SAIL FH UII Bekerjasama dengan ICRC Indonesia dan Timor Leste Mengadakan Diskusi Terbuka Terkait Hukum Humaniter dan Hukum Islam
Sebagai reaksi akademik (academic response) terhadap perang yang terjadi di Gaza, Palestina pada saat ini, Students Association of International Law (Asosiasi Mahasiswa Hukum Internasional), sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di lingkungan Fakultas Hukum UII bekerjasama dengan International Committee of the Red Cross (ICRC) Indonesia dan Timor Leste mengadakan diskusi terbuka yang mengangkat tema keterkaitan antara Hukum Islam dengan Hukum Humaniter Internasional. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober yang lalu dengan mengusung topik, “The Convergence of International Humanitarian Law and Islamic Law Related to Armed Conflict” (Konvergensi antara Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Islam Terkait Konflik Bersenjata).
Dalam pidato pembukaannya, Wakil Dekan Bidang Keagamaan Kemahasiswaan dan Alumni FH UII, Drs. Agus Triyanta, S.H., M.A., Ph.D. juga menegaskan kembali adanya etika berperang (Ethics of Warfare) dalam Islam yang sudah dikembangkan dan dipatuhi umat Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Panelis yang diundang dalam diskusi yang dihadiri oleh lebih dari 170 perserta tersebut terdiri dari: Novriantoni Kaharudin, Program Manager for Global Affairs, ICRC Regional Delegate; Fasya Addina Teixeira, salah satu alumni FH UII yang kini berkiprah sebagai Pengacara Internasional dengan pengalaman di berbagai organisasi dan institusi internasional; Ardya Syafhana dari University of Melbourne, Australia dan Rafi Nasrulloh Muhammad Romdoni dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang keduanya juga merupakan pegiat Hukum Humaniter Internasional dan pelatih tim international moot court di FH UII. Diskusi panel tersebut juga dimoderatori oleh Dzaki Jenevoa Kartika, selaku Kepala Divisi Kompetisi SAIL FH UII. Di samping memoderatori diskusi panel, Dzaki Jenevoa juga memperagakan salah satu fungsi ICRC, yakni memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban konflik bersenjata.
Dalam pemaparannya, Novriantoni Kaharudin menyoroti titik-titik persamaan antara Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Islam terkait Konflik Bersenjata, diantaranya: prinsip pembedaan (distinction), pembatasan (limitation) dan proporsionalitas dalam Hukum Humaniter Internasional yang juga termuat dalam QS Al-Baqarah ayat 190; larangan jenis senjata yang tidak boleh digunakan dalam perang, seperti senjata kimia, juga ada analoginya dalam tradisi Islam sejak masa Masa Nabi Muhammad saw. Fasya Addina Teixeira menegaskan perlunya mendorong partisipasi warga negara Indonesia dalam organisasi-organisasi internasional demi meningkatkan representasi Indonesia sebagai negara berkembang dalam hubungan internasional. Ardya Syafhana menggarisbawahi hubungan antara Hukum Humaniter Internasional sebagai jus in bello dan cabang hukum internasional lainnya sebagai jus ad bellum, seperti salah satunya Hukum HAM Internasional. Sedangkan Rafi Nasrulloh Muhammad Romdoni menggarisbawahi kewajiban negara atas perlindungan lingkungan dan kerusakan yang disebabkan oleh konflik bersenjata.
Hasil dari diskusi panel menyimpulkan adanya urgensi penegakan dan penghormatan terhadap Hukum Humaniter Internasional demi menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan di tengah konflik bersenjata yang sedang berkecamuk. Namun penghormatan terhadap prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional tersebut tidak semata-mata merujuk pada norma hukum positifnya, namun juga pada rezim hukum lain yang menjunjung nilai yang sama, terutama Hukum Islam.