FH UII dan PP INI Gelar Seminar Nasional merespon Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Batas Usia Maksimal Jabatan Notaris
Yogyakarta, 8 Februari 2025 – Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) bekerjasama dengan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia menyelenggarakan Seminar Nasional untuk merespon Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-XXII/2024 yang berkaitan dengan batas usia maksimal jabatan notaris. Acara yang diselenggarakan di Hotel Grand Rohan ini dibuka dengan sambutan Dekan FH UII Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum dan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Dr. H. Irfan Ardiansyah, S.H., Sp.N., LL.M.
Wakil Menteri Hukum, Prof. Edward Omar Sharif Hiarej, S.H., M.Hum. pada pidato kuncinya menyebutkan bahwa Jabatan Notaris sebagai officium nobile (profesi suci). Oleh sebab itu, terdapat satu asas yang melekat di setiap notaris di dunia yaitu tabellionis officium fideliter exercebo¸ yang berarti seorang notaris harus bekerja secara tradisional, penuh etika, dan integritas. Ia menekankan bahwa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, Kementerian Hukum Republik Indonesia dalam jangka waktu dekat akan berfokus pada penyusunan peraturan menteri tentang mekanisme perpanjangan jabatan notaris yang tidak hanya memperhatikan dari segi kesehatan saja, akan tetapi juga mempertimbangkan kompetensi, profesionalisme, dan integritas.
Seminar Nasional ini menghadirkan Anisitus Amanat Gaham, S.H., M.H. sebagai Pemohon Judicial Review Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Adapun objek permohonan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UUJN ini memiliki kesamaan dengan Putusan No. 14/PUU-XXII/2024 akan tetapi Mahkamah Konstitusi mendahulukan untuk memutus Putusan No. 84/PUU-XXII/2024 terlebih dahulu karena memiliki alasan yang lebih kuat. Dengan demikian, Putusan No. 14/PUU-XXII/2024 menjadi kehilangan objek permohonan. Anisitus mengajukan permohonan judicial review karena notaris ketika telah berumur 67 tahun seharusnya dapat diperpanjang 5 (lima) tahun. Hal tersebut berkaca pada masa jabatan pengacara, akuntan publik, dan kurator yang dapat diperpanjang. Menurut Anisitus diperlukan definisi yang jelas untuk menerangkan maksud kata “sehat” bagi notaris sehingga tidak menimbulkan multi-penafsiran.
Pada Seminar Nasional ini juga menghadirkan 2 (dua) Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, yakni Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. (Guru Besar Hukum Tata Negara) dan Prof. Dr. Ridwan, S.H., M.Hum. (Guru Besar Hukum Administrasi Negara. Pada paparannya, Prof Ni’matul Huda menjelaskan bahwa Pasal 8 ayat (2) UUJN tidak memberikan perlindungan dan bertentangan dengan Pasal 28D UUD NRI 1945 serta prinsip rasionalitas. Namun, harus perhatikan bahwa Pasal 8 ayat (2) UUJN inkonstitusional bersyarat sehingga harus dimaknai dapat diperpanjang berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang dilakukan secara berkala setiap tahun pada rumah sakit umum pemerintah pusat, rumah sakit umum daerah, atau rumah sakit yang ditunjuk untuk menangani urusan di bidang hukum. Ia menambahkan bahwa Putusan MK setingkat UU sehingga sudah bisa langsung digunakan tanpa menunggu DPR dan Presiden. Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Ridwan memaparkan bahwa notaris memiliki kedudukan hukum sui generis, secara prinsip notaris mendapatkan haknya ketika putusan MK tersebut diucapkan. Prof. Ridwan menyarankan bahwa pemerintah hanya perlu mengubah Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 19 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.
Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum, sebagai pemateri penutup pada Seminar Nasional yang dihadiri lebih dari 400 peserta Notaris, ALB dan Mahasiswa Program Studi Kenotariatan. Pada paparannya Dr. Widodo, S.H., M.H. menyatakan bahwa perpanjangan jabatan notaris tetap harus mempertimbangkan prinsip profesionalitas dan prinsip transfer of knowledge karena masih tidak meratanya notaris di berbagai daerah di Indonesia.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!