Lihat
Disahkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Pidana Kekerasan seksual sejatinya memiliki arti penting untuk penguatan pengaturan tentang perlakuan dan tanggung jawab negara untuk mencegah, menangani kasus kekerasan seksual, dan memulihkan korban secara komprehensif. Penulis secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pembahasan ilmiah penyusunan undang-undang a quo. Dalam perspektif penulis jika merujuk pada kajian ilmiah, keberadaan undang-undangan ini sangat tidak diperlukan karena materi subtansinya sudah diadopsi semua di dalam Kitab Undang undang Hukum Pidana (KUHAP) yang terbaru, dan penulis sangat tidak menghendaki keberadaan undangundang yang ada diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kekerasan seksual yang merupakan isu lama yang berada di masyarakat, membutuhkan payung hukum yang jelas guna melindungi hak asasi dari korban. Kekerasan sendiri memiliki arti kekerasan dan tidak menyenangkan. Dapat diartikan bahwa kekerasan seksual merupakan suatu tindak kekerasan yang dilakukan dengan cara memaksa guna melakukan kontak seksual yang tidak dikehendaki oleh pihak lain. Jika di kaitkan dengan urusan pelecehan seksualnya ini menjadi menarik karena ini ada kekerasan seksual dan memiliki undang-undangan, maka menurut pandangan penulis ini digabung yakni KDRT plus TPKS KDRT yang juga memiliki unsur kekerasan yang ada satu bagian di dalamnya adalah kekerasan seksual dalam rumah tangga. Jadi dalam undang-undang TPKS sangat spesifik di mana unsur-unsur tindak pidananya hal yang keras di bidang seksual, sehingga tidak lagi membicarakan hal yang lunak- lunak seksual. Kekhawatiran yang sering muncul banyak beragam pertanyaan misalnya bagaimana jika kekerasan yang lunak di bidang seksual, hal ini sangat riskan untuk diplesetkan oleh orang awam yang dikhawatirkan tidak pas dan multi tafsir.
Dalam kasus kekerasan seksual, kerugian yang ditimbulkan bukan hanya secara fisik, tetapi juga kerusakan benda, bahkan dapat mengakibatkan kematian maupun trauma pada korbannya. Trauma yang ditimbulkan pada korban akan lebih sulit sembuh apabila dibandingkan dengan luka yang ditimbulkan secara fisik. Di beberapa kasus, kekerasan seksual terjadi karena adanya pendekatan secara seksual baik itu meraba, menyentuh, maupun mengungkapkan lelucon yang sifatnya seksual. Bahkan belakangan ini ramai terjadi kasus kekerasan seksual yang terjadi di media elektronik, baik di sosial media maupun dalam tayangan film.
Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang KM. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584
Telepon: +62 274 7070222 ext.
Email: fh[at]uii.ac.id