Berhasil Menjadi Doktor Di Awal Tahun 2023
[KALIURANG]; Sempat terhenti karena pandemi, kini Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali mengadakan Ujian Terbuka secara luring. Ujian berlangsung selama bulan Januari, hari pertama dimulai pada Jumat (13/23) bertempat di Auditorium Lantai 4 Gedung FH UII. Ujian Terbuka kali ini juga merupakan Ujian Terbuka yang diadakan di Gedung Baru, dan juga disiarkan melalui Kanal YouTube, Pascasarjana FH UII.
Ujian Terbuka digelar secara meriah dan dihadiri oleh pimpinan, para dosen, serta mahasiswa. Ujian dimulai pukul 13.00 WIB dan berlangsung selama 90 menit.
Mahasiswa pertama yang telah resmi menyandang gelar doktor di bidang Ilmu Hukum pada Ujian Terbuka Periode Januari 2023 yakni Fira Mubayyinah, S.H.I., M.H.
Fira menjalani ujian dengan dipimpin langsung oleh Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. sebagai ketua sidang.
Fira mengangkat judul disertasi “Formulasi Sanksi Pidana Denda Hubungannya Dengan Biaya Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi.”
Dewan Penguji terdiri dari:
- Prof. Dr. Rusli Muhammad, S.H., M.H.
- Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.H.
- Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.
- Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.HUM.
- Dr. M. Arif Setiawan, S.H., M.H.
- Dr. Mahrus Ali, S.H., M.H.
Penelitian yang dilakukan oleh Fira berfokus pada kajian tentang reformulasi sanksi pidana denda hubungannya dengan biaya penanganan perkara tindak pidana korupsi.
Menurutnya, penelitian ini penting untuk dibahas, karena masih tingginya angka tindak pidana korupsi berimplikasi pada berbagai hal termasuk biaya penanganan perkara. Besarnya biaya penanganan perkara korupsi dalam jangka waktu yang panjang kedepan akan menjadi beban keuangan negara. Tingginya angka korupsi sebagai indikator ketersediaan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang antikorupsi, belum mampu mencegah potensi korupsi.
Fira mengangkat penelitian ini pada disertasinya karena didasari pada dua permasalahan yang ada. Pertama, apa urgensi pembebanan pembayaran biaya perkara bagi pelaku tindak pidana korupsi sebagai komponen dari sanksi pidana denda.
Kedua, bagaimana reformulasi sanksi pidana denda hubungannya dengan biaya penanganan perkara tindak pidana korupsi di masa yang akan datang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konsep.
Hasil penelitian yang Fira dapatkan yaitu, menunjukan setidaknya terdapat tiga argumentasi terkait urgensi pembebanan biaya perkara pada pelaku tindak pidana korupsi.
Tiga argumentasi tersebut yang pertama, korupsi sebagai putusan rasional. Kedua, penanganan perkara korupsi membutuhkan biaya besar. Ketiga, dalam rangka perwujudan sistem peradilan pidana yang efisien.
“Adapun formulasi norma hukum sanksi pidana denda kedepannya; pertama, biaya penanganan perkara dimasukan sebagai skema perhitungan pidana denda. Kedua, jumlah biaya penanganan perkara yang harus dibayar sebanyak-banyak didasarkan pada kebutuhan biaya yang dikeluarkan oleh aparat penegak hukum secara faktual dalam menangani perkara sejak dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, upaya hukum dan pelaksanaan eksekusi. Ketiga, apabila pidana denda tidak dibayar maka aparat penegak hukum dapat melakukan tindakan berupa Asset Recovery.” tuturnya dalam presentasi Ujian Terbuka.
Jika dirunut dari pemaparannya, penelitian Fira merekomendasikan adanya perubahan perubahan terhadap UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 dengan memasukan pengaturan tentang BPP bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam skema sanksi pidana denda.
Hasil ujian yang diperoleh lulus dengan predikat Sangat Memuaskan dan Indeks Prestasi 3.95. Ketua Sidang, mengucapkan selamat atas gelar Doktor yang telah diraih dan semoga dengan desertasi tersebut dapat membawa manfaat dalam bidang hukum.