Polemik Penataan Tenaga Honorer di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023
Oleh: Rafli Ilham Bimantoro – 22410417
Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Reguler
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Honorer adalah salah satu contoh tenaga non-Aparatur Sipil Negara (ASN), honorer atau tenaga honorer Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dalam instansi pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu. Istilah tenaga honorer telah dihapus dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apartur Sipil Negara yang sudah dicabut dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Apartur Sipil Negara (UU ASN).
Pasal 66 UU ASN mengatur mengenai penataan non-ASN dalam hal ini ialah tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Terdapat dua poin mengenai Pasal tersebut. Pertama, tenaga honorer wajib dilakukan penataan paling lambat Desember 2024. Dapat diartikan pada Januari 2025 tenaga honorer ditiadakan dan dilakukan penataan. Kedua, instansi pemerintah dilarang mengangkat tenaga honorer. Adapun salah satu alasan pemerintah melakukan penataan adalah tidak jelasnya sistem rekrutmen tenaga honorer. Honorer akan dilakukan penataan dengan tahap verifikasi, validasi, dan pengangkatan oleh lembaga yang berwenang.
PPPK ialah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat dan diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu yaitu penuh waktu dan paruh waktu. PPPK penuh waktu ialah pelamar yang telah dinyatakan lolos seleksi PPPK. Sedangkan PPPK paruh waktu ialah pelamar yang telah dipertimbangkan dan mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK namun tidak dapat mengisi lowongan kebutuhan. PPPK paruh waktu dapat dibagi menjadi dua kategori, diantarnya kategori R2 dan R3. Kategori R2 merujuk pada tenaga honorer yang tidak mendapatkan formasi penuh waktu dalam seleksi PPPK tahap satu. Sedangkan R3 Merupakan pelamar non-ASN yang tercatat dalam database Badan Kepegawaian Negara namun tidak menjadi prioritas utama untuk penempatan formasi. Penataan tersebut merupakan langkah strategis membangun sumber daya manusia ASN yang lebih professional dan sejahtera serta memperjelas aturan dalam rekrutmen.
Namun pada kenyataannya penataan terhadap tenaga honorer masih belum berjalan efektif. Hal ini mengakibatkan ribuan tenaga honorer R2 dan R3 yang belum mendapatkan formasi PPPK menggelar demonstrasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Setidaknya ada tiga tuntutan diantaranya, Pertama, segera disahkannya Rancangan Peraturan pemerintah Manajemen ASN untuk tenaga honorer R2 dan R3 sebagai PPPK penuh waktu. Kedua menolak rekrutmen CPNS Tahun 2023 sebelum proses pengangkatan honorer R2 dan R3 tuntas. Ketiga pemerintah diharapkan mengoptimalkan anggaran dan formasi untuk pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN PPPK penuh waktu di daerah.
Setelah tahun 2024 seluruh tenaga honorer yang sudah ada sebelum UU ASN diundangkan, apabila tidak memenuhi verifikasi dan validasi dalam proses penataannya akan dilakukan pembersihan (cleansing). Kenyataannya, tidak semua tenaga honorer tidak dapat memenuhi verifikasi dikarenakan ketidakmampuan di lingkungan pekerjaannya tetapi lebih ke soal teknis administrasi yang belum bisa dipenuhi karena mekanisme subjektif dari penyelenggara.Salah satu contohnya adalah Dhisky, S.S., M.Pd., M.Si merupakan pemohon yang mengajukan gugatan Mahkamah Konstitusi. ia tidak dapat mendaftar PPPK guru karena data dapodik belum diverifikasi di dalam akun Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara karena riwayat pendidikan dan pekerjaan yang belum diisi lengkap oleh operator sekolah sehingga ijazah tidak terverifikasi dan validasi di dapodik.
Oleh karena itu akan lebih efektif apabila honorer tunduk pada hukum ketenagakerjaan selayaknya pekerja yang mengikatkan diri kepada pengusaha dengan menggunakan perjanjian kerja. Pekerja merupakan setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sehingga dengan diangkatnya tenaga honorer menjadi pekerja maka mereka menjadi terikat dan menjadi tanggungjawab pengusaha dengan adanya kontrak kerja. Dapat disimpulkan bahwa polemik ini ditimbulkan akibat honorer yang ingin mendapatkan kepastian mengenai hak untuk bekerja. Maka dari itu alangkah lebih efektif untuk menjamin kesejahteraan warga negara yang timbul dari akibat ketidakpastian pengangkatan menjadi PPPK apabila tenaga honorer dijadikan sebagai pekerja. Pekerja berada dibawah pengampuan pengusaha sehingga pekerja menjadi tanggungjawab pengusaha. Hal ini berdasarkan argumentasi penulis lebih menguntungkan daripada menjadi tenaga honorer karena ketika sudah menjadi pekerja, mereka mendapatkan perlindungan dan hak-hak pekerja dari pengusaha.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!