Kegiatan Fakultas Hukum UII penelitian, pengabdian, dan dakwah civitas akademika termasuk seminar, lokakarya, workshop, pemberian penghargaan, kegiatan kerjasama, dan lain sebagainya

[KALIURANG]; Sabtu (19/10) Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali melaksanakan kegiatan International Guest Lecture yang bertempat di Ruang Audiovisual lantai 4, Gedung FH UII. Adapun untuk narasumber pada kegiatan ini adalah Dr. Kimberly Bomar., merupakan seorang pengacara dari Bomar Legal, Stanford, California. International Guest Lecture yang dimulai pada pukul 09.30 – 11.30 WIB ini mengusung tema, “Henrietta Lacks and the Business, Technology, and Ethics of HeLa Cells.” Acara yang dilakukan secara offline dan online via zoom ini dimoderatori oleh Ketua Program Studi Hukum Program Sarjana, Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H., M.H., LL.M., Ph.D., dan dihadiri oleh lebih dari 150 mahasiswa dari PSHPS.

Dalam penjelasannya, Dr. Kimberly menyebutkan bahwa, “Henrietta Lacks (HeLa), adalah Ibu Kedokteran Modern. Nama Henrietta Lacks adalah nama terpenting dalam bidang Bioteknologi dan Kedokteran yang bisa jadi sebelumnya banyak orang belum mengetahuinya. Pada tahun 1950, belum lama setelah melahirkakn anaknya yang kelima dengan David Lacks, Henrietta didiagnosis menderita kanker serviks yang agresif dan tanpa disadari, hal ini harus merubah dunia pengobatan selamanya. Pada tanggal 29 Januari 1951, Henrietta Lacks melakukan perawatan kepada Johns Hopkins, satu-satu rumah sakit di daerah tersebut yang merawat pasien kulit hitam. Namun selama perawatannya Johns Hopkins mengambil dua sampel dari serviks Henrietta tanpa izin atau sepengetahuannya.

Kemudian Dokter Johns mengirimkan sampel jaringan tersebut ke ahli biologi sel, Dr. George Otto Gey, dari sampel yang didapatkan Dr. Gey melakukan isolasi sel kanker dengan menerapkan teknik yang dikembangkan olehnya. Sel-sel ini dapat tumbuh dan membelah tanpa batas dalam media kultur, sehingga dr. Johns dan Dr. Gey memeberikan sel-sel tersebut untuk penelitian di seluruh dunia, namun tidak menjualnya. Terdapat beberapa perusahaan bioteknologi telah berhasil mengambil untung dari sel HeLa dan telah mematenkan cara penggunaannya, salah satunya yaitu Thermo Fisher Scientific Inc., yaitu sebuah perusahaan bioteknologi dengan pendapatan tahunan lebih dari $40 miliar.

Sedangkan untuk keluarga Henrietta sendiri tidak menerima kompensasi apapun dan berjuang untuk membayar perawatan medis dasar. Adanya bisnis Sel HeLa tersebut, keturunan dari Henrietta meyakini bahwa sel-sel tersebut milik Henrietta dan tidak pernah memberikan atau mengizinkan siapa pun untuk menggunakannya. Sehingga mereka meyakini bahwa sebagai ahli waris mereka berhak mendapatkan kompensasi  dan menggugat perusahaan Thermo Fisher. Henrietta memang tidak menyetujui adanya pengambilan dan penggunaan jaringannya, tetapi persetujuannya tidak diwajibkan secara hukum pada saat itu, dan meskipun perawatan Henrietta mencerminkan eksprerimen rasis terhadap kulit hitam, namun  Thermo Fisher tidak ada saat sel Henrietta diambil. Akhirnya pada bulan Agustus 2023, kasus ini diselesaikan tanpa keputusan hukum tentang apakah keluarga Lacks berhak atas kompensasi penggunaan sel HeLa.” berikut penjelasan Dr. Kimberly Bomar.

Sel HeLa adalah alat yang sangat berharga dalam penelitian biomedis. Namun, penting untuk mengingat sejarah di balik sel ini dan menghargai kontribusi Henrietta Lacks serta keluarganya. Acara Guest Lecture ini ditutup dengan ramah tamah dan makan siang bersama di Ruang Erasmus Lantai 3, Fakultas Hukum UII.

  

[KALIURANG]; Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Pusat Pendidikan dan Latihan (PUSDIKLAT) bekerja sama dengan Balai Harta Peninggalan (BHP) Semarang menyelenggarakan kegiatan sosialisasi dengan tema “Tugas dan Fungsi Balai Harta Peninggalan” pada Selasa (29/10). Acara tersebut bertempat di ruang Audio Visual lantai 4 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Sosialisasi Tugas dan Fungsi Balai Harta Peninggalan diikuti oleh mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) FH UII mata kuliah Penyusunan Kontrak dan mahasiswa Program Studi Kenotariatan Program Magister (PSKPM) FH UII. Sosialisasi ini bertujuan untuk mengenalkan pada mahasiswa terkait dengan keberadaan dari Balai Harta Peninggalan terkhusus berkaitan dengan tugas dan fungsi dari Balai Harta Peninggalan.

Sosialiasi ini diawali dengan sambutan dan sekaligus dibuka oleh Dekan FH UII, Prof. Budi Agus Riswandi S.H., M.Hum. Dalam sambutannya tersebut Dekan FH UII menyampaikan bahwa masyarakat umum belum banyak yang mengetahui eksistensi dari Balai Harta Peninggalan dalam kehidupan masyarakat.  Dengan diselenggarakan sosialisasi ini di FH UII diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi mahasiswa FH UII mengenai tugas dan fungsi BHP. Sosialisasi kali ini menghadirkan narasumber dari Balai Harta Peninggalan Semarang dan dosen FH UII.

Narasumber dari Balai Harta Peninggalan yakni Bernardo Da Cruz, S.H., M.H. selaku Kurator Keperdataan Ahli Madya memaparkan berkaitan dengan kewenangan dari BHP yang meliputi pembuatan surat keterangan hak waris, pendaftaran wasiat dan pembukaan wasiat tertutup, pengurusan perwalian, pengurusan pengampuan, pengurusan harta kekayaan milik orang yang dinyatakan tidak hadir (Afwezigheid), pengurusan harta peninggalan yang tidak terurus atau tidak ada kuasannya (Onbeherde), kurator pada kepailitan dan penatausahaan uang pihak ketiga.

Dalam kegiatan ini juga menghadirkan narasumber yakni Nukman Muhammad, S.H. M.Kn., M.M. Beliau membahas berkaitan dengan Balai Harta Peninggalan sebagai wali pengawas dalam melindungi kekayaan anak di bawah umur meliputi mulai dari fungsi BHP dalam perwalian dan kewajiban pengadilan atas penetapan wali yang dikeluarkan serta hambatan-hambatan BHP didalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Setelah penyampaian materi dari narasumber, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab peserta dengan pemateri. Kemudian acara ditutup dengan sesi foto bersama antara narasumber dan peserta sosialisasi tugas dan fungsi Balai Harta Peninggalan.

 

[KALIURANG]; Departemen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum  (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) pada hari Sabtu, (19/10) mengadakan acara kuliah umum yang mengangkat tema “Mahkamah Konstitusi dan Pilkada yang Demokratis”. Acara ini bertempat di Auditorium, lantai 4 FH UII. Kegiatan ini menghadirkan kembali Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A. sebagai keynote speaker, yang memberikan paparan mengenai peran sentral Mahkamah Konstitusi dalam menjaga integritas proses Pilkada. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 200 peserta, baik secara luring maupun daring.

“Dalam sambutannya, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., menyampaikan harapannya agar acara ini dapat memperkaya pengetahuan kita, terutama di bidang hukum tata negara. Beliau menyoroti pentingnya topik ini mengingat pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak yang tengah kita hadapi. Pemilihan langsung yang kita nikmati saat ini merupakan hasil dari reformasi 1998 dan menjadi bukti nyata penguatan demokrasi di Indonesia. Namun, dalam praktiknya, kita seringkali menyaksikan penyimpangan dari nilai-nilai demokrasi, seperti maraknya politik uang. Kompetensi calon pemimpin seringkali dikesampingkan, digantikan oleh kemampuan finansial untuk meraih dukungan. Selain itu, netralitas ASN dalam pilkada juga seringkali teruji. Kondisi ini berpotensi memicu sengketa pilkada dan berujung pada pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi.”

Kuliah umum dengan narasumber Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A. ini dimoderatori langsung oleh Kepala Departemen Hukum Tata Negara FH UII, Dr. Jamaludin Ghafur, S.H., M.H., menghadirkan sebuah diskusi yang sangat menarik  mengenai perbedaan mendasar dalam sistem pemilihan kepala negara dan daerah di Indonesia dan Amerika Serikat. Konstitusi Indonesia memberikan kebebasan yang lebih luas dalam mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah dibandingkan pemilihan presiden. Hal ini memicu beragam interpretasi dan dinamika politik. Pemilihan langsung di Indonesia, meski mendorong partisipasi rakyat, juga berpotensi menimbulkan polarisasi. Sebaliknya, sistem electoral college di AS, kendati unik, seringkali memicu perdebatan karena tidak selalu mencerminkan suara mayoritas nasional. Perbandingan kedua sistem ini menyoroti pentingnya rumusan konstitusi yang jelas dan tegas dalam mengatur mekanisme pemilihan, mengingat implikasinya yang luas terhadap representasi politik, stabilitas pemerintahan, dan dinamika politik secara keseluruhan.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuka peluang bagi pencalonan perseorangan dalam Pilkada. Sebelumnya, dominasi partai politik dalam Pilkada sangat kuat. Namun, MK melihat pentingnya partisipasi masyarakat secara langsung dalam proses demokrasi. Meski begitu, MK menyerahkan detail mekanisme pencalonan perseorangan kepada pembentuk undang-undang. Meskipun tidak secara khusus menangani sengketa Pilkada, MK pernah menjadi tempat terakhir bagi penyelesaian sengketa Pilkada. Kini, sengketa Pilkada diselesaikan melalui mekanisme judicial review di MK, sejalan dengan pandangan bahwa Pilkada adalah bagian integral dari sistem pemilu.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil alih wewenang untuk menyelesaikan sengketa Pilkada karena absennya peradilan khusus dan desakan waktu jelang Pilkada serentak. Selain itu, MK juga mengubah secara signifikan persyaratan pencalonan partai politik dalam Pilkada, menurunkan persentase dukungan yang diperlukan. Tindakan MK ini memicu kontroversi karena dianggap melampaui kewenangannya sebagai penafsir undang-undang, justru bertindak sebagai pembentuk undang-undang dengan mengubah ketentuan yang telah ada. Alasan MK adalah adanya ketidakseimbangan antara persyaratan calon perseorangan dan partai politik, sehingga perlu ada penyesuaian.

Mahkamah Konstitusi mengakui adanya perbedaan dalam penyelenggaraan pilkada di berbagai daerah akibat perbedaan aturan. Meskipun demikian, prinsip demokrasi seperti keadilan, kejujuran, dan transparansi harus tetap dijaga. MK berperan penting dalam memastikan hal ini dengan memutus hasil pemilihan, membatalkan hasil jika ditemukan kecurangan, dan mengawasi keseluruhan proses pilkada. Melalui putusan-putusannya, MK berupaya memastikan pilkada berjalan sesuai aturan dan prinsip demokrasi. Melalui putusan-putusannya, MK tidak hanya menjadi wasit, tetapi juga menjadi penjaga integritas demokrasi dalam penyelenggaraan pilkada.

Setelah pemaparan materi kuliah umum selesai, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang interaktif dan kemudian ditutup oleh moderator. Sesi ini tidak hanya memperkaya pemahaman peserta, tetapi juga menjadi forum diskusi yang hidup dan bermakna.

Program Studi Hukum Program Sarjana Fakultas Hukum UII (Universitas Islam Indonesia) kembali mengundang Fatma Al Ghussain, selaku Executive Director in Amna Care Fund Palestine Activists sebagai pembicara dalam agenda Guest Lecture yang diadakan pada hari selasa, 1 Oktober 2024. Guest Lecture yang dimulai pukul 15.30 tersebut bertempat di Ruang Legislative Drafting, lantai 3 Fakultas Hukum UII, adapun untuk tema yang diangkat pada kesempatan ini yaitu “Legal Violations and the Extent of Application of International Humanitarian Law to Protect Civilians in Gaza”. Kegiatan Guest Lecture ini sebagai upaya untuk selalu mengingatkan kita akan adanya suatu prinsip kemanusiaan, sebagai dukungan terhadap hak asasi manusia, serta sebagai solidaritas sebagai negara berkembang dan juga sebagai bentuk implementasi dari nilai-nilai keagamaan. Dalam Hukum Humaniter Internasional terdapat aturan yang menatur terkait dengan perilaku yang berlangsung dalam konflik bersenjata. Tujuan dari adanya hukum ini adalah untuk membatasi adanya penderitaan manusia selama perang serta menetapkan adanya batasan-batasan cara berperang, dan juga memberikan perlindungan kepada warga atau pihak-pihak yang tidak ikut dalam permusuhan. 

Dalam penjelasannya, Ibu Fatma Al Ghussain menyebutkan bahwa “Penyerangan yang dilakukan oleh tentara Israel telah membunuh lebih dari 60.000 warga sipil, termasuk anak-anak dan wanita, tanpa ampun dan tanpa pandang bulu menggunakan senjata yang dilarang secara internasional. Mereka juga mengebom sekolah dan tenda-tenda yang dipenuhi warga sipil yang berlindung, dan membunuh semua orang di dalamnya. Bukan hanya itu saja, tentara Israel juga memblokir bantuan kemanusiaan memasuki Gaza, termasuk air, makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya. Bahkan mereka juga melakukan penggalian kuburan orang yang telah meninggal dengan mengambil jasadnya dan mengembalikannya tanpa dengan organ dalam. Kekejaman yang dilakukan bukan hanya kepada penduduk Palestina saja, namun juga dengan melakukan penindasan kepada Pers dengan membunuh siapa saja yang melaporkan apa yang terjadi di Gaza, baik melalui suara maupun gambar. Serta mengancam para aktivis media sosial, dengan mengebom rumah-rumah mereka dan membunuh keluarga mereka. Adanya penindasan terus menerus yang dilakukan oleh tentara Israel dengan membunuh para pekerja kemanusiaan, penduduk lokal dan internasional, mereka juga memaksa warga sipil untuk berkali-kali berpindah ke daerah-daerah baru tanpa mengizinkan warga sipil membawa barang-barang pribadi mereka. Hal ini tentu saja menggambarkan adanya ketidakrelevan antara hukum humaniter internasional dalam menghadapi genosida yang berlangsung di Palestina hingga saat ini dan menunjukkan bahwa adanya kegagalan sistem perdilan global dalam mencegah kejahatan perang.” 

Guest Lecture dengan narasumber Fatma Al Ghussain ini dimoderatori langsung oleh Kepala Program Studi Hukum Program Sarjana, Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H., M.H., LL.M., Ph.D., serta dihadiri oleh lebih dari 70 mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Fakultas Hukum UII. Sebelum kegiatan Guest Lecture ditutup oleh moderator, terdapat sesi pemutaran video yang telah disiapkan oleh Ibu Fatma dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dari beberapa mahasiswa yang hadir. Adanya kegiatan ini diharapkan dapat menyadarkan satu sama lain serta sebagai bentuk dukungan terhadap Palestina, bukan hanya sekedar kewajiban moral, tetapi juga sebagai investasi masa depan dunia yang lebih damai serta adil. 

[KALIURANG]; Kabar gembira hadir dari alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII). Segenap keluarga besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) mengucapkan selamat kepada Dr. Naya Amin Zaini,S.H. M.H. atas dilantik sebagai Wakil Rektor Bidang Kerjasama antar Lembaga dan Alumni Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman GUPPI Periode 2024-2028

Dr. Naya Amin Zaini,S.H. M.H. telah menempuh jenjang Strata 1 (S1) di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) pada tahun 2003. Beliau memiliki banyak pengalaman di bidang hukum dan kepemiluan seperti menjadi Advokat, Mediator, bagian dari Asisten Ombudsman, sebagai Anggota sekaligus Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kota Semarang Periode 2018-2023 dan Dosen pengajar. Sehingga diharapkan pengalaman yang telah dilalui ini menjadi motivasi bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) untuk selalu semangat, berusaha untuk menggali potensi yang ada ketika menjalani perkuliahan.

 

 

 

Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) menerbitkan Policy Brief dengan judul besar: Resiliensi Konstitusi di Masa Pesta Demokrasi . Kertas Kebijakan ini memfokuskan objek kajian terhadap 2 (dua) isu besar di masa pesta demokrasi pada tahun 2024 ini, yakni:

    1. Institusionalisasi Kewenangan Presiden Melalui RUU Lembaga Kepresidenan ; dan
    2. Pembatasan Kewenangan Legislasi dan Judicial Review berkaitan dengan ketentuan Pemilihan Umum Ketika Dekat Masa Pesta Demokrasi.
Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Kajian yang ditulis oleh Muhammad Addi Fauzani dan Muhammad Erfa Redhani ini didasarkan pada argumentasi-argumentasi hukum yang objektif dengan metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Kajian menghasilkan beberapa rekomendasi yang ditujukan di antaranya kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Partai Politik, dan masyarakat secara umum.

Tentu saja, kajian yang sangat sederhana ini memiliki kekurangan-kekurangan yang dapat dikembangkan pada kajian-kajian lanjutan. Harapannya Policy Brief ini dapat memberikan alternatif-alternatif kebijakan yang dapat diambil oleh para pemangku kepentingan (stakeholders). Secara lebih detail kajian dapat diakses pada link berikut (klik disini).

[KALIURANG]; Sabtu (31/08), pukul 09.30 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII)  atas nama Ulya Sofiana, S.H., M.H., bertempat di Ruang Mini Auditorium Lantai 4 FH UII, dengan ketua penguji Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., Prof. Nandang Sutrisno, S.H., M.Hum., Ph.D. (promotor), Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. (ko promotor), anggota penguji terdiri dari Dr. Sri Wahyuni, S.Ag., M.Ag., M.Hum., Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag, Dr. Umar Haris Sanjaya, S.H., M.H., Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D.

Ulya Sofiana mempresentasikan disertasinya yang berjudul “Penanganan Konflik Perkawinan Beda Agama dalam Tradisi Merariq Perspektif Kearifan Lokal di Lombok”. Merariq secara terminologi merupakan istilah yang digunakan Masyarakat Lombok untuk menyebut kawin lari, tindakan pertama dari laki-laki dengan atau tanpa persetujuan Perempuan yang diinginkannya dari kekuasaan orang tua atau anggota keluarganya untuk mengambil Perempuan dari keluarganya, jika Perempuan setuju dengan ketentuan adat maka akan menjadi seorang istri. Salah satu jenis merariq yang dianggap melanggar aturan adat adalah perkawinan beda agama yang mengakibatkan terjadinya konflik di Masyarakat Lombok. Potensi konflik yang terjadi dapat berupa penolakan atas perkawinan beda agama, tidak mendapatkan hak waris, dan dikucilkan dari lingkungan sosial tempat tinggal. Sedangkan sampai saat ini belum ada regulasi yang jelas mengenai perkawinan beda agama.

Dalam penelitian disertasinya, Ulya Sofiana merumuskan konstruksi penanganan konflik perkawinan beda agama di Lombok dengan menggunakan tiga tahapan. Pertama, penanganan pra-konflik yaitu Upaya pencegahan dengan melibatkan tokoh agama, adat dan keluarga. Kedua, penanganan konflik yaitu Upaya pemberian sanksi sebagai konsekuensi terhadap perilaku perkawinan beda agama, yaitu penolakan, pengusiran, dan tidak mendapatkan hak waris. Ketiga, penanganan post-konflik yaitu Langkah lanjutan pasca pemberian sanksi dengan melibatkan pemerintah daerah dan tokoh agama dalam memberi pemahaman dan pengetahuan hukum tentang perkawinan beda agama.

Terakhir, Ulya mengungkapkan bahwa dukungan pemerintah daerah menjadi sangat penting sebagai langkah kedepan dalam mewujudkan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai di tengah masyarakat, dan mereformulasi hukum perkawinan Islam agar mempertegas status perkawinan beda agama di muka hukum baik secara fornmil maupun materil.

Selama sesi ujian berlangsung, Ulya Sofiana dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Dr. Ulya Sofiana, S.H., M.H. sekarang resmi menyandang gelar doktor hukum ke 181 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII.  Di akhir sesi ujian, Promotor (Prof. Prof. Nandang Sutrisno, S.H., M.Hum., Ph.D.) memberikan selamat dan berpesan agar Dr. Ulya Sofiana, S.H., M.H. dapat terus menebar manfaat dengan gelar doktor baru yang telah diraih.

“Negara membentuk UU Pemilu (UU 7/2017) untuk mewujudkan sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas. Sayangnya, tidak setiap Pemilu terselenggara secara adil dan berintegritas.” (Disertasi Muhammad Jamal)

[KALIURANG]; Jumat (30/08), pukul 13.30 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII)  atas nama Muhammad Jamal S.H., S.H.I., M.H. dengan disertasi berjudul “Penjatuhan Putusan Pidana Percobaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemilihan Umum Dalam Perspektif Hukum Progresif.”

Ujian Terbuka Disertasi diselenggarakan di Ruang Auditorium Lantai 4 FH UII, diketuai oleh Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., dengan promotor Prof. Dr. Rusli Muhammad, S.H., M.H., ko promotor Dr. Mahrus Ali, S.H., M.H., dengan anggota penguji yang terdiri dari: Prof. Hanafi Amrani, S.H., LL.M., M.H., Ph.D., Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H., M.H., dan Prof. Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Tongat, S.H., M.Hum.  yang bergabung secara online melalui kanal zoom.

Dalam sesi ujian, Muhammad Jamal mengungkapkan pokok bahasan disertasinya, bahwa penegakan hukum yang lemah terhadap tindak pidana pemilu seperti sanksi pidana percobaan menyebabkan semakin maraknya tindak pidana pemilu. Berlandaskan hal tersebut, Muhammad Jamal menganalisa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi tindak pidana pemilu dan mengaitkannya dengan semangat hukum progresif.

Lebih lanjut, Muhammad Jamal menjelaskan bahwa putusan pengadilan tentang tindak pidana pemilu yang Ia teliti tidak memenuhi empat indikator hukum progressif dengan penjelasan sebagai berikut:

  1. Hukum sebagai institusi yang dinamis: indikator ini tidak terpenuhi karena hakim sebatas mempertimbangkan kesesuaian fakta hukum dengan unsur-unsur pasal
  2. Hukum sebagai ajaran kemanusiaan dan keadilan : indikator ini tidak terpenuhi karena putusan tidak melalui pertimbangan/ratio decidendi sehingga tidak memberikan ajaran kemanusian
  3. Hukum sebagai aspek peraturan dan perilaku:  indikator ini tidak terpenuhi karena putusan tidak mempertimbangkan keterkaitan antara pelaksanaan pemilu yang langsung, bebas, jujur dan adil dengan hakikat kedaulatan rakyat dan politik
  4. Hukum sebagai ajaran pembebasan: indikator ini tidak terpenuhi karena putusan pengadilan justru tidak menunjukkan ajaran pembebasan karena sangat terbatas memberikan pertimbangan yang hanya terkait dengan unsur-unsur pasal, dan tidak mendalam atau meluas pada aspek non hukum lainnya.

Dalam disertasinya, Muhammad Jamal juga mengusulkan sebuah konstruksi putusan hakim terhadap tindak pidana pemilu, bahwa putusan pengadilan untuk tindak pidana pemilu ke depannya harus mencirikan lima kualitas, meliputi: putusan pengadilan harus mencerminkan paradigma pembebasan dalam memutuskan kasus-kasus tindak pidana pemilu, putusan pengadilan harus menjadi hukum yang dinamis, putusan pengadilan sebagai ajaran kemanusiaan dan keadilan dan putusan pengadilan harus memuat aspek peraturan dan perilaku secara berimbang. Untuk mewujudkan empat kualitas tersebut, dirumuskan tiga elemen esensial, yaitu:

  1.  Dalam memutus perkara kedepannya, hakim harus menjadikan kedaulatan rakyat dan hak pilih sebagai dasar pertimbangan hukum
  2. Hakim harus menekankan pertimbangan hukumnya pada derajat keseriusan dari dampak tindak pidana pemilu terhadap kedaulatan rakyat dan hak pilih dalam menalar pertimbangan hukumnya
  3. Dengan menggunakan dasar teori proporsionalitas dalam pemidanaan, pengadopsian pertimbangan-pertimbangan tersebut akan meletakkan dasar justifikasi secara lebih kuat bagi hakim untuk menjatuhkan sanksi pidana secara proporsional terhadap pelaku tindak pidana Pemilu. Dalam konteks ini, hakim dapat meletakkan pidana percobaan sebagia sanksi terhadap tindak pidana pemilu yang dampaknya dikategorikan ringan. Untuk tindak pidana pemilu yang dampaknya dikategorikan menengah atau serius, hakim dapat menggunakan sanksi pidana penjara dan denda secara proporsional sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.

Selama sesi ujian berlangsung, promovendus dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Promovendus, Muhammad Jamal S.H., S.H.I., M.H. sekarang resmi menyandang gelar doktor hukum ke 179 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII.

[KALIURANG]; Jumat (30/08), pukul 16.00 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) atas nama Endang Widuri, S.H., M.Hum., bertempat di Ruang Mini Auditorium Lantai 4 FH UII, dengan penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., (ketua Prof. Dr. Sefriani, S.H., M.Hum. (Promotor), Mukmin Zakie, S.H., M.Hum., Ph.D. (Ko promotor),  anggota penguji terdiri dari Prof. Dr. Ridwan, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Winahyu Erwiningsih, S.H., M.Hum., Prof. Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D., dan Dr. Ariyanto, S.H., M.H., CN.

Endang mempresentasikan disertasinya selama kurang lebih 10 menit di awal sesi ujian. Ia mengungkapkan bahwa Penelitian yang Ia lakukan bertujuan untuk mengevaluasi peluang dan tantangan dalam percepatan pendaftaran tanah, serta mengeksplorasi model dan dampak kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta melalui Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendukung program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Penelitian disertasi Endang berjudul “Kolaborasi Pemerintah Dan Swasta Melalui Optimalisasi Dana Corporate Social Responsibility Dalam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Di Indonesia” bersifat yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual, dan historis. Dalam penelitiannya, Endang menemukan bahwa keterbatasan anggaran dan kekurangan sumber daya manusia (SDM), khususnya Surveyor Kadaster Berlisensi, merupakan tantangan utama dari percepatan pendaftaran tanah di Indonesia.

Lebih lanjut, Endang menjelaskan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan swasta, terutama melalui CSR, dapat mempercepat proses pendaftaran tanah dengan meningkatkan alokasi anggaran dan kapasitas SDM, serta memperbaiki kualitas data melalui teknologi modern. “Model kolaborasi ini diharapkan dapat mengurangi sengketa dan meningkatkan kepastian hukum serta kesejahteraan masyarakat, terutama melalui program PTSL”, tuturnya.

Endang juga mengimbuhkan “Evaluasi kerangka hukum dan rekomendasi peningkatan kerangka hukum, serta kualitas data juga diusulkan untuk mendukung keberhasilan program PTSL.” Memungkasi disertasinya, Endang menyimpulkan bahwa untuk mencapai target PTSL pada tahun 2025, perlu dilakukan peningkatan anggaran, penguatan kapasitas SDM, serta perbaikan kualitas data dengan dukungan dari sektor swasta melalui CSR. Model kolaborasi ini akan mempercepat proses dan meningkatkan efektivitas pendaftaran tanah, serta memberikan kontribusi positif terhadap penyelesaian masalah agraria di Indonesia.

Selama sesi ujian berlangsung, Endang Widuri dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Dr. Endang Widuri, S.H., M.Hum. sekarang resmi menyandang gelar doktor hukum ke 180 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII.  Di akhir sesi ujian, Ko-Promotor (Mukmin Zakie, S.H., M.Hum., Ph.D.) memberikan selamat dan berpesan agar Dr. Endang Widuri, S.H., M.Hum.  dapat terus menebar manfaat dengan gelar doktor baru yang telah diraih.

 

[KALIURANG]; Kamis (29/08), pukul 15.30 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII)  atas nama Ahmadi, S.H.I., M.H., bertempat di Ruang Mini Auditorium Lantai 4 FH UII, dengan ketua penguji Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., promotor Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., ko promotor Dr. Abdul Gaffar Karim, S.I.P., M.A., anggota penguji yang terdiri dari: Prof. Dr. Ridwan, S.H., M.Hum., Dr. Idul Rishan, S.H., LL.M., Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H., M.H., dan Dr. Drs. Muntoha, S.H., M.Ag.

Ahmadi mempresentasikan disertasinya yang berjudul “Politik Hukum Pengaturan Pemilihan Kepala Daerah Pasca Amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” selama kurang lebih 10 menit di awal sesi ujian. Ia mengemukakan bahwa desain politik hukum pengaturan pemilihan kepala daerah dalam UUD NRI 1945 mengalami problem mendasar seperti masalah penafsiran dan  penerapan hukum dalam regulasi perundang-undangan. Hal tersebut mengantarkannya untuk menelaah secara lebih eksploratif, komprehensif dan konstruktif terhadap fenomena dinamika hukum perundang-undangan pemilihan kepala daerah di Indonesia yang terjadi secara radikal.

Dalam penelitian disertasinya, Ahmadi menemukan bahwa Politik hukum pengaturan pemilihan kepala daerah dalam UUD NRI 1945 dinyatakan sebagai bagian dari rezim pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang sekaligus berimplikasi pada interpretasi norma pasal 18 (4) secara tidak tepat. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya inkonsistensi pada beberapa perkara seperti: pengaturan pada level undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi, aktor pemilihan kepala daerah, manajemen pelaksanaan pemilihan kepala daerah, lembaga penyelenggara pemilihan kepala daerah dan penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah.

Lebih lanjut, Ahmadi mengusulkan sebuah konstruksi agar pengaturan pemilihan kepala daerah di Indonesia kedepannya dilakukan secara langsung, terbuka dan berjenjang.

Ahmadi juga merekomendasikan untuk melakukan rekonstruksi pengaturan pemilihan kepala daerah pada level undang-undang, membentuk peradilan khusus pemilihan kepala daerah dan melaksanakan pemilihan  secara langsung, terbuka, berjenjang dengan melibatkan Parpol, DPRD dan KPU.

Selama sesi ujian berlangsung, Ahmadi dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Dr. Ahmadi, S.H.I., M.H. sekarang resmi menyandang gelar doktor hukum ke 177 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII.

Di akhir sesi ujian, Promotor (Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum) memberikan selamat dan mendoakan agar ilmu yang diperoleh berkah dan bermanfaat untuk agama dan bangsa. Promotor juga berpesan agar Dr. Ahmadi, S.H.I., M.H  terus berkontribusi dan kritis terhadap perkembangan keilmuan hukum tata negara.