Author: Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U.
Lecturer in Faculty of Law, Universitas Islam Indonesia, Departement of Constitutional Law
“Sekarang kami undang Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia, Tuan Mahfud MD, untuk menyampaikan pidato,” kata moderator tua itu. Saya pun maju ke podium untuk menyampaikan pidato sekitar 15 menit di Cassablanca, Maroko. Pada 12 Juni 2012 itu saya diundang untuk berbicara di depan konferensi in terasional yang dihadiri oleh pimpinan MK dari berbagai negara yang pernah dijajah Prancis dan menjadikan bahasa Prancis sebagai bahasa nasional mereka.
Saya agak terkesima dan terharu ketika pimpinan sidang yang merupakan ketua MK itu memberi pengantar untuk pidato saya. Dia bilang, Mr Mahfud adalah ketua MK Indonesia yang dicatat baik oleh dunia internasional.
MK Indonesia, saat itu, me mang masuk 10 MK palingefektif di dunia sesuai dengan catatan di dalam Harvard Handbook. Tetapi yang membanggakan dan mengharukan saya bukan soal MK Indonesia masuk 10be sar dunia, melainkan ketila dia menyebut Pancasila, Dasa Sila Bandung, dan Bung Karno.
Dia tidak tahu banyak tentang Mr Mahfud kecuali yang dibacanya di Google dan Youtube Tetapi dia mengenal Bung Karno yang berhasil membangkitkan harga diri dan kesadaran nasional bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk menjadi negara yang benar-benar merdeka, terlepas dari jeratan kolonialisme dan neokolonialisme.
Rupanya waktumasih remaja diaílantayahnya hadir pada Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955 dan dia mengetahui Pancasila sebagai ideologinegara Indonesia serta ikut meneriakkan Dasa Sila Bandung. Untuk meyakinkan penjelasannya itu, dia mengajak saya berdiri dan menyanyikan lagu Halo-Halo Bandung. Kami pun menyanyikan Halo Halo Bandung sambil berdiri. Diahafal lagu itu.
Pancasila itu hebat karena bisa mempersatukan kita sebagai bangsa yang sangat majemuk. Pada 27 Oktober 2015 yang lalu saya diundang untuk memberi kuliah umum di American University of Beirut. Pertanyaan utama yang diajukan di dalam term of refference kuliah dan dialog vang bertajuk “Democratic Systemof Indonesiaina Plus ralistic Setting” itu adalah bagaimana Indonesia membangun bangsa sehingga menjadi begitu kuat kebersatuannya.
Saya kemukakan, indonesia membangun kebersatuan de ngan ideologi Pancasila dengan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika (unity in diversity). Pancasila sebagai dasar ideologi negara, tumbuh dari bawah agai kesadaran yang hidup berad-abad, bukan dipaksakan dari us melalui kebijakan represif. Itu sebab nya Bung Karno sebaga encetus Pancasila menyataka tirinya bukan membuat Pancasila, melainkan menggali dari ak budaya bangsa yang sudah menjadi kesadaran hidup bersama selama berabad-abad.
Saya kemukakan juga, dengan Pancasila bangsa Indonesia bersatu kokoh meskipun wilayahnya sangat besar dan beragam pula ikatan primordialnya. Indonesia memiliki 17.504 pulau, mempunyai 1.340 suku bangsa, mempunyai 736 bahasa daerah, dan mempunyai minimal, 6 agama yang disebut di dalam peraturan perundangundangan di samping berbagai agama dan keyakinan yang tidak disebutkan secara resmi.
Dengar pluralitasitu Indonesia bisa bersatu melalui sistem demokrasi yang dibangunnya sendiri. Ini jauh berbeda dengan India, misalnya, yang ketika Mahatma Gandhi menyatakan India yang majemuk akan menjadi negara bersatu melalui sistem demokrasi ternyata terpecah se cara tragis. Pada 1947 Ali Jinnah mendirikan negara Pakistan, menyatakan lepas dari India, dengan alasan orang orang Pakistan memeluk agama Islam se dangkan orang Hindustan (India) memeluk agama Hindu.
Setelah memisahkan diri dari India dengan alasan perbedaan agama, Pakistan pun pecah juga. Orang-orang Pakistan yang ada di belahan barat, berkulit agak terang, tampak lebih intelek, dan berbahasa Urdu, dianggap tidak ramah dan tidak adil terhadap orang-orang Bangladesh yang ada di belahan timur, berkulit agak gelap, dan berbahasa Bengali. Pada 1971 Bangladesh pun melepaskan diri dari Pakistan untuk menjadi negara merdeka. Kawasan itu sampai sekarang masih menghadapi gerakan disintegrasi dari Kashmir.
Indonesia selamat dari tragedi seperti yang dialami di India karena Pancasila bisa menjadi pengikat kebangsaan yang kokbh. Pada 8 Februari 2012 Rashad Husein, utusan Presiden AS Barack Obama dalam urusan penegakan HAM untuk negara-negara OKI, berkun jung ke Kantor MK di Jakarta Kepada saya dia menyoal ten tang munculnya gejala intole ransi dan diskriminasi, peng usiran, dan perusakan rumal ibadah oleh sekelompok orang atas nama agama.
“Apakah konstitusi di Indo nesia masih efektif?” tanya Husein. Saya menjelaskan, konstitusi di Indonesia bekerja efekti karena Indonesia mempunya Pancasila. “Kasus-kasus yang Anda sebutkan sangatlah kecil dan hanya merupakan problem penegakan hukum dan keamanan yang reguler saja. Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan penduduk sekitar 248 juta jauh lebih besar dari 20 negara yang besar besar di Eropa. Di Eropa yang negaranya kecil-kecil saja masih ada kekerasan-kekerasan dan intoleransi seperti itu,” jawab saya, tentu dengan membela Indonesia.
Alhasil, secara konseptual Pancasila sebagai dasar dan ideologinegarasudahsangatkokoh, berhasil melumat setiapgerakan disintegrasi. Tantangan kita sekarang bukanlah Pancasila sebagai ideatau cita (citane gara, cita hukum, cita budaya, dan sebagainya), melainkan realitas ketidakadilan, melemahtiya supremasi hukum, merajalelanyakorupsi, dan melebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi. Hal-halitulah yang mengancam keutuhan Indonesia kini.
Itu saya sampaikan di depan putri Bung Karno, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan ribuan hadirin pada syukuran hari lahirnya Pancasila di Tugu Proklamasi Rabu kemarin. Tiga hari yang lalu, 1 Juni 2016, Presiden sudah mengeluarkan Kepres Nomor 24/ 2016 tentang Hari Lahir Panca sila. Mudah-mudahan kita tetapingat, tantangan bagi Indonesiasekarangini bukanlah soal cita-ideologis Pancasila, me lainkan penerapan Pancasila tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
This article have been published in SINDO, 4 June 2016.