Mengoptimalkan Remedi Perdagangan Internasional
Penulis: Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Internasional
Untuk melindungi produk dalam negeri dari persaingan dengan produk asing, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan impor melalui rezim kuota. Dalam praktiknya, penerapan rezim ini rawan penyalahgunaan. Kasus yang melibatkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman terkait dengan impor gula dan Lutfi llasan Ishak terkait dengan impor daging sapi merupakan contoh kasus penyalahgunaan ter.sebut. Selain itu sebenarnya rezim kuota merupakan rezim yang dilarang dalam World Tbade Organization (WTO).
Oleh karena itu sebaiknya pemerintah meninggalkan rezim kuota dan lebih mengoptimalkan insbumen remedi perdagangan intemasional, baik ‘anti-durnping”tindakan imbalan’ maupun ‘tindakan pengamanan perdagangan’.
Larangan Kuota
Salah satu prinsip fundamental dalam World Trade Organization (WTO) selain nondiskriminasi adalah larangan pembatasan kuantitatif atau rrezim kuota. WIO secara umum melarang adanya kuota baik terhadap impor maupun ekspor produk apapun.
Alasan utama larangan, pengenaan rezim kuota ini karena dampak protektif dan distortifnya terhadap perdagangan internasional lebih besar dibandingkan rezim tarif. Ketika kuota diterapkan, tidak ada peluangbagi produsen asing untuk meningkatkan ekspornya, meskipun harga pniluk asing tersebut sangat kompetitif.
Memang dalam jangka pendek rezim kuota memberikan manfaat karena memberikan proteksl terhadap produk dalam negeri dari produk asing, terutama yang mempunyai daya saing tinggi. Dengan demikian industri dalam negeri dapat Pempertahankan dan bahkan meningkatkan keuntungan dan tenaga kerja domestik.
Tetapi dari perspektif perdagangan internasional. rezim kuota akan mendistorsi distribusi kemanfaatan ekonomi hanya untuk keuntunganindustri negara pengimpor. Selain itu, dari
sisi negara importir sendiri sebenamya rezim ini juga merugikan konsumen dan industui hilir karena keduanya harus menanggung biaya ekonomi atas hilangnya akses terhadap produk-produk impor. Dengan demikian dalam jangka menengah dan panjang rezim kouta ini lebih besar madharatnya daripada manfaatnya.
Remedi
Dalam era perdagangan bebas sebaiknya rezim kuota ini mulai ditinggelkan dan, diganti dengan remedi perdagangan internasional, baik berupa antidumping, tindakan imbalan, maupun pengamanan perdagangan. Remedi perdagangan ini merupakan mekanisme pertahanan perdagangan yang diperbolehkan dalam WTO untuk memulihkan atau mengendalikan dampak persaingan curang. Seperti dumping dan subsidi, serta lonjakan impor.
Pemerintah dapat menggunakan tindakan ‘anti-dumping’ untuk mengendalikan impor yang dilakukan dengan dumping. Yakni tindakan menjual produk di negara pengimpor dengan hargayanglebih rendah dibandingkan dengan harga normal, atau harga di pasar dalam negeri negara penge-kspor sendiri.Tindakan imbalan dapat dilakukan pemerintah untuk mengendalikan produk impor yang di negara pengekspornya diberikan subsidi. Sedangkan ‘tindakan pengamanan perdagangan’ dapat dilakukan untuk mengendalikan dampak melonjaknya impor, meskip’un tidak ada praktik perdagangan curang.
Baik ‘antidumping’ maupun tindakan imbalan’ dapat dilakukan dengan cara mengenakan bea masuk tambahan berupa Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk dumping dan Bea Masuk Imbalan (BMI) untuk produkbersubsidi, jika terbukti bahwa produk-produk tersebut menimbulkan kerugian material terhadap industri domestik. Sedangkan ‘tindakan pengamanan perdagangan’ dapat dilakukan dengan cara mengenakan bea masuk tambahan dan/atau kuota jika tertukti lonjakan impor tersebut menimbulkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri. Baik BMAD, BMI maupun tindakan pengamanan hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dilalnrkan investigasi.
Data dari Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menunjukkan bahwa sejak tahun 1996 sampai tahun 2016 Indonesia telah mengenakan BMAD terhadap 35 produk dumping. Selain masih melakukan investigasi ‘anti-dumping’ terhadap 11 produk, dan menghentikan investigasi ‘anti-dumping’ terhadap 18 produk. Indonesia juga telah mengenakan tindakan pengamanan perdagangan terhadap 17 produk, namun belum satupun produk impor yang dikenakan BMI.
Indonesia masih perlu untuk lebih mengoptimalkan lagi penggunaan instrumen remedi perdagangan dalam membendung impor. Ketika investigasi untuk remedi perdagangan mulai dilakukan, otomatis impor akan dihentikan. Dengan demikian penggunaan instrumen remedi perdagangan internasioal jauh lebih efektif daripada rezim kuota dalam melindungi industri dalam negeri.
Tulisan ini telah dimuat dalam koran KEDAULATAN RAKYAT, 12 Oktober 2016.