Riset yang Tidak Berstrategi

Pemerintah beranggapan bahwa tahun 2017 merupakan masa keemasan riset Indonesia. Faktor yang mendorong anggapan tersebut karena pemerintah satu tahun yang lalu telah menerbitkan PMK No. 106/PMK.02/2016 mengenai riset berbasis standar biaya  luaran, di mana hal ini merupakan strategi riset baru yang berbeda dengan strategi riset sebeumnya. Lalu pertanyaannya, apakah benar strategi riset baru ini dapat mendorong masa keemasan riset Indonesia?

Strategi Luaran

Semenjak pemerintah menerbitkan PMK No. 106/PMK.02/2016, riset Indonesia telah ditetapkan strategi riset berbasis pada Standar Biaya Luaran. Artinya, riset yang dilakukan di Indonesia tidak lagi berfokus pada bentuk laporan tertib administrasi, namun lebih mengedepankan hasil berupa output. Adapun output tersebut dapat berupa jurnal, paten dan seterusnya.

Untuk menunjang strategi riset berbasis pada standar biaya luaran ini, pemerintah pada tahun 2017 juga telah mengelontorkan anggaran sebesar 1, 395 Triliun. Selain itu ada penambahan alokasi untuk Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum sebesar Rp 380,4 miliar dan dana pengabdian kepada masyarakat senilai 150 miliar.

Dengan adanya perubahan strategi riset yang dilakukan ini, maka sebenarnya riset di Indonesia, baik yang dilakukan oleh perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya diharapkan ke depan dapat mendorong penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahan dan teknologi untuk dapat memecahkan problem-problem sosial atau teknologi yang ada di masyarakat. Ujungnya, bangsa Indonesia dapat mencapai kemajuan dan daya saing yang tinggi melalui hasil-hasil risetnya.

Riset yang Tidak Berstrategi

Pasca diterbitkannya PMK dan melihat kepada praktek riset di perguruan tinggi atau lembaga penelitian, maka dapat ditemukan bahwa riset di Indonesia memiliki tiga strategi luaran yang diharapkan, yakni; Pertama, riset yang diperlakukan oleh PT dan lembaga penelitian tersebut strategi luarannya hasil riset berupa publikasi internasional atau konfrensi internasional; Kedua, riset yang diperlakukan oleh PT dan lembaga penelitian tersebut strategi luarannya hasil riset berupa kekayaan intelektual yang dimanfaatkan oleh masyarkat, di mana peneliti atau PT dan lembaga penelitian yang melakukan hal tersebut; dan Ketiga, riset yang diperlakukan oleh PT dan lembaga penelitian tersebut strategi luarannya hasil riset berupa kekayaan intelektual yang dimanfaatkan oleh masyarakat melalui peran sentra kekayaan intelektual.

Dari ketiga strategi riset ini dalam praktek, nampaknya pemerintah atau PT dan Lembaga penelitian lebih cenderung mendorong strategi luaran hasil riset itu berupa publikasi internasional. Bahkan tidak tanggung-tanggung pemerintah dalam hal usulan penelitian yang didanai oleh pemerintah “mewajibkan” agar riset tersebut luarannya berupa jurnal internasional. Sejalan dengan itu, soal kenaikan jabatan guru besar pun, pemerintah nampaknya kuat sekali menentukan kebijakannya dengan cara “mewajibkan” agar dosen yang memiliki niat untuk menjadi guru besar harus memiliki jurnal internasional terindeks scopus. 

Dengan adanya strategi pemerintah tersebut, konsekuensinya hasil riset hanya dapat dinikmati oleh pemerintah dan sesama peneliti. Betapa tidak, hasil riset yang dipublikasikan melalui jurnal internasional sebenarnya dinikmati pemerintah untuk “mencitrakan” bahwa Negara sudah mampu mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan dinikmati oleh sesama peneliti dimana hasil riset itu hanya diperlakukan dalam rangka sitasi atar sesama peneliti.

Di samping tidak banyak pihak yang dapat menikmati hasil riset dengan strategi luaran jurnal internasional,  ternyata strategi ini memiliki beberapa kelemahan, yakni; Pertama, sadar atau tidak dengan hanya mendorong riset melalui strategi luaran jurnal internasional, maka sesungguhnya peneliti Indonesia sedang didorong untuk ”obral” hasil-hasil riset mereka, tanpa difikirkan sisi proteksi hasil risetnya itu sendiri; dan Kedua, sadar atau tidak riset melalui strategi luaran berupa jurnal internasional sesungguhnya peneliti sedang dijauhkan untuk memecahkan problem-problem riil sosial dan teknologi yang dihadapi oleh masyarakat. Dari semua ini, maka wajar dikatakan apabila riset yang didorong oleh pemerintah hakekatnya tidak memiliki strategi yang efektif untuk memajukan bangsa secara keseluruhan. Singkatnya, masa keemasan riset Indonesia hanya akan menjadi angan-angan belaka.

 

Strategi Peran Sentra Kekayaan Intelektual

Melihat atas beberapa kelemahan dari strategi riset Indonesia di atas, maka hal ini harusnya mendorong pemerintah untuk meninjau ulang strategi riset yang dilakukan selama ini. Pemerintah harusnya mulai memikirkan strategi yang komprehensif, di mana riset yang dilakukan harus didorong mampu memberikan manfaat baik kepada peneliti, industry, masyarakat dan negara secara keseluruhan.

Untuk maskud ini, maka riset dengan menggunakan strategi luaran hasil riset berupa kekayaan intelektual melalui peran sentra kekayaan intelektual dapat menjadi pilihan strategis. Adapun nilai strategisnya, yakni; Pertama, hasil riset PT/lembaga penelitian akan mendapatkan proteksi yang efektif dan efesien; Kedua,  hasil riset dapat dilakukan hilirasi melalui penanganan yang professional melalui peran sentra kekayaan intelektual; Ketiga, hasil riset tidak akan terhambat untuk tetap dapat dilakukan publikasi internasional; dan Keempat, hasil riset dapat mengangkat citra Negara baik dari sisi publikasi internasional maupun kekayaan intelektual lainnya, semisal paten.

Sesungguhnya, pilihan pemerintah untuk mendorong strategi luaran hasil riset seperti ini sudah ada embrionya. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari kebijakan pemerintah yang tertuang di dalam Pasal 13 ayat (2) dan (3) UU No. 18 Tahun 2002. Intinya dari ketentuan tersebut adalah; Pertama, hasil riset harus disebarluaskan dan dilindungi kekayaan intelektualnya; Kedua, hasil riset harus dikelola melalui sentra kekayaan intelektual. Oleh karena itu, pemerintah dalam konteks ini hanya perlu lebih serius mengembangkan strategi ini apabila hasil riset di Indonesia diharapkan dapat memajukan dan meningkatkan daya saing bangsa. Dari strategi ini harapan masa keemasan riset tentunya ada dihadapan mata kita. Wallahu’alam bis shawab.

 

Dr. Budi Agus Riswandi, S.H.,M.Hum

Direktur Pusat Hak Kekayaan Intelektual

Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta dan Ketua Umum Asosiasi Sentra

Kekayaan Intelektual Indonesia (ASKII)