Peraturan dan Penerapan Upaya Adminitratif Dalam Konteks Sistem Peradilan Adminitrasi Di Indonesia
[KALIURANG]; Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar Ujian Doktor Periode November 2022 pada Sabtu (19/11). Pada periode kali ini ada empat mahasiswa PSHPD yang mengikuti ujian.
Peserta pertama yaitu Kukuh Santiadi, S.H., M.H. dengan NIM 17932007. Ia menjalani Ujian Kelayakan Naskah Disertasi, dengan judul penelitian Peraturan dan Penerapan Upaya Adminitratif Dalam Konteks Sistem Peradilan Adminitrasi Di Indonesia.
Ujian Kelayakan Naskah Disertasi periode November 2022 masih diadakan secara dalam jaringan (daring) melalui Zoom Meeting. Dalam Ujian Kelayakan Naskah Disertasi, Tim Dosen Penguji terdiri dari:
- Prof. Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H. sebagai Ketua Sidang sekaligus Ketua Program Studi Hukum Program Doktor
- Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum. sebagai Promotor
- Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. sebagai Co-Promotor
- Prof. Dr. Supandi, S.H., M.Hum. sebagai Anggota
- Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S. sebagai Anggota
- Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. sebagai Anggota
- Dr. SF. Marbun, S.H., M.Hum. sebagai Anggota
Prof. Dr. Supandi, S.H., M.Hum. sebagai anggota dari Tim Dosen Penguji, menyampaikan banyak masukan untuk penelitian ini. Pertama, UA dalam khazanah HAN Indonesia pasca berlaku UU 30/2014, yang diatur dalam Pasal 48 UU 5/1986, setiap sengketa administrasi wajib dilakukan UA, maka harus ditempuh lebih dahulu. Jika dalam bentuk keberatan, maka PTUN yang berwenang, namun jika dalam bentuk banding administratif, maka PTTUN yang berwenang. Hal ini dipandang sebagai quasi peradilan semu.
Kedua, UA dalam Pasal 75 UU 30/2014 tidak masuk dalam quasi peradilan, namun berupa dialog apabila ada benturan kepentingan. Secara filosofis diambil dari musyawarah yang diangkat dari budaya Indonesia. Sehingga PTUN menjadi upaya terakhir menyelesaikan sengketa diantara keduanya.
“Perlu dipertegas kedudukan UA dalam Pasal 48 UU 5/1986 dan Pasal 75 UU 30/2014. Hal ini agar bisa menjadi doktrin sebagai ciri khas dalam litigasi dan kearifan lokal. Tentang digitalisasi peradilan. Hal ini adalah keniscayaan perkembangan peradaban, namun tidak semudah membalik tangan. Hal ini butuh proses.”
Prof. Dr. Yos Johan Utama, S,H., M.Hum. sebagai promotor menanggapi masukan dari Prof. Yandi, UA dalam UU 30/2014 memang semacam dialog, sehingga tahu akar masalahnya apa. Sebab ada hal-hal yang tidak disampaikan dalam proses persidangan. Saya setuju bahwa ini memang dipandang sebagai dialog.
“Konstruksi yang disampaikan oleh Prof Supandi, yakni secara holistik, bisa menjadi salah satu solusi. UA juga dipandang sebagai dialog dan sebagai objek gugatan adalah keputusan asalnya.” tutur Prof. Yos sapaan akrabnya.
Hasil dari Ujian Kelayakan Naskah Disertasi yang ditempuh oleh Kukuh berhasil layak diteruskan ke Ujian Tertutup dengan perbaikan minor, dengan waktu perbaikan maksimal akhir November 2022.