Lagu “Bayar Bayar Bayar”, Kritik Sosial atau Hate Speech?: Implikasi Terhadap Kebebasan Berekspresi di Indonesia

Oleh: Barlian Najma Elhanuna – 24410720

Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Reguler Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

 

Lagu “Bayar Bayar Bayar” dari Grup Band Sukatani asal Purbalingga Jawa Tengah menarik perhatian publik tidak hanya karena melodinya, tetapi juga karena liriknya, seperti “mau korupsi, bayar polisi” yang dianggap mencerminkan realitas sosial di Indonesia. Dalam lagu ini banyak mengundang pro dan kontra dari masyarakat karena menyoroti praktik korupsi atau suap yang melibatkan aparat kepolisian. Kritik sosial melalui seni musik semacam ini sebenarnya memiliki peran penting dalam mendorong kesadaran publik tentang masalah sistemik yang perlu diperbaiki. Di balik kontroversi tersebut, lagu ini juga menimbulkan pertanyaan tentang apakah lagu “Bayar Bayar Bayar” termasuk ke dalam kritik sosial atau hate speech (ujaran kebencian)? dan bagaimana implikasi lagu tersebut terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia?

Kritik sosial sejatinya berperan sebagai wahana yang merupakan wujud ekspresi dalam masyarakat yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol terhadap jalannya sistem sosial. Hal ini sebagai upaya menjaga keteraturan sistem sosial yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Melalui kritik sosial, berbagai perilaku sosial suatu kelompok dan individu yang menyeleweng dari norma atau tatanan moral dapat diidentifikasi dan dicegah agar sistem sosial tetap berjalan sesuai dengan asas keadilan dan kepatutan. Lagu “Bayar Bayar Bayar” merefleksikan hal ini dengan menyoroti praktik korupsi dan suap. Terlepas dari pro dan kontra yang ada, esensinya adalah upaya konstruktif untuk mendesak pembenahan sistem.

Hate speech biasanya merujuk pada ekspresi yang mengandung ujaran kebencian atau stigmatisasi terhadap kelompok atau individu tertentu yang dapat menyebabkan permusuhan. Dilihat dari segi tujuan maupun dampaknya diatas, kritik sosial dan hate speech merupakan dua hal yang berbeda. Kritik sosial sendiri merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan merupakan hak asasi yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tepatnya dalam Pasal 28E ayat (3) yang berbunyi: “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.  Dalam konteks lagu “Bayar Bayar Bayar”, meskipun liriknya dinilai keras dan menyindir, namun, pihak Band Sukatani telah mengklarifikasi bahwa isi dari lagu tersebut tidak ditujukan untuk menyindir institusi kepolisian secara keseluruhan, melainkan hanya mengkritik oknum-oknum tertentu yang terlibat dalam praktik korupsi atau suap.

Dalam analisa penulis, lirik lagu “Bayar Bayar Bayar” dari Band Sukatani bukan merupakan hate speech. Dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2) tentang ujaran kebencian dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 310-311 tentang pencemaran nama baik. Ada beberapa hal yang dapat menjadi bahan acuan bahwa lagu tersebut tidak mengandung unsur hate speech: Pertama, lirik tidak mengandung kata-kata yang bersifat menyerang, memaki atau merendahkan suatu kelompok atau individu. Kedua, niat dan tujuan di balik lirik lagu dimaksudkan untuk mengkritik atau menyampaikan isu sosial. Ketiga, lirik tidak mengusung kekerasan atau tindakan diskriminatif terhadap suatu kelompok atau individu. Dengan demikian, lagu ini tidak memenuhi unsur-unsur ujaran kebencian dan lebih tepat dikategorikan sebagai kritik sosial daripada hate speech, karena tujuannya adalah menyoroti ketidakadilan yang merujuk pada penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang oleh oknum polisi tertentu untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Kebebasan berekspresi memungkinkan Band Sukatani untuk menyampaikan kritik sosial melalui medium musik, menjadikan karya mereka sebagai kritik sosial yang terjadi di masyarakat. Namun, perlu diperhatikan untuk dipahami bahwa kebebasan ini tidak bersifat mutlak. Terdapat batasan-batasan hukum yang mengatur kebebasan berekspresi, seperti dalam UU ITE Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2) dan KUHP Pasal 310-311. Batasan tersebut pada hakikatnya dimaksudkan untuk melindungi hak dan reputasi pihak lain, tetapi sering kali disalahartikan atau disalahgunakan untuk membungkam suara kritis. Band Sukatani sendiri dikabarkan menghadapi berbagai bentuk tekanan, seperti mendapat intimidasi hingga penghapusan terhadap lagu “Bayar Bayar Bayar”, yang memunculkan perdebatan serius mengenai pembatasan kebebasan berekspresi di Indonesia. Alih-alih menjadi alat untuk menjaga ketertiban, regulasi tersebut justru rentan digunakan sebagai alat represif untuk membatasi ruang ekspresi seniman dan kreator musik. Hal ini menimbulkan kekhawatiran atas masa depan kebebasan ruang berekspresi khususnya bagi karya seni yang bersifat kritik sosial.

Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa lagu “Bayar Bayar Bayar” hendaknya disikapi secara positif bahwa itu adalah bentuk ekspresi Grup Band Sukatani sebagai kritik sosial. Adapun implikasi dari kasus ini terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia cukup berpengaruh. Terutama di era digital di mana media sosial menjadi sarana utama menyebarkan suatu gagasan. Seniman sudah semestinya memiliki hak untuk dapat dengan bebas, namun, tidak melewati batas dalam menyampaikan kritik sosial melalui karyanya selama kritik tersebut dapat meningkatkan suatu sistem menuju perubahan yang positif. Selain itu, regulasi yang menjadi payung hukum juga harus ditegakkan agar hak dari pihak kritikus dan target kritik tetap terlindungi. Kasus Grup Band Sukatani mengingatkan kita akan urgensi menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dengan regulasi yang menjadi payung hukum. Tanpa ruang untuk berekspresi, masyarakat mungkin kehilangan salah satu alat penting untuk mengadvokasi perubahan dan memastikan akuntabilitas institusi publik.

 

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952)

 

Artikel Jurnal

Akbar, Ahmad Zaini. “Kritik Sosial, Pers Dan Politik Indonesia.” Unisia 17, no. 32 (2016): 44–51. https://doi.org/10.20885/unisia.vol17.iss32.art5.

Ilmu, Jurnal, Komunikasi Dan, and Sosial Politik. “Framing Media , Kebebasan Ekspresi , Dan Sistem Politik Pada Pencabutan Lagu Bayar Bayar Bayar” 02, no. 03 (2025): 850–54.

Karo Karo. “Hate Speech: Penyimpangan Terhadap UU ITE, Kebebasan Berpendapat Dan Nilai-Nilai Keadilan Bermartabat.” Jurnal Lemhannas RI 10, no. 4 (2023): 52–65. https://doi.org/10.55960/jlri.v10i4.370.

Susanti, Winda, and Eva Nurmayani. “Kritik Sosial Dan Kemanusiaan Dalam Lirik Lagu Karya Iwan Fals.” Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia 3, no. 1 (2020): 1–8.

 

Website

Febriari, S. (2025). Lagu “Bayar Bayar Bayar” Viral, Sukatani Band Buat Klarifikasi Permintaan Maaf. Metro TV News. https://www.metrotvnews.com/play/K5nC7DRW-lagu-bayar-bayar-bayar-viral-sukatani-band-buat-klarifikasi-permintaan-maaf

Maharani, D. (2025). Lirik Lagu Bayar Bayar Bayar dari Band Sukatani. Kompas.Com. https://www.kompas.com/hype/read/2025/02/20/162617766/lirik-lagu-bayar-bayar-bayar-dari-band-sukatani

Munawaroh, N. (2024). Pasal-Pasal Ujaran Kebencian dalam Hukum Positif Indonesia. Hukum Online. https://www.hukumonline.com/klinik/a/pasal-pasal-ujaran-kebencian-dalam-hukum-positif-indonesia-lt5b70642384e40/

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan