Melestarikan Hutan Adat Papua: Dampak Hukum Lingkungan terhadap Pencapaian Aksi Iklim SDGs dan Konservasi Keanekaragaman Hayati
Oleh: Zul Azmi – 22410690
Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Hutan Papua, sebagai salah satu ekosistem paling kaya di dunia, menyimpan keanekaragaman hayati yang melimpah dan merupakan jantung kehidupan bagi masyarakat adat setempat. Namun, proposal untuk mengkonversi hutan-hutan ini menjadi perkebunan kelapa sawit telah memicu kritik global, dengan tagar #ALLEYESONPAPUA menjadi sorotan utama. Artikel ini mengulas peran hukum lingkungan dalam melindungi ekosistem Papua serta dampaknya terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terkait aksi iklim dan konservasi keanekaragaman hayati.
Hutan Papua berfungsi sebagai reservoir keanekaragaman hayati yang sangat penting dan memiliki peran krusial dalam pengaturan iklim global. Oleh karena itu, keberadaan hukum lingkungan yang kuat sangat diperlukan untuk melindungi hutan ini dari ancaman konversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Tanpa perlindungan hukum yang memadai, risiko deforestasi akan meningkat, mengancam keanekaragaman hayati dan memperburuk perubahan iklim. Hukum lingkungan yang efektif tidak hanya mencegah kerusakan yang lebih besar tetapi juga memastikan bahwa ekosistem hutan Papua tetap utuh dan berfungsi secara optimal dalam stabilitas iklim global.
Konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit menghadapi ancaman serius terhadap keanekaragaman hayati unik Papua dengan menghancurkan habitat penting bagi banyak spesies. Misalnya, spesies seperti cendrawasih merah (Cendrawasih rubra) dan kanguru pohon Papua (Dendrolagus ursinus) terancam punah akibat kehilangan habitatnya. Selain itu, proses konversi mempercepat perubahan iklim melalui pelepasan karbon dioksida yang tersimpan dalam hutan serta menyebabkan erosi tanah yang parah. Hingga saat ini, sekitar 70.000 hektar hutan di Papua telah dikonversi, mengancam keberlangsungan ekosistem yang sangat vital. Dampak ini semakin diperburuk oleh efek negatif pada masyarakat adat yang bergantung pada hutan untuk mata pencaharian dan budaya mereka, memperdalam krisis ekologis dan sosial di kawasan tersebut.
Untuk menghadapi ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekologi yang disebabkan oleh konversi hutan, implementasi solusi dan strategi pelestarian harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi. Memperkuat penegakan hukum lingkungan merupakan langkah awal yang krusial untuk mencegah pembalakan liar dan konversi lahan, dengan menerapkan sanksi yang lebih berat serta meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas ilegal. Kebijakan yang lebih ketat dapat secara signifikan mengurangi laju deforestasi. Selain itu, penerapan teknik berkelanjutan seperti wanatani yang mengintegrasikan pohon dengan tanaman dan ternak dapat berkontribusi pada pelestarian keanekaragaman hayati sekaligus meningkatkan penyerapan karbon. Keberhasilan teknik wanatani di Kalimantan, yang menunjukkan peningkatan biodiversitas dan kualitas tanah, serta studi kasus di Bogor yang mengilustrasikan integrasi tanaman dan pohon untuk meningkatkan produktivitas tanah, merupakan contoh nyata dari efektivitas pendekatan ini. Pemberdayaan masyarakat lokal juga merupakan elemen penting; memberikan hak legal kepada masyarakat adat melalui inisiatif seperti “Hutan Desa” memastikan keterlibatan mereka dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan, seperti yang terbukti dari program Hutan Desa di Aceh yang berhasil mengurangi deforestasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terakhir, dukungan internasional sangat vital, terutama melalui implementasi perjanjian seperti REDD+ dan sertifikasi keberlanjutan seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). REDD+, yang mendukung pembiayaan untuk pelestarian hutan di negara-negara berkembang, termasuk Papua New Guinea, dan sertifikasi RSPO, yang menetapkan standar praktik berkelanjutan di industri kelapa sawit, memainkan peran penting dalam memastikan bahwa praktik industri tidak merusak dan mendukung pelestarian hutan. Kombinasi dari strategi-strategi ini diharapkan dapat memitigasi dampak negatif dan melindungi ekosistem hutan secara efektif..
Demi memastikan perlindungan yang efektif bagi hutan adat Papua, reformasi hukum yang mendalam serta perlindungan hak masyarakat adat menjadi sangat krusial. Modifikasi peraturan yang mendefinisikan secara jelas apa yang dimaksud dengan hutan adat dalam regulasi perlu dilakukan, dengan tujuan untuk melindungi hutan dari eksploitasi komersial yang merusak. Misalnya, peraturan baru yang menetapkan batasan tegas terhadap konversi hutan adat dan memberikan hak pengelolaan yang jelas kepada masyarakat adat akan meningkatkan perlindungan. Selain itu, penyusunan rencana penggunaan lahan yang komprehensif harus menjadi prioritas, dengan penekanan pada pelestarian hutan serta pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat yang bergantung pada hutan tersebut. Contohnya, di Kalimantan, rencana penggunaan lahan yang melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengelolaan terbukti berhasil mengurangi konversi lahan. Terakhir, untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan perlindungan hak-hak masyarakat adat, pembentukan organisasi pengawasan otonom yang dapat secara independen mengawasi dan menegakkan aturan menjadi sangat penting. Organisasi ini akan berfungsi sebagai pengawas independen yang memastikan pelaksanaan peraturan dan memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk menyuarakan keberatan mereka, sehingga menjamin perlindungan yang menyeluruh dan efektif.
Melestarikan hutan adat Papua merupakan upaya penting dari segi ekologis dan etis. Kolaborasi antara masyarakat lokal, pemerintah, perusahaan, dan komunitas global sangat diperlukan untuk menghadapi krisis ekologis dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Melalui peningkatan kerangka hukum dan penerapan praktik berkelanjutan, kita dapat menjaga warisan alam Papua dan memastikan masa depan yang berkelanjutan untuk generasi mendatang. Upaya ini harus disertai dengan kesadaran global dan tindakan nyata untuk melindungi lingkungan serta hak-hak masyarakat adat, sebagai komitmen kita terhadap pelestarian budaya dan masa depan yang berkelanjutan.