial Review Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Adapun objek permohonan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UUJN ini memiliki kesamaan dengan Putusan No. 14/PUU-XXII/2024 akan tetapi Mahkamah Konstitusi mendahulukan untuk memutus Putusan No. 84/PUU-XXII/2024 terlebih dahulu karena memiliki alasan yang lebih kuat. Dengan demikian, Putusan No. 14/PUU-XXII/2024 menjadi kehilangan objek permohonan. Anisitus mengajukan permohonan judicial review karena notaris ketika telah berumur 67 tahun seharusnya dapat diperpanjang 5 (lima) tahun. Hal tersebut berkaca pada masa jabatan pengacara, akuntan publik, dan kurator yang dapat diperpanjang. Menurut Anisitus diperlukan definisi yang jelas untuk menerangkan maksud kata “sehat” bagi notaris sehingga tidak menimbulkan multi-penafsiran.

Pada Seminar Nasional ini juga menghadirkan 2 (dua) Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, yakni Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. (Guru Besar Hukum Tata Negara) dan Prof. Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. (Guru Besar Hukum Administrasi Negara. Pada paparannya, Prof Ni’matul Huda menjelaskan bahwa Pasal 8 ayat (2) UUJN tidak memberikan perlindungan dan bertentangan dengan Pasal 28D UUD NRI 1945 serta prinsip rasionalitas. Namun, harus perhatikan bahwa Pasal 8 ayat (2) UUJN inkonstitusional bersyarat sehingga harus dimaknai dapat diperpanjang berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang dilakukan secara berkala setiap tahun pada rumah sakit umum pemerintah pusat, rumah sakit umum daerah, atau rumah sakit yang ditunjuk untuk menangani urusan di bidang hukum. Ia menambahkan bahwa Putusan MK setingkat UU sehingga sudah bisa langsung digunakan tanpa menunggu DPR dan Presiden. Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Ridwan memaparkan bahwa notaris memiliki kedudukan hukum sui generis, secara prinsip notaris mendapatkan haknya ketika putusan MK tersebut diucapkan. Prof. Ridwan menyarankan bahwa pemerintah hanya perlu mengubah Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 19 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.

Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum, sebagai pemateri penutup pada Seminar Nasional yang dihadiri lebih dari 400 peserta Notaris, ALB dan Mahasiswa Program Studi Kenotariatan. Pada paparannya Dr. Widodo, S.H., M.H. menyatakan bahwa perpanjangan jabatan notaris tetap harus mempertimbangkan prinsip profesionalitas dan prinsip transfer of knowledge karena masih tidak meratanya notaris di berbagai daerah di Indonesia.

 

 

  Gambar Tangkapan Layar Zoom Meeting: Sesi foto bersama dengan seluruh peserta

Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia bersama Indonesia Diaspora Network Global kembali menyelenggarakan  kegiatan Penyuluhan Hukum lanjutan  seri yang ketiga untuk kalangan pekerja migran Indonesia dengan tema “ Skema dan Advokasi Hak-Hak Pekerja Migran Indonesia Terhadap Penyelesaian Hutang Piutang”.

Kegiatan ini digelar secara daring melalui zoom meeting pada kamis 06 Februari 2025 pukul 21.00 WIB. Kegiatan ini dipandu oleh pendiri dan ketua umum Komunitas Masyarakat Tanggap Hukum (KMTH), Maryanti S.H. sebagai moderator. Rizky Ramadhan Baried, S.H., M.H., Dosen FH UII sekaligus Direktur LKBH FH UII beserta Mustika Prabaningrum, S.H., M.H., Dosen FH UII dan juga Advokat LKBH FH UII, keduanya sebagai narasumber pada kegiatan Penyuluhan Hukum seri ketiga ini. Kegiatan ini diikuti sebanyak 50 peserta yang merupakan pekerja migran Indonesia yang bekerja di berbagai negara seperti Taiwan, Hongkong, Malaysia, Singapura dan Kuwait.

Sebelum pemaparan materi oleh para narasumber dimulai, Maryanti menyebutkan bahwa penyebab utama seorang WNI bekerja di luar negeri dikarenakan kesulitan ekonomi, meskipun terdapat beberapa alasan lain. Akan tetapi, tidak sedikit juga para pekerja migran Indonesia terjebak masalah hutang-piutang baik itu sebelum bekerja di luar negeri maupun sesudah bekerja di luar negeri.

Kegiatan ini dimulai dengan pemaparan materi oleh Rizky, menjelaskan pentingnya memahami klausul-klausul sebelum melaksanakan perjanjian hutang piutang khususnya pada perjanjian baku atau perjanjian tertulis yang ditetapkan secara sepihak. “Terkadang kita tidak aware pada klausul perjanjian hutang-piutang. Belum lagi, ada klausul yang dibebaskan atau enggan untuk bertanggungjawab yang disebut dengan eksonerasi. Permasalahan yang sering ditemukan dalam perjanjian hutang-piutang, yakni seringkali salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya yang disebut wanprestasi. Apa konsekuensinya? dapat dilakukan gugatan ke Pengadilan, tetapi bukan hanya itu jalan satu-satunya,” ujarnya.

Gambar Tangkapan Layar Zoom Meeting: Rizky Ramadhan Baried, S.H.,M.H.

Menurut Rizky, ada 2 (dua) upaya hukum yang dapat dilakukan jika terjadi permasalahan hutang piutang yakni upaya non litigas dan upaya litigasi.  Pertama, upaya non litigasi dapat diselesaikan melalui musyawarah antar kedua belah pihak dan mediasi. Pelaksanaan mediasi dilakukan untuk mendorong para pihak mencapai win-win solution. Kedua, upaya litigasi melalui mengajukan gugatan ke Pengadilan dan tidak harus diwakili oleh lawyer, artinya para pihak dapat maju sendiri dalam mengajukan gugatan ke Pengadilan.

Sementara Mustika mengatakan, salah satu penyebab utama buruh migran Indonesia terjerat utang dikarenakan pembengkakan biaya penempatan (overcharging). “seharusnya pekerja migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan. Akan tetapi, praktik dilapangan tidak menunjukkan seperti itu,” tuturnya.

Gambar Tanakapan Layar Zoom Meeting: Mustika Prabaningrum, S.H., M.H.

Mustika memebeberkan soal aspek faktor penyebab (overcharging), antara lain; belum memahami peraturan terkait biaya penempatan PMI, tidak berani melaporkan tindakan overcharging karena intimidasi pelaku dan ketidaktahuan akan overcharging.

Menurut Mustika, terdapat 3 (tiga) mekanisme advokasi dalam penyelesaian hutang piutang. Pertama, berdasarkan kasus, maka dapat diselesaikan melalui bantuan hukum baik itu upaya non litigasi maupun upaya litigasi. Kedua, berdasarkan kelas, maka dapat dilakukan pemberdayaan pasca kepulangan para pekerja migran Indonesia. Ketiga, berdasarkan legislatif, maka dapat didorong melalui arah Peraturan Perundang-Undangan. “ Saat ini, pemerintah berupaya merumuskan payung hukum khusus untuk mengatur alur prosedur proses peminjaman atau pembiayaan kepada koperasi-koperasi binaan dari Kementerian P2MI,” tuturnya.

Kegiatan ini berlangsung secara aktif dengan adanya sesi tanya jawab bagi para peserta seputar tema yang telah disampaikan oleh para narasumber. Setelah sesi tanya jawab, kegiatan ditutup dengan sesi foto bersama melalui zoom meeting.

 

 

 

 

[KALIURANG];  Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) dan FH Universitas Airlangga (UNAIR) jalin kerjasama penguatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni dalam bidang pengajaran, penelitian dan pengabdian. Kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) oleh kedua belah pihak pada Kamis (05/02) di Meeting Room 2/II Lt. 2 Sayap Barat, Gedung Mohammad Yamin, FH UII. Kunjungan FH UNAIR tersebut merupakan balasan dari kunjungan FH UII ke UNAIR pada awal tahun 2025.

Dalam acara ini, dihadiri oleh Dekan FH Unair, Prof. Imam Prihandono, Ph.D dan Dr. Maradona, S.H., LL.M.  sebagai Wakil Dekan III; Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko S.H., M.H., sebagai Koordinator Prodi S3 Ilmu Hukum; dan Sapta Aprilianto S.H., M.H., LL.M. sebagai Ketua UKBH FH Unair/ Dosen Bagian Pidana. Sementara itu, dari pihak Fakultas Hukum UII dihadiri oleh Dekan Fakultas Hukum UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H.,M.H.; Wakil Dekan Sumber Daya, Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H.,M.H.; Wakil Dekan Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni, Drs. Agus Triyanta, M.H.,M.A.,Ph.D.; Sekretaris Jurusan, Syarif Nurhidayat, S.H.,M.H.; Ketua Prodi Hukum Doktor, Prof. Dr. M. Syamsuddin, S.H.,M.H.; Koordinator Pembelajaran Magister dan Doktor, Dr. Idul Rishan, S.H.,LL.M.; dan Ketua Prodi Hukum Bisnis, Mukmin Zakie, S.H.,M.H.,Ph.D.

Dalam pertemuan tersebut, dibahas beberapa isu penting berkaitan dengan rencana kerjasama antara Program Studi Hukum Program Doktor dari masing-masing kedua belah pihak. Telah disepakati beberapa rencana kerjasama di bidang pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Kemudian pertemuan ini terdapat sambutan dari dekan FH UII dan FH Unair. Sambutan pertama dari Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H.,M.H., menyampaikan bahwa sebenarnya kerjasama ini telah lama terjalin. “Meskipun kerjasama sesungguhnya, tanpa ini (MoU) pun sudah berjalan. Namun MoU ini sebagai penguat kerjasama kita,” ungkapnya. Beliau menyambut hangat kerjasama Program Doktor dengan FH Unair dan berharap rencana kerjasama ini dapat memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak dan dapat berkontribusi dalam kemajuan masyarakat Indonesia.

Sambutan kedua dari Dekan FH Unair, Imam Prihandono, Ph.D., menyampaikan hal serupa dengan Dekan FH UII. Beliau juga mengaku bahwa FH Unair dan FH UII saling bertukar ilmu dan konsep terkait program-program positif. “Apa saja program-program positif di FH UII, kita juga ambil,” ujarnya. Beliau menambahkan bahwa kerjasama ini sangat strategis dan penting dalam memajukan pendidikan tinggi hukum di Indonesia. Terlebih, tantangan hukum hari ini sangat kompleks di tengah perkembangan politik dan situasi global yang serba tidak pasti.

Acara ini ditutup dengan penandatanganan MoU oleh Ketua Prodi Hukum Doktor, Prof. Dr. M. Syamsuddin, S.H.,M.H., dan Koordinator Prodi S3 Ilmu Hukum, Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., didampingi oleh Dekan FH UII dan FH Unair.