Memformulasikan Penanganan Terpadu Kejahatan “Klitih” di DIY, Made Wira Suhendra Raih Gelar Doktor dari Fakultas Hukum UII
Yogyakarta, 7 Oktober 2025 — Fenomena “klitih” yang selama ini menjadi momok sosial di Daerah Istimewa Yogyakarta, kini dikaji secara ilmiah dan komprehensif oleh Made Wira Suhendra, seorang perwira menengah kepolisian yang berhasil meraih gelar Doktor ke-195 dari Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).
Dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor, Made mempertahankan disertasinya yang berjudul “Formulasi Penanganan Terpadu Kejahatan Klitih di Daerah Istimewa Yogyakarta: Analisis dan Evaluasi Model Penanganan.” Penelitian ini menjadi salah satu kontribusi penting dalam bidang hukum pidana dan kebijakan publik, karena mengangkat fenomena sosial yang telah lama menjadi perhatian masyarakat Yogyakarta.
Klitih sebagai Gejala Sosial dan Krisis Identitas Remaja
Dalam paparannya, Made menjelaskan bahwa “klitih” bukan sekadar tindakan kriminal jalanan, tetapi merupakan ekspresi destruktif dari krisis identitas dan disintegrasi sosial di kalangan remaja. Ia menyebut fenomena ini lahir dari subkultur menyimpang (delinquent subculture) yang berkembang di kalangan pelajar.
“Fenomena klitih tidak berorientasi pada keuntungan ekonomi sebagaimana kejahatan jalanan konvensional, melainkan pada pencarian eksistensi, dominasi, dan pengakuan di antara kelompok remaja,” jelas Made.
Penelitian ini menemukan bahwa faktor penyebab klitih meliputi lemahnya kontrol sosial, pola pengasuhan keluarga yang tidak efektif, krisis figur otoritas, hingga absennya pendidikan karakter di lingkungan sekolah. Data psikologis forensik terhadap pelaku menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka mengalami kehilangan figur ayah, kurang komunikasi keluarga, serta memiliki lingkungan sosial yang permisif terhadap kekerasan.
Dalam konteks ini, Made memandang “klitih” bukan hanya sebagai tindak pidana, tetapi juga produk dari kegagalan sistem sosial dalam menanamkan nilai, disiplin, dan tanggung jawab sosial kepada generasi muda.
Pendekatan Sosio-Legal dan Kolaborasi Multisektoral
Menggunakan pendekatan sosio-legal dengan dukungan teori Differential Association, Anomie Theory, dan Behavioral Theory of Crime, penelitian ini menggambarkan bahwa kejahatan klitih merupakan hasil interaksi kompleks antara faktor individual, sosial, dan struktural.
Made menekankan bahwa penanganan klitih tidak dapat dilakukan secara parsial, tetapi harus melalui formulasi kebijakan terpadu berbasis kolaborasi multisektoral. Model yang ia rumuskan mencakup tiga pilar utama 1) Preventif: Pendidikan karakter, penguatan kontrol sosial di sekolah dan keluarga, serta revitalisasi nilai-nilai budaya damai. 2) Kuratif (penegakan hukum): Proses hukum yang adil dengan tetap memperhatikan prinsip perlindungan anak dan kepentingan terbaik bagi remaja. 3) Rehabilitatif: Program reintegrasi sosial dan psikososial bagi pelaku agar dapat kembali berperan positif di masyarakat.
Made menambahkan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku anak harus diimbangi dengan kebijakan sosial yang humanis. “Klitih bukan sekadar urusan polisi dan pengadilan, tapi juga soal pendidikan, keluarga, dan kultur masyarakat,” tegasnya.
Data Empirik dan Tren Kejahatan Jalanan di DIY
Berdasarkan data Polda DIY yang dikumpulkan Made dalam periode 2020–2025, angka kejahatan jalanan menunjukkan tren meningkat. Tahun 2020 tercatat 43 kasus, dan melonjak hingga lebih dari 100 kasus pada 2025. Sebagian besar pelaku berusia di bawah 20 tahun dan masih berstatus pelajar.
Jenis kejahatan yang mendominasi ialah kepemilikan senjata tajam, pengeroyokan, dan penganiayaan, dengan waktu kejadian terbanyak pada malam hari. Temuan ini memperkuat argumentasi bahwa kejahatan klitih berakar pada lemahnya kontrol sosial dan pengawasan lingkungan terhadap aktivitas remaja.
Selain itu, kebijakan penegakan hukum yang tidak konsisten akibat pergantian pejabat di tingkat kepolisian maupun pemerintahan daerah menjadi faktor yang mempersulit pembentukan strategi jangka panjang dalam penanganan fenomena ini.
Kontribusi dan Implikasi Hukum
Disertasi ini merekomendasikan agar pemerintah daerah dan penegak hukum segera merumuskan peraturan daerah khusus tentang penanganan kejahatan jalanan anak, termasuk pembentukan task force lintas sektor antara aparat penegak hukum, sekolah, Dinas Sosial, dan organisasi masyarakat.
Made juga menilai pentingnya sinkronisasi antara hukum pidana dan kebijakan sosial untuk menciptakan sistem ketahanan sosial terhadap kejahatan remaja. “Klitih tidak bisa dihapus hanya dengan penegakan hukum, tapi harus dibasmi dari akarnya melalui rekonstruksi sosial dan pendidikan karakter,” ungkapnya.
Dalam konteks akademik, penelitian ini memperkaya literatur hukum pidana dengan pendekatan interdisipliner yang menempatkan kejahatan bukan hanya sebagai pelanggaran hukum, tetapi sebagai gejala sosial yang harus direspon secara holistik.
Sidang Promosi dan Dewan Penguji
Dalam sidang terbuka yang dipimpin oleh Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Dewan Penguji, Made Wira Suhendra dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Promotor disertasi adalah Prof. Dr. Rusli Muhammad, S.H., M.H., dengan Dr. Aroma Elmina Martha, S.H., M.H. sebagai ko-promotor. Adapun para penguji lainnya meliputi Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si., dan Dr. M. Arif Setiawan, S.H., M.H.
Kesimpulan Disertasi
Disertasi Made Wira Suhendra menyimpulkan tiga poin utama 1) Klitih merupakan manifestasi disintegrasi sosial dan subkultur delinkuen yang tumbuh karena lemahnya sistem kontrol sosial. 2) Penanganan klitih membutuhkan pendekatan multidimensi — meliputi aspek psikologis, sosial, dan hukum — yang berpihak pada pencegahan dan rehabilitasi, bukan hanya hukuman. 3) Kolaborasi multisektoral adalah kunci utama dalam menciptakan model penanganan terpadu yang efektif dan berkelanjutan, disertai dengan penyusunan legal framework dan rencana aksi terukur untuk membangun ketahanan sosial di Yogyakarta.
Dengan capaian akademik ini, Made berharap temuannya dapat menjadi rujukan bagi pembuat kebijakan dan aparat penegak hukum dalam menyusun strategi nasional penanganan kejahatan remaja berbasis kolaborasi sosial dan hukum.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!