Penanganan Konflik Perkawinan Beda Agama dalam Tradisi Merariq Perspektif Kearifan Lokal di Lombok: Ujian Terbuka Disertasi (Promosi Doktor) Ulya Sofiana
[KALIURANG]; Sabtu (31/08), pukul 09.30 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) atas nama Ulya Sofiana, S.H., M.H., bertempat di Ruang Mini Auditorium Lantai 4 FH UII, dengan ketua penguji Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., Prof. Nandang Sutrisno, S.H., M.Hum., Ph.D. (promotor), Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. (ko promotor), anggota penguji terdiri dari Dr. Sri Wahyuni, S.Ag., M.Ag., M.Hum., Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag, Dr. Umar Haris Sanjaya, S.H., M.H., Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D.
Ulya Sofiana mempresentasikan disertasinya yang berjudul “Penanganan Konflik Perkawinan Beda Agama dalam Tradisi Merariq Perspektif Kearifan Lokal di Lombok”. Merariq secara terminologi merupakan istilah yang digunakan Masyarakat Lombok untuk menyebut kawin lari, tindakan pertama dari laki-laki dengan atau tanpa persetujuan Perempuan yang diinginkannya dari kekuasaan orang tua atau anggota keluarganya untuk mengambil Perempuan dari keluarganya, jika Perempuan setuju dengan ketentuan adat maka akan menjadi seorang istri. Salah satu jenis merariq yang dianggap melanggar aturan adat adalah perkawinan beda agama yang mengakibatkan terjadinya konflik di Masyarakat Lombok. Potensi konflik yang terjadi dapat berupa penolakan atas perkawinan beda agama, tidak mendapatkan hak waris, dan dikucilkan dari lingkungan sosial tempat tinggal. Sedangkan sampai saat ini belum ada regulasi yang jelas mengenai perkawinan beda agama.
Dalam penelitian disertasinya, Ulya Sofiana merumuskan konstruksi penanganan konflik perkawinan beda agama di Lombok dengan menggunakan tiga tahapan. Pertama, penanganan pra-konflik yaitu Upaya pencegahan dengan melibatkan tokoh agama, adat dan keluarga. Kedua, penanganan konflik yaitu Upaya pemberian sanksi sebagai konsekuensi terhadap perilaku perkawinan beda agama, yaitu penolakan, pengusiran, dan tidak mendapatkan hak waris. Ketiga, penanganan post-konflik yaitu Langkah lanjutan pasca pemberian sanksi dengan melibatkan pemerintah daerah dan tokoh agama dalam memberi pemahaman dan pengetahuan hukum tentang perkawinan beda agama.
Terakhir, Ulya mengungkapkan bahwa dukungan pemerintah daerah menjadi sangat penting sebagai langkah kedepan dalam mewujudkan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai di tengah masyarakat, dan mereformulasi hukum perkawinan Islam agar mempertegas status perkawinan beda agama di muka hukum baik secara fornmil maupun materil.
Selama sesi ujian berlangsung, Ulya Sofiana dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Dr. Ulya Sofiana, S.H., M.H. sekarang resmi menyandang gelar doktor hukum ke 181 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII. Di akhir sesi ujian, Promotor (Prof. Prof. Nandang Sutrisno, S.H., M.Hum., Ph.D.) memberikan selamat dan berpesan agar Dr. Ulya Sofiana, S.H., M.H. dapat terus menebar manfaat dengan gelar doktor baru yang telah diraih.