Pernyataan PSHK FH UII Terhadap “Putusan MK Tentang Pembatalan Presidential Threshold”

SIARAN PERS
Nomor: 08/SP/I/2025

 

PERNYATAAN PUSAT STUDI HUKUM KONSTITUSI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM IDONESIA (PSHK FH UII)
TERHADAP
“PUTUSAN MK TENTANG PEMBATALAN PRESIDENTIAL THRESHOLD”

 Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan Hormat,
Rekan Media

Kamis, 2 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus perkara No. 62/PUU-XXII/2024 sebagai ikhtiar dalam melestarikan demokrasi di Indonesia. PSHK FH UII memberikan catatan sekaligus pencerahan kepada publik, sebagai berikut:

  1. Putusan MK yang menghapuskan ambang batas minimal presentase 20% dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) membawa angin segar bagi pelaksanaan demokrasi dan keteguhan konstitusi di Indonesia karena Putusan ini mengembalikan hak seluruh partai politik peserta Pemilihan Umum (Pemilu) dan kedaulatan rakyat serta hak politik warga negara karena sebelumnya dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ditawarkan kepada pemilih.
  2. Meskipun terdapat fakta bahwa presidential threshold telah diterapkan dalam penyelenggaraan 5 Pemilu dan telah diputus MK sebanyak 33 kali judicial review, tetapi upaya MK dalam merubah pendiriannya yang sebelumnya memaknai presidential threshold sebagai bagian dari open legal policy dan menganggapnya konstitusional, oleh karena konsep judicial review di Indonesia sejatinya tidak selalu menghendaki MK untuk selalu terjebak pada pilihan konservatisme yang hanya menekankan pada aspek kepastian hukum tetapi menyediakan alternatif progresivisme untuk mencapai keadilan subtantif, sehingga upaya perubahan pendirian MK pada perkara ini harus dimaknai sebagai ikhtiar dalam menegakkan konstitusi.
  3. Bahwa Putusan ini memiliki mandat konstitusional bagi pembentuk undang-undang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU 7/2017) dengan cara rekayasa konstitusional (constitutional engineering) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
    1. Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden;
    2. Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional;
    3. Dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih;
    4. Partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya; dan
    5. Perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Terhadap beberapa catatan di atas, PSHK FH UII menyatakan dan/atau merekomendasikan:

  1. kepada Mahkamah Konstitusi, memberikan apresiasi dan MK harus tetap menjadi Guardian of Constitution and Democracy dengan memberikan Putusan-Putusan yang menghadirkan rasa keadilan dan melestarikan prinsip konstitusionalisme dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945.
  2. kepada Pembentuk Undang-Undang, untuk mempedomani Putusan MK tentang presidential threshold dan tidak melakukan manuver-manuver yang mengingkarinya. Bahkan jika terdapat langkah-langkah untuk menganulir Putusan MK tersebut berarti Pembentuk Undang-Undang sama saja telah melakukan pelanggaran konstitusi karena sengaja dan abai dengan Putusan MK.
  3. Kepada Partai Politik untuk dapat memanfaatkan dengan memperisapkan calon presiden dan wakil presiden dari kader terbaiknya berdasarkan kinerja, pengalaman, dan sosok yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, bukan karena pertimbangkan pragmatis semata.
  4. kepada seluruh lembaga negara, agar tidak menggunakan hukum sebagai tameng kepentingan politik dan oligarki semata (autocratic legalism) dan tetap melanjutkan komitmennya dalam penyelenggaraan pesta demokrasi yang substansial.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jum’at, 3 Januari 2025

 

 

Retno Widiastuti
(Peneliti PSHK FH UII)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan