,

Pengaruh Pembangunan Tanpa AMDAL terhadap Keberlanjutan Kawasan Lindung

Oleh: Almaira Faza Syahida – 23410133

Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Pendahuluan

Perizinan usaha dan AMDAL merupakan komponen krusial dalam proses pendirian sebuah usaha atau bisnis. Perizinan usaha memastikan bahwa kegiatan ekonomi berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku, sementara AMDAL dampak yang akan ditimbulkan pada lingkungan dari proyek tersebut. Keduanya bertujuan untuk memastikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Sering kali, proses perizinan dan AMDAL tidak berjalan seiring, sehingga izin tidak dapat diterbitkan jika AMDAL tidak memenuhi persyaratan.

Seperti, isu beberapa tahun terakhir, banyak pengalihan fungsi lahan lindung dengan pemberian izin untuk mendirikan usaha pada kawasan tersebut. Proses perizinan yang dipermudah, seringkali tanpa memperhatikan aspek lingkungan secara konservatif, telah memicu kekhawatiran bahwa kawasan lindung menjadi semakin rentan untuk dieksploitasi. AMDAL merupakan substansi penting dalam sahnya perizinan suatu usaha yang kini rentan untuk dikesampingkan. Fenomena ini tampak nyata dalam kasus-kasus pembukaan lahan untuk usaha yang dilakukan oleh oknum investor yang mendirikan usaha diatas lahan atau kawasan yang dilarang.

Isu beberapa waktu lalu usaha yang dimiliki oleh artis terkenal Raffi Ahmad di Gunung Kidul telah menjadi sorotan bagi aktivis pemerhati lingkungan.  Proyek ini, yang mencakup pembangunan fasilitas pariwisata besar, dapat merusak keseimbangan alam di kawasan batuan kapur yang berada di Gunung Kidul yang merupakan kawasan yang dilindungi. Diduga pembangunan bisnis tersebut tidak memenuhi syarat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Oleh karena itu, sangat penting untuk meninjau kembali kebijakan perizinan ini dan memastikan bahwa setiap langkah dalam proses pengembangan ekonomi tidak mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang dilindungi.

Pembahasan

      1. Kemudahan Perolehan Izin dari Pejabat Setempat

UU Ciptaker memperkenalkan konsep perizinan berbasis risiko, yang membagi jenis usaha berdasarkan tingkat risiko yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan kesehatan Berdasarkan tingkat risiko ini, persyaratan AMDAL dapat bervariasi:

  1. Usaha Risiko Rendah: Usaha dengan risiko rendah tidak diwajibkan untuk memiliki AMDAL, cukup dengan persyaratan yang lebih ringan seperti dokumen lingkungan yang lebih sederhana.
  2. Usaha Risiko Menengah: Usaha yang masuk dalam kategori risiko menengah wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), yang merupakan bentuk pengelolaan lingkungan yang lebih sederhana dibandingkan AMDAL.
  3. Usaha Risiko Tinggi: Usaha dengan risiko tinggi tetap diwajibkan untuk menyusun AMDAL yang komprehensif.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dalam sistem hukum Indonesia awalnya diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009. Namun, regulasi ini mengalami perubahan setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam undang-undang ciptaker, substansinya dinilai kurang memberikan perhatian pada partisipasi publik. Persyaratan seperti adanya partisipasi publik untuk penerbitan AMDAL sering kali diabaikan demi kelancaran pembangunan di kawasan lindung.

Selain permasalahan dalam persyaratan AMDAL, dalam UU Ciptaker yang membahas soal perizinan juga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi kesewenang-wenangan pejabat dalam proses penerbitan izin. Diskresi dalam Penerbitan Izin memberikan kewenangan lebih besar kepada pejabat pemerintah untuk mengambil keputusan dalam penerbitan izin usaha. Hal ini bisa berpotensi menimbulkan keputusan yang tidak transparan dan mengarah pada praktik korupsi dan kolusi. Selain itu, proses perizinan yang lebih cepat seringkali mengabaikan partisipasi publik yang memadai. Padahal, keterlibatan masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa dampak lingkungan dan sosial dari sebuah proyek dapat diminimalisir. Kurangnya pengawasan dan hukum yang kuat dapat menjadi celah yang dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan izin.

  1. Problematika yang timbul

Pengabaian AMDAL dan kelonggaran izin menyebabkan dampak serius seperti kerusakan lingkungan, ketidakadilan sosial, rusaknya ekosistem alami, dan hilangnya kepercayaan publik. Tanpa penilaian lingkungan yang memadai, proyek pembangunan bisa menimbulkan konflik sosial, mengancam manfaat keberlanjutan, serta hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Pengabaian terhadap aspek-aspek ini juga dapat memperburuk masalah krisis iklim, karena pembangunan yang tidak terkendali seringkali meningkatkan emisi gas rumah kaca dan mempercepat perubahan iklim. Selain itu, proses perizinan yang tidak transparan dan akuntabel menjadi celah praktik korupsi, yang pada akhirnya merugikan perekonomian negara. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat pelaksanaan AMDAL dan memastikan proses perizinan yang ketat dan transparan demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

3. Kebijakan dan Solusi

Agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam pemberian izin usaha di kawasan lindung, pemerintah dapat menerapkan beberapa kebijakan sebagai berikut. Pertama, meningkatkan penegakan hukum dengan memberikan sanksi tegas atas pelanggar perizinan izin usaha kawasan lindung. Kedua, membuat proses perizinan lebih transparan dan akuntabel dengan melibatkan pemangku kepentingan seperti masyarakat lokal, organisasi lingkungan, dan lembaga independen. Ketiga, meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan izin usaha kawasan lindung agar sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak merusak lingkungan. Selanjutnya, melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan izin usaha di kawasan lindung untuk memastikan bahwa suara mereka terdengar dan kekhawatiran mereka terpenuhi. Seluruh izin usaha kawasan lindung juga harus melalui evaluasi AMDAL yang ketat dan transparan, dengan memperhitungkan dampak lingkungan jangka panjangnya.

Daftar Pustaka

Luhukay, Roni Sulistyanto. “Penghapusan Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Dalam Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja.” Jurnal Meta-Yuridis 4.1 (2021).

Herlina, Nina, and Ukilah Supriyatin. “Amdal Sebagai Instrumen Pengendalian Dampak Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan Dan Berwawasan Lingkungan.” Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 9.2 (2021): 204-218

Prianto, Yuwono, et al. “Penegakan Hukum Pertambangan Tanpa Izin Serta Dampaknya  Terhadap Konservasi Fungsi Lingkungan Hidup.” Bina Hukum Lingkungan 4.1 (2019): 1-20.