Lihat
Salah satu agenda penting dari reformasi tahun 1998 adalah pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pada saat gerakan reformasi digelorakan, agenda penting tersebut dikenal dengan sebutan pemberantasan KKN. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen bangsa Indonesia saat itu bersatu padu dalam gagasan yang sama yakni Indonesia yang bersih dari KKN.
Untuk mendukung agenda pemberantasan korupsi, berbagai bagian penting dalam rangka penegakan hukum direvisi dan disempurnakan. Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diundangkan. Tak lama setelah itu, lembaga pemberantasan tindak pidana korupsi dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Lembaga ini dibentuk dalam rangka “menutup kekurangan” lembaga yang ada (kepolisian dan kejaksaan) dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.
KPK diposisikan sebagai lembaga negara independen yang bebas dari campur tangan kekuasaan manapun. Independensi KPK diwujudkan dalam bentuk kedudukannya yang bukan bagian dari lembaga eksekutif (layaknya kepolisian dan kejaksaan) juga dalam tugas dan fungsinya.
Dalam perjalanannya, kehadiran KPK telah membuat tidak nyaman banyak pihak. Berbagai upaya dilakukan untuk mengusik dan mengganggu pelaksanaan tugas KPK dalam pemberantasan korupsi. Peristiwa yang dulu dikenal dengan Cicak vs Buaya hingga upaya untuk merevisi UU KPK terus dilakukan. Masyarakat senantiasa hadir menjadi bagian dari KPK untuk melawan beragam upaya pelemahan terhadap KPK.
Belakangan, upaya itu berhasil dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Berbagai materi di dalam undang-undang yang dibahas dalam waktu kilat ini dinilai melemahkan KPK atau setidaknya mengganggu independensi KPK. Salah satunya adalah dengan menempatkan KPK sebagai bagian dari kelembagaan dalam rumpun eksekutif.
Pembentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 ini memunculkan pesimisme publik akan independensi KPK. Lebih jauh dari itu, publik khawatir akan eksistensi KPK pasca revisi UU KPK.
Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang KM. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584
Telepon: +62 274 7070222 ext. 5200
Email: fh[at]uii.ac.id