Polisi dan Dimas Kanjeng

Penulis: Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Ketika pada 2007 berkunjung ke Suriah, saya bersama AM Fatwa, Wakil Ketua MPR saat itu menyempatkan diri berziarah ke Masjid Agung Umayyah di Damaskus. Di Kompleks masjid yang bersejarah itu ada sebongkah batu besar hitam kecokelatan berdiameter sekitar 2 meter. Menurut guide yang mengantar kami, batu itu jatuh dari langit sekitar 3.000 tahun yang lalu. “Bagaimana bisa diketahui ia jatuh dari langit 3.000 tahun yang lalu?” tanya AM Fatwa serius. Guide itu gelagapan tak bisa menjawab.

Ketika ditanya lagi oleh AM Fatwa, guide itupun tetap tak bisa menjawab. Maka sayalah yang mengambil alih memberi jawaban. Saya bilang dulunya batu itu sudah dibawa ke semua laboratorium tercanggih di dunia, tetapi tak bisa diketahui juga umur dan asal kedatangannya. Sampai-sampai badan inteljen Amerika Serikat (CIA) dan Uni Soviet  (KGB) pun saat dimintai bantuan tetap gagal mengungkapnya.

“Setelah semua gagal mengungkap diundanglah polisi dari Indonesia agar menyelidiki batu itu. Setelah dihajar habis oleh polisi dari Indonesia, barulah batu itu mengakut terus terang bahwa dirinya jatuh dari buah bintang 3.000 tahun yang lalu,” imbuh saya.

Pak Fatwa tertawa lepas dan mengakhiri pertanyaannya.Ce ritacanda bersama Pak Pawaitu tebersit kembali dari kehangarr saya ketika saya terlibat dalam acara dialogdindonesia Lewyers Club (ILC) yang dipandu Kami Ilyas, Selasa malam lalu.

Pada acara itu pimpinan Komisi III DPR-RI Benny K Harman mengatakan baliwa dalam mengungkapkasus Dimas Kanjeng yang sekarang menjadi ter sangka penipuan dan diduga kuat mengotaki pembunuhan dua “santrinya” itu polisi telah menghajar habis-habisan enam terduga pelaku eksekutor pem bunuhan tersebut. Bahkan satu di antaranya sampai meninggal. Informasi dari Benny itu mengingatkan kita pada cara kerja polisi di era Orde Baru, menghajar habis orang yang diperiksa.

Pada era Orde Baru ada kesan umum, jika menginterogasi seseorang, polisi selalu menggunakan cara kekerasan dan menghajar habis si terperiksa sampai mau mengaku. Ya batu pun kalau dihajar polisi Indonesia terpaksa mengaku. Itu dulu. Apakah sekarang masih terjadi sepertiyang, kata Benny dialami para terduga pembunuh dua santri Dimas Kanjeng? Entahlah, mungkin masih. Bahkan, selain menghajar, terkadang polisi kita bisa menggunakan rayuan gombal juga.

Baru-baru ini Jessica Kumala Wongso mengaku diperiksa dengan tidak etis. Ada polisi yangmeminta Jessica mengaku meracuni Mirna dengan janji akan dituntut hukuman ringan dengan kemungkinan masih bisadapatremhisi-remisiebie ga kelak bisa cepat keluar dari penjara. “Ini menyangkut per taruhan (karier) saya,” kata po lisi itu seperti diceritakan oleh Jessica di persidangan. Bahkan ada polisi yang merayu Jessica dengan godaan genit. “Kamu tipe saya banget, Jessica,” kata polisi itu.

Oooi, masak polisi sekarang masih melakukan pemeriksaan dengan cara-cara sepertiitu? Informasi dari Benny K Harman dan kesaksian Jessica mungkin tidak sepenuhnya benar dan le bih banyak dramatisasinya. Po lisi penyidik dari Polda Jatim yang duduk berdampingan de ngan saya pada acara di ILCitu berbisik kepadasaya bahwainfo itu dilebih-lebihkan. Kata sang polisi, dalam melakukan peme, riksaan, polisi mempunyai SOP. yang ketat dan divideokan dari detik kedetik.

Terserahlah, bagaimana fak tanya. Biarlah info itu menjadi masukan untuk koreksi Polrike dalam. Tapi dari sudut-sudut, lain harus diakui ada segi-segi baik dari kerja-kerja polisi. Polisi kita dikenal bagus dan cekatan dalam mengungkap kasus, terutama kejahatan-kejahatan berdarah.Dalam kasus pembunuhan Ismail dan Gani yang diduga me libatkan Dimas Kanjeng misalnya, polisi bisa mengungkap, padahal mayat keduanya ditemukan secara terpisah di tempat yangjauh daripadepokan Dimas Kanjengdanperistiwanya sudah lama terjadi. Polisi kita juga berhasil mengungkap dengan baik pembunuhan keji yang dilakukan Ryan terhadap belasan orang yang diduga punya hubungan asmara homo” dengan pemuda asal Jombang itu.

Polisi kita bisa mengidentifikasi mayat yang dimutilasi dan bagian-bagian tubuhnya sudah dibuang di tempat yang terpisah-pisah. Setelah dire konstruksi dan dianalisis potongan-potongan mayat itu bisa diketahui identitasnya dan diketahui pula pemutilasinya. Polisi kita bisa menangkappencuri bayi di rumah sakit dalam waktu singkat. Polisi kita juga bisadengan mudah menangkap penghuni penjara yang lari dari penjara dengan menyamar sebagai perempuan dan memakai jilbab yang diberikan istrinya. Pokoknya, baguslah.

Secara umum dapat dikata kan, Polri kita pun mampu be kerja dengan baik dalam kasuskasus kejahatan yang mengerikan seperti dalam memburute rorisme meskipun, tak bisa ditatripik, kadang ada penyimpangan yang menyulut protes masyarakat. Namun bersamaPolri kita masih perlu memperbaiki diridalam penanganankasus korupsidanpelaksanaaninterogasi. Polri harus terus membersihkan sisa-sisa kebiasaan buruk yang diwariskan Orde Baru.

Akan halnya kasus Dimas Kanjeng, terlepas dari kritik yang tetap harus disikapi dengan usaha memperbaiki diri, Polri harus terus bertindak tegas. Dugaan dan sangkaan kejahatan yang dilakukan Dimas Kanjeng dalam penipuan, pembunuhan, dan penggandaan (pengadaan, penghadiran)uang harus diungkap sampai tuntas.

Temuan-temuan Polri bahwa Dimas Kanjeng patut diduga dan disangka kuat telah melakukan berbagai jenis kejahatan, bukan hanya menjadi temuan sepihak dari penyelidikan Polri, melainkan dikonfirmasi oleh laporan masyarakat dan public common sense. Maka itu permainan Dimas Kanjeng itu harus diungkap tuntas tanpa harus takut kepada orang-orang besar yang konon terlibat atau melindunginya. Ayolah Polri, majulah maju.

Tulisan ini telah dimuat dalam koran SINDO, 8 Oktober 2016.