Urgensi Layanan dan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual
Qurotul Uyun
Dosen Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
Dosen Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
Kekerasan yang dikategorikan berdasarkan gender, khususnya kekerasan yang sering terjadi kepada perempuan, menjadi topik yang sering dibicarakan. Hal ini didasarkan pada model atau pendekatan yang telah berkembang tanpa mengikuti kebijakan untuk melindungi korban dan masyarakat untuk beradaptasi dan memenuhi kebutuhan mereka. Jika dilihat saat ini, isu kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia berada pada titik yang mengkhawatirkan. Isu kekerasan seksual yang coba penulis telusuri dalam berbagai kasus, bahwa hampir 90% pelaku kekerasan seksual adalah orang terdekat.
Pemerintah dalam hal ini telah memberikan gagasan bahwasanya tindak pidana kekerasan seksual ini merupakan kejahatan yang luar biasa. Disisi lain ada uji materi UndangUndang No. 1 Tahun1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) digelar Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjelaskan presiden sebagai kepala negara telah menetapkan kejahatan seksual, khususnya kepada anak, sebagai kejahatan yang luar biasa. Oleh karena itu, harus ada langkah-langkah luar biasa dalam mencegah dan menanganinya. Kategori luar biasa dapat direpesentasikan dengan perilaku atau bentuk-bentuk kekerasan yang sangat beragam, mulai dari kekerasan fisik, psikis, verbal, seksual termasuk di dalamnya adalah dunia maya. Jumlahnya cenderung meningkat berdasarkan data pelaku mulai dari pelaku korban, jenis usia, dan juga jenis kelaminnya. Profil pelaku juga beragam, orang tua, guru, tokoh agama, kakak kelas, pembantu, dan lain sebagainya. Lokusnya pun juga beragam, termasuk di dalamnya adalah jenis kelamin yang sama.
Selama ini, kekerasan seksual sering terjadi pada perempuan dan anak, hal ini disebabkan dalam konstruksi sosial budaya, bahwa perempuan dan anak berada pada posisi subordinat dalam masyarakat. Perempuan dan anak dianggap dimiliki oleh laki-laki dan orang tuanya. Cara berpikir demikian, telah dinormalisasi dan dipraktikkan berabad-abad lamanya sehingga perempuan tidak mempunyai otonomi atas dirinya sendiri dan merupakan properti laki-laki. Penulis coba gambarkan bagaimana profil pelaku dan korban kekerasan seksual yang berdasarkan penelusuran bahwa Pelaku 99% adalah seorang laki-laki dan memiliki Riwayat kekerasan kepribadian. Kemudian dari sisi koban 99,5% Perempuan, memiliki riwayat kekerasan seksual pasif, kurang asertif serta stigma harga diri yang rendah. Tentunya ini menjadi kajian yang serius untuk kita semua baik pada akademisi dan pemerintah untuk terus berpartisipasi memberikan perlindungan dan edukasi terhadap masyarakat luas.
Berkaitan dengan perkembangan di masyarakat yang ideal tentunya adalah bercirikan sebagai suatu masyarakat yang modern dalam arti menerima perkembangan zaman, damai, dan juga sejahtera atau dikenal dengan (civil society), bukan suatu penduduk yang memiliki sifat totalitarianisme, yaitu penduduk yang sering kali merendahkan hak asasi. Disinilah karakter masyarakat Indonesia yang menjunjung hak asasi, perdamaian dan terbuka atas perkembangan zaman,maupun dalam demokrasi perubahan terhadap regulasi atau undangundang khususnya berkaitan dengan hadirnya peraturan atau regulasi yang bertujuan mengatur mengenai tindak pidana terkait mengenai kekerasan seksual dengan tujuan memberikan kepastian hukum, keadilan bagi korban.
Penulis berpendapat selain kurangnya proteksi dari sisi hukum, stigma buruk dari masyarakat kerap dilekatkan masyarakat kepada korban kekerasan seksual. Korban kerap disangka ikut menikmati perlakuan tersebut. Diperburuk dengan pemberitaan dari media yang kerap memojokkan kondisi korban saat kejadian tersebut terjadi, seperti korban yang tengah berjalan sendirian, pakaian yang terlalu terbuka, maupun kondisi lain yang menyebabkan masyarakat menjadi maklum apabila ada orang lain yang merasa terangsang dan melakukan tindakan bejat kepada korban. Sehingga tidak jarang kasus kekerasan seksual berakhir damai, hal inilah yang menyebabkan kurangnya efek jera yang ditimbulkan. Tidak jarang aparat penegak hukum menganggap hal ini sebagai masalah yang sepele.
Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang KM. 14,5 Sleman Yogyakarta 55584
Telepon: +62 274 7070222 ext.
Email: fh[at]uii.ac.id