The spread of pandemic decease, COVID-19, enforce all public and private sectors to prevent meetup and contact of mass people or public activity as well as Universitas Islam Indonesia (UII). As follow the Rector Circular Number 1048/Rek/10/SP/III/2020, all regular class are conducted by using online platforms. The online learning is now extended to 7th June 2020 as part of the tight mitigation prevention measures.

Based on Rector Circular, all of the lectures will be held online. So do the Faculty of Law, all regular lecture will be held using online platforms, like Zoom and Google Meet.

However, it is inevitably, the ability to master technology by some teaching staff and the lecturer is not evenly distributed. So, the Faculty of Law UII conducts a Workshop of Online Learning System by Utilizing Zoom and Google Hangout Meet Platform for lecturers. “Recently, lecturers at the Faculty of Law UII only familiar with google classroom, one of the online platforms from google besides the Google Hangout Meet. Therefore, training is needed to introduce the use of the application to lecturers and teaching staff to enhance the effectiveness of learning using Zoom”, said the Head of Committee, Dodik Setiawan Nur Heriyanto, SH., MH., LLM., Ph.D.

Due to the implementation of the Rector’s policy in the prevention of the COVID-19 at the university area, the tutorial was held by an online meeting using Zoom and Google Hangout Meeting platforms. “All of the participants are lecturers of the Faculty of Law. The content of the materials itself consists of how to manage Zoom and Google Hangout Meet for online lecture, and the student’s attendance status at google classroom”, said Dodik Setiawan.

The Workshop itself was held in 3 batches. The first batch was held on 19th March 2020 and attended by 17 participants. The second batch was held on 21st March 2020 and attended by 20 participants. While the third batch was held on 22nd March 2020 and attended by 14 participants. In the workshop, there were two speakers: Abdurahman Al-Faqih, SH., MA., LLM and Eko Riyadi, SH., MH. All the session was held online.

It seems the pandemic of COVID-19 will not stop the process of the lecture at the Faculty of Law of UII. “We do hope the pandemic will stop soon and all the lecture back to normal. But, for the mitigation, we really do our best to provides transfer of knowledge to our students in safety ways”, said Dodik Setiawan.

Author: Ayunita Nur Rohanawati, S.H., M.H.
Lecturer in Faculty of Law, Universitas Islam Indonesia, Departement of Public Administration Law

AWAL 2020 mencuat kabar adanya mogok kerja yang dilakukan pekerja PT AFI, produsen es krim. Aksi dilakukan karena beberapa hal. Di antaranya tahun 2019 ada tingkat keguguran dan kematian bayi sebanyak kurang lebih 20 kasus. Mencuatnya kembali kasus terkait tidak terpenuhinya alat-alat keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Serta terlalu ketatnya waktu kerja yang terbagi atas shift. Padahal, 2017 menjadi saksi bisu mogok kerja yang dilakukan perusahaan tersebut. Karena banyaknya jumlah pekerja yang mengalami kecelakaan kerja akibat tidak diberikannya alat-alat keselamatan kerja dalam bekerja.

Sebagaimana diatur Pasal 78 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau yang lebih dikenal dengan UUK, buruh yang sedang hamil dilarang untuk dipekerjakan pada shift malam. Hal ini berkaitan dengan kondisi kesehatan. Sebab perempuan hamil membutuhkan perhatian yang lebih terkait dengan kondisi kesehatannya. Ini terkait ada janin yang sedang tumbuh di dalam rahimnya.

Regulasi Perburuhan

Wacana pemerintah untuk membuat regulasi dengan mekanisme omnibus law dengan salah satu RUU yang masuk adalah RUU Cipta Kerja, bertentangan dengan kondisi perburuhan Indonesia saat ini. Jika benar nantinya RUU Cipta Kerja ini disahkan, tak ada lagi tempat buruh menaikkan posisi tawarnya di depan pengusaha. Selain posisi pemerintah lemah pada regulasi ini, RUU Cipta Kerja menghapus sanksi pidana bagi pengusaha.

Jika pembiaran terhadap ketidakadilan ada di lapangan, apakah efektif sebuah regulasi disusun dengan posisi berat sebelah? Belum diberlakukan RUU tersebut, ternyata masih ada kondisi perburuhan yang masih jauh dari kata adil dan sejahtera. Bagaimana jika benar adanya RUU itu nantinya disahkan? Keseimbangan posisi antara buruh dan pengusaha dalam perjanjian kerja hanyalah semu belaka.

Sejatinya, buruh bekerja untuk memperoleh penghidupan yang layak demi menyejahterakan keluarganya. Hanya saja, praktik di lapangan dalam bekerja, tujuan buruh untuk mencapai kedua tujuan tersebut masih ada yang mengalami kesukaran. Dalam proses ini sangat diperlukan itikad baik dari pengusaha dalam memberi kerja serta kesadaran pengusaha akan tujuan Hubungan Industrial Indonesia yang sejalan dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 yaitu Warga Negara Indonesia berhak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Perempuan Buruh

Bukan kali pertama di Indonesia permasalahan perempuan buruh terenggut haknya untuk hamil dan melahirkan secara damai. Angan-angan menimang anak seketika runtuh dengan berbagai kondisi kerja yang dialami sehingga harus mengikhlaskan kehilangan janin dan bayi. Perempuan memang tidak memiliki kedudukan utama sebagai pencari nafkah dalam keluarga, namun ada kondisi-kondisi yang mengharuskan perempuan mengambil peranan untuk bekerja dan memperoleh penghasilan.

Dalam UUK ketentuan perlindungan bagi buruh perempuan yang melahirkan sudah tertera di sana dengan sangat jelas. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) UUK yang menyebutkan bahwasanya buruh perempuan memiliki hak istirahat melahirkan selama 3 bulan, kemudian berlanjut pada kewajiban pengusaha untuk mengikutsertakan pekerjanya pada jaminan sosial di mana berkaitan erat dengan cakupan biaya melahirkan. Selain itu berlanjut pada hak si jabang bayi berupa tunjangan anak yang juga menjadi komponen gaji yang berhak didapatkan buruh tersebut.

Kondisi itukah yang melatarbelakangi pengusaha memberikan beban kerja yang semakin berat pada buruh perempuan yang hamil sehingga mengakibatkan kematian janin dan bayi dalam kandungan, demi menghindari tumpukan kewajiban-kewajiban bagi pengusaha yang berdampak pada kondisi keuangan perusahaan? Bukankah Indonesia telah mengatur dengan indahnya dalam hitam di atas putihnya pada Pasal 28A UUD NRI 1945 tentang jaminan hak hidup warga negara?

This article have been published in Opini Rubric of Kedaulatan Rakyat Newspaper, 14 March 2020.

 

UNES Semarang (15/3) Mr. Susanto, one of the supporting staff of the UII Faculty of Law, succeeded in bringing UII students to the Mens Runner Up and Women’s Third Place at the Yuzu Isotonic Central Java Badminton Student League and Special Region of Yogyakarta Conference at Semarang State University 10-15 March 2020.

Dear students,

In response to the new Rector letter No. 1048/Rek/10/SP/III/2020, all classes in the International Program would be replaced by online learning from March 16, 2020 to April 15, 2020. This is also part of the mitigation response to the prevention of the spread of COVID-19. Thus, please keep an eye on information from your lecturers or via available social media groups (including official WhatsApp group of Kabar Kuliah). We do really hope this situation will getting down. Keep and stay healthy everyone!

IP FH UII,

 

The advancement of industry and trade has demanded the business world in many sectors to continue to develop, one of which is the legal practitioners. The Corporate Lawyer profession is a ‘rising profession’ due to the development of the business world.

To answer the students’ thirst, the Faculty of Law at the Islamic University of Indonesia (UII) held a Guest Lecture entitled “Introducing on Corporate Lawyering”, on Thursday, March 12, 2020. The guest lecturers brought in were Corporate Lawyer practitioners from one of the national law firms, Assegaf Hamzah and Partners (AHP). They are Bono Daru Adji S.H., L.LM., and M. Insan Pratama, S.IP., S.H., L.LM., managing partners and senior associates at AHP.

The Guest Lecture was opened by Secretary of the International Undergraduate Program Faculty of Law UII, Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H., M.H., L.LM., Ph.D. In his remarks, Dodik Setiawan emphasized to the participants to be able to take valuable learning from the event. Therefore, business competition has increasingly developed in the digital age. Whereas the young generation has many advantages because they are accustomed to digital technology in their daily lives.

This Guest Lecture Program: Introducing the Corporate Lawyering was moderated by Rahadian Diffaul Barraq Suwartono, SH. The event was held in the Audio Visual Room, Faculty of Law, Indonesian Islamic University and attended by students and lecturers.

In their material, Bono Daru Adji and Insan Pratama explained what corporate lawyers are. According to Bono, a lawyer currently does not merely work in court. But, there is also the profession of a lawyer who is in charge of carrying out many legal actions for companies, known as corporate lawyers. As a legal practitioner, a corporate lawyer must be broad-minded. “A corporate lawyer is partly an engineer, partly a banker and mostly a lawyer,” Insan explained. Meaning, a corporate lawyer must study various aspects of scientific disciplines, such as economics and engineering, in addition to legal disciplines. Because, a corporate lawyer is a determinant of whether a company’s business agreement will take place or not.

In addition to introducing the profession of corporate lawyers, Bono and Insan also introduced how a career in a law firm. Insan, who is a Faculty of Law UII alumnae, introduced the recruitment scheme in AHP. According to him, students should not only be satisfied with knowledge in the classroom but also must develop themselves. Social activities, verbal communication skills, and dexterity are the capital of a corporate lawyer.

The Guest Lecture program was attended by around 50 students and was broadcast live through the Faculty of Law UII’s YouTube channel. While lecture material can be accessed openly at the link http://bit.ly/CLUII.

Congratulations, UII Faculty of Law Team as the Quarter Finalist and the National Exhibition Team to Represent Indonesia in the International Round of the Philip C. Jessup International Law Moot Court Competition 2020.

Oralists:
Ardya Syafhana 16410028
Rafi Nasrulloh M. Romdoni 16410106
Alfi Nurjannah 18410637

Reseachers:
Rukma Hermawan 18410672
Annisa Aulya Putri 18410696

Manager:
Arif H. Husnan 18410699

Coaches:
Christopher Cason, J.D. LL.M.
Nur Gemilang Mahardhika, S.H., LL.M.
Meiske Iriyani, S.H.

Supervisors:
Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D.
Dra. Sri Wartini, S.H., M.H., Ph.D.

Author: Dr. Idul Rishan, S.H., LL.M

Lecturer in Faculty of Law, Universitas Islam Indonesia, Departement of Constitutional Law

Suara keras Fraksi Partai Demokrat terhadap skandal Jiwasraya semakin tajam ke arah pembentukan Pansus hak angket. Intensitas tekanan itu menguat setelah perusahaan “pelat merah” tersebut diperkirakan mengalami kerugian fantastis lebih dari 10 Triliun. Upaya Demokrat menggulirkan hak angket Jiwasraya bisa jadi disebabkan oleh dua logika yang saling bertautan. Jikalau meletakkan ini dalam kerangka logika hukum, maka skandal Jiwasraya harus dibuka secara terang di hadapan publik. Penyelidikan itu semata-mata dilakukan untuk menilai apakah persoalan ini murni akibat urusan bisnis, ataukah akibat kelalaian pemerintah. Namun jikalau meletakannya dalam kerangka politik, bisa jadi ini bentuk perlawanan Demokrat terhadap rezim. Pasalnya, Jokowi sempat mengungkapkan bahwa kerusakan di perusahaan itu telah terjadi sejak satu dekade lalu. Spekulasi politik demikian tentu tidak bisa diabaikan. SBY tak mau kehilangan momentum untuk memperbaiki citranya. Terlepas dari spekulasi itu, hal mendasar yang perlu direspons ialah seberapa relevankah angket untuk mengupas skandal di Jiwasraya ?

Jika menyemai kembali fungsi pengawasan politik parlemen, hak angket merupakan konsekuensi logis untuk menormalkan keterpisahan relasi eksekutif-legislatif dalam sistem presidensial. Dalam praktik kenegaraan, hak angket tumbuh dan berkembang dalam tradisi politik yang mengagungkan pentingnya kontrol parlemen terhadap pemerintah. Parlemen hadir sebagai “watcher” atas segala kebijakan yang diambil dan sedang  dilaksanakan pemerintah. Kebutuhan pengawasan melalui hak angket menjadi kian penting untuk menyelidiki kebijakan strategis pemerintah yang dinilai bertentangan dengan hukum positif dan berdampak secara luas. Dalam analisis Burke, ketika presiden kembali terpilih di periode kedua, pengawasan politik parlemen berada pada puncak ekskalasi. (John Burke:2009). Burke mengambil sampel pemerintahan di U.S. Data menunjukan, hasil penyelidikan parlemen di periode kedua pemerintahan kerap berujung pada pintu pemakzulan. Periode kedua kerap memunculkan banyak skandal, korupsi, dan melemahnya sektor ekonomi. Dalam tradisi perpolitikan U.S., para akademikus juga menyebutnya dengan istilah kutukan periode kedua “the second terms curse”.

Sekiranya cukup relevan dengan kondisi saat ini. Di awal periode kedua pemerintahan, Jokowi dihujam begitu banyak kritik dan skeptisme publik. Tak salah jika parlemen memainkan peran penting sebagai penyeimbang untuk melakukan penyelidikan atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang berdampak secara luas. Namun cukup ironis. Berbicara hak angket DPR merupakan sesuatu yang sifatnya utopis. Peran DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan telah terdistorsi sejak awal. Budaya kepartaian yang buruk, menyebabkan partai politik di parlemen diikat bukan atas kesamaan preferensi kebijakan, melainkan melalui ikatan pragmatisme. Koalisi diikat melalui basis take and gift hanya untuk memaksimalkan kekuasaan “office seeking” (Burhanudin Muhtadi:2019). Di periode pertama pemerintahan Jokowi-JK, langkah untuk melakukan interpelasi dan angket kerap menuai kebuntuan. Sebut saja usulan pembentukan pansus terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak, pengangkatan dan pemberhentian Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi Sumber Daya Mineral, justru direduksi dengan kekuatan mayoritas pendukung pemerintah di DPR. Satu-satunya yang lolos pada tingkat Pansus ialah angket terhadap KPK. Begitu banyak energi yang telah terkuras namun hasilnya juga absurd.

Selain soal syarat formil yang tidak mudah, substansi angket cenderung gembos dan tak terpakai (useless). Angket akan kencang di awal namun lama kelamaan akan mengalami pembusukan. Jokowi telah mengunci sekuritas politik dengan koalisi gemuk di DPR. Hanya PKS dan PAN yang sejauh ini konsisten memainkan peran oposisi. Itupun hanya menguasai 16.4% suara di DPR. Sisanya Partai Demokrat yang memiliki persentase kursi sekitar 9.4%. Sementara 75% kursi dikuasai oleh partai koalisi pemerintah. Relasi Presiden dan DPR “blended” sehingga roda pengawasan politik cenderung tidak objektif bahkan macet. Sekalipun PKS, PAN, dan Demokrat berada pada poros oposisi, hasil angket akan digembosi pada tingkat paripurna. UU MD3 mensyaratkan keputusan politik hak angket terhadap Jiwasraya harus diambil lebih dari 1/2 jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 jumlah anggota DPR yang hadir.

Gagalnya usul interpelasi, angket, ataupun menyatakan pendapat DPR tentu tidak akan lepas dari peran lobi yang dilakukan pemerintah kepada parpol koalisi di DPR. Sikap partai yang cenderung akan membenarkan semua keinginan pemerintah, tidak lebih dari sebuah pilihan untuk tetap bertahan pada jalur kekuasaan. Gagalanya fungsi pengawasan melalui hak angket menjadi penanda bahwa koalisi kepartaian bisa mempermainkan dan menegasikan logika publik. Demokrasi membusuk. Persis seperti preskripsi yang dituliskan Chomsky. Cara instan untuk mengunci sekuritas politik ialah dengan cara membeli “mereka” (Noam Chomsky:2016). Peran dan objektivitas DPR sebagai sebagai pengawas melemah akibat tawaran jabatan, bantuan, imbalan, dan juga bisa jadi karena bisnis.

This article have been published in rubric Pendapat of  TEMPO Newspaper, 10 February 2020.

The Undergraduate Study Program in Law, Faculty of Law, Universitas Islam Indonesia has celebrated a welcoming ceremony for the Credit Transfer Program Participants 2019-2020 to IIUM, Malaysia and Youngsan University, South Korea. The event was held on Monday, 27th of January 2020 in Room TS/III.8 Tamansiswa Campus. The 10 participants shared their experience during the short semester study at the foreign universities. “We really enjoyed our study in Malaysia. Teachers treated us very well. We also learned specifically the Malaysian legal system.” said Yuwan Zaghlul Ismail, one of the participants.

“The Study Program really appreciates the courage of the students and their academic achievement. We also received good feedback from our partner that our students could able to show that they could study well with very active communication skills and good behavior. This really affects a good reputation for our university.” said Dr. Budi Agus Riswandi, the Head of the Undergraduate Study Program.

The next program, UII will not only send their students to Malaysia and South Korea, but also to the University of Western Australia – in response with the previous signing MoA with the Australian partner.

The Entire Civitas Academia of the Faculty of Law Universitas Islam Indonesia Mourned the Death of One of Our Alumnae. Tommy Apriando was former student of Faculty of Law UII Year 2007. His path as a journalist, social activist, and alumnae may give great inspiration toward the younger students after him. Rest in Peace. May Allah give him Jannah.

Three Students of the Faculty of Law of the Islamic University of Indonesia successfully passed to take part in the Global Collaboration Program organized by the University of Youngsan, South Korea. This program will be carried out from 3 to 18 January 2020. For approximately 2 weeks participants from various parts of the world will participate in activities such as South Korean language training, Introduction to Law and Culture of South Korea, and visits to several important places in Busan.

“This program is an example of the realization of the agreement between the Indonesian Islamic University and Youngsan University. We hope students can take knowledge and experience while participating in activities. In addition, program participants are also expected to pass on their knowledge and experience to other students after returning to Indonesia. ” Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum, Chair of the Faculty of Law Study Program at the Faculty of Law UII.

The collaboration between the Faculty of Law of UII and Youngsan University is very intensive. Currently there are still 5 (five) UII Law Faculty students who are still taking the Credit Transfer Program for 1 (one) semester at Youngsan University. In 2018, 1 (one) UII Law Faculty student also joined the Summer Course. “This program can not only be participated by International Program Students, but regular program students can also participate,” said Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. The Dean of the Faculty of Law of UII when closing the release ceremony.

The release ceremony for students who participated in the Global Collaboration Program 2020 in Busan South Korea took place solemnly. The event took place on December 27, 2019 in the Multipurpose Room attended by students, leaders and representatives of division heads within the Faculty of Law of UII.