Covid-19 dan Pekerja Informal
Virus Covid-19 atau sering disebut dengan Virus Corona beberapa waktu terakhir telah meresahkan masyarakat, khususnya masyarakat yang mempunyai mobilitas tinggi dalam menjalani kegiatan sehari-harinya. Selain itu, per 20 Maret 2020 terdapat 369 orang sudah dinyatakan positif Virus Corona dan terdapat 32 orang meninggal dunia.
Kasus tersebut tentu menuntut pemerintah agar bergerak dengan cepat dalam menanggulangi Virus Corona ini. Pada tanggal 17 Maret 2020, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) resmi mengeluarkan Surat Edaran No.19/2020 yang memungkinkan PNS untuk bekerja dari rumah dalam rangka pencegahan penyebaran Virus Corona. Surat Edaran (SE) ini sebagai tindak lanjut dari pengarahan Presiden Joko Widodo terkait penanganan penyebaran Virus Corona, terutama untuk PNS.
Tindakan ini tentu merupakan langkah yang solutif dalam pencegahan penyebaran Virus Corona. Namun, disamping itu terdapat hal yang terlewatkan oleh pemerintah. Pekerja formal dan PNS boleh saja mendapatkan himbauan untuk Work From Home (WFH) dan sekolah maupun kampus juga telah melakukan kebijakan untuk meliburkan para peserta didiknya serta memilih untuk kuliah online melalui fasilitas internet.
Tetapi, kebijakan seperti halnya SE hanya berlaku bagi instansi-instansi formal saja, terlihat masih ada beberapa masyarakat yang masih saja melakukan kegiatan produksi dan melakukan pekerjaan lainnya.
Pertanyaan yang ada saat ini yakni bagaimana keadaan pekerja informal yang harus tetap bekerja meski dengan keadaan yang mencekam seperti ini? Seruan #dirumahaja sekarang gempar di berbagai media sosial. Seruan tersebut merupakan ajakan sesama masyarakat pengguna media sosial untuk melakukan seluruh kegiatannya di rumah saja tanpa harus bepergian dengan maksud mencegah terjadinya penyebaran virus covid-19.
Ditambah lagi, saat ini desakan masyarakat kepada pemerintah agar segera melakukan lockdown atau kunci sementara ramai terdengar. Sehingga nantinya apabila hal tersebut benar-benar diaminkan oleh pemerintah, maka seluruh kegiatan masyarakat akan dihentikan dan seluruh tempat umum akan ditutup.
Kebijakan ini tentu berdampak besar bagi pekerja informal, yang mana mereka dituntut agar tetap bekerja diluaran sana. Sebagai contoh beberapa pedagang kaki lima yang memang harus berjualan untuk memenuhi kebutuhannya atau pekerja informal lainnya yang memang harus tetap bekerja diluaran sana, karena apabila tidak bekerja mereka tidak akan mendapat pemasukan.
Padahal banyak risiko yang harus mereka tanggung dengan keadaan seperti ini, Sehingga ada beberapa hal yang mengancam pekerja informal. Di sinilah pemerintah dinilai kurang siap dalam mengeluarkan suatu kebijakan dengan kelengkapan instrumen yang mendukung karena masih ada beberapa masyarakat yang malah mengalami kesulitan, terutama dalam bekerja yang dialami oleh pekerja informal.
Risiko yang lebih besar dalam penularan Virus Covid-19
Dengan melakukan banyak aktivitas diluar sana, pekerja informal tentu tidak dapat menghindari kontak dengan orang lain. Selain itu ada beberapa pekerja, seperti halnya pengemudi becak atau transportasi umum lainnya yang harus berinteraksi langsung dengan para pemakai jasanya.
Tentu saja hal ini sangat berisiko karena tak ada yang dapat menjamin kesehatan orang-orang tersebut. Sehingga bisa saja para pekerja ini malah akan terkena virus tersebut, dan bahkan dapat juga menulari keluarga dan kerabatnya apabiala nanti mereka akan sampai rumah. Bahkan ini merupakan suatu hal yang membahayakan dan dapat menjadi sarana dalam penyebaran virus tersebut. Keadaan yang berbeda dengan pekerja formal yang mana kesehatannya lebih terjamin daripada pekerja informal, karena mereka mendapatkan waktu libur atau dapat mengerjakan pekerjaannya di rumah.
Tidak Adanya Jaminan Pengupahan bagi Pekerja Informal
Para pegawai formal dengan adanya kebijakan pemerintah yang mana meminta seluruh pekerja dan bahkan anak sekolah libur seharusnya patut bersyukur apabila dibandingkan dengan beberapa pekerja informal.
Meskipun para pekerja tidak melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya ataupun ada beberapa pakerja harus melakukan pekerjaannya dirumah, setidaknya mereka telah mendapatkan kepastian akan upah yang akan tetap mereka terima.
Pengaturan ini tertuang pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19. Namun, untuk para pekerja informal tidak ada sama sekali jaminan terhadap hal tersebut. Sehingga mereka tetap harus bekerja demi mencukupi kebutuhan sehari-hari meski dengan keadaan yang penuh risiko. Selain tidak ada jaminan pengupahan, jaminan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja juga tidak ada.
Padahal Negara sendiri memiliki kewajiban dalam menjamin hak seluruh warga negara tanpa terkecuali demi terwujudnya suatu keadilan sosial. Hal tersebut terdapat pada sila kelima Pancasila.
Di sinilah Peran Negara harus turut andil besar yang mana seruan mengenai WFH dan #dirumahaja untuk tidak hanya menjadi suatu seruan saja, masyarakat harus menuntut adanya langkah kongkrit yang dilakukan oleh negara itu sendiri. Hal ini dilakukan dengan menyiapkan instrumen yang mana dapat menjamin mengenai pelindungan-pelindungan bagi seluruh lapisan masyarakat, sehingga tidak hanya menjadi seruan-seruan semata.
Oleh karena itu, negara juga harus segera mengeluarkan peraturan untuk melindungi hak pekerja informal, yakni dengan mengeluarkan kebijakan melalui produk hukum yang mana mengharuskan seluruh pekerja informal untuk sementara menonaktifkan kegiatannya.
Adapun hal tersebut dengan tetap memberikan tunjangan atau pemenuhan kebutuhan pokok selama para pekerja informal tidak melakukan pekerjaannya sebagai bentuk jaminan sosial, hal ini juga merupakan bantuan dari pemerintah karna keadaan ini dapat dikatakan sebagai bencana. Tentu kebijakan tersebut hanya diberlakukan di beberapa daerah yang memang terdampak oleh Virus Covid-19 ini.
Penulis: Aprillia Wahyuningsih
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dan Staf Forum Kajian dan Penulisan Hukum (FKPH FH UII)