Risiko yang potensial muncul dalam securities crowdfunding antara lain risiko usaha, investasi, likuiditas, kegagalan sistem elektronik, kelangkaan pembagian dividen dan/atau dilusi, dan gagal bayar efek yang bersifat utang. Potensi risiko itu dapat disebabkan oleh penerbit dan/atau penyelenggara sehingga dapat merugikan, bahkan hilangnya investasi pemodal. Paper ini menganalisis bagaimana perlindungan hukum terhadap pemodal berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 57/POJK.04/2020, dengan lebih dahulu memahami apa sebenarnya yang dimaksud crowdfunding, SCF dan siapa pelaku utama. Riset dilakukan secara normatif kualitatif, yaitu menelusuri penormaan POJK dimaksud secara komprehensif dan mendalam untuk menyimpulkan bagaimana pemodal memperoleh perlindungan hukum atas risiko securities crowdfunding dan menganalisisnya berdasarkan doktrin yang berkembang. POJK No. 57/POJK.04/2020 belum mengatur risiko securities crowdfunding dengan baik dan tegas. Terdapat empat pasal yang secara spesifik mengatur kewajiban untuk menyampaikan dan mitigasi risiko. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan risiko, dan bagaimana perlakuan atas setiap jenis risiko. Bahkan ada norma yang membatasi risiko yang seharusnya menjadi hak pemodal untuk mengetahuinya. Ironisnya pemodal justru ikut dibebani kewajiban untuk mitigasi risiko itu. Untuk itu diperlukan pengaturan tentang risiko yang lebih baik, dan jaminan atas akurasi serta ketepatan waktu penyampaiannya agar kepercayaan investor terbangun dan terpelihara.

Kata kunci: perlindungan hukum, pemodal, risiko, securities crowdfunding