Webinar Pusdiklat FH UII : “Pengaruh Revolusi Industri 4.0 Terhadap Persidangan Perkara Pidana dan Perkara Perdata Secara Elektronik di Pengadilan”.
YOGYAKARTA (FH UII). Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Fakultas Hukum UII mengadakan kegiatan webinar dengan tema “Pengaruh Revolusi Industri 4.0 Terhadap Persidangan Perkara Pidana dan Perkara Perdata Secara Elektronik di Pengadilan”. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka merespon keluarnya 2 (dua) peraturan Mahkamah Agung terkait perkembangan persidangan elektronik yaitu Peraturan Mahkamah Agung Repuplik Indonesia (Perma RI) Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik dan Perma RI Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
Kegiatan Webinar ini dilaksanakan secara daring (dalam jaringan) melalui platform zoom dan live youtube Pusdiklat FH UII serta diikuti sejumlah 147 (seratus empat puluh tujuh) peserta yang terdiri dari mahasiswa/i mata kuliah Praktik Peradilan Pidana dan Praktik Peradilan Perdata sebagai peserta wajib dan dari masyarakat atau umum.
Pembukaan Webinar ini diawali dengan sambutan dari Dekan Fakulas Hukum UII Bapak Dr. Abdul Jamil, S.H.,M.H. yang menyampaikan bahwa situasi saat ini sangat relevan dengan tema yang didiskusikan, bagaimana dampak dari proses peradilan baik perdata maupun pidana yang dilakukan secara elektronik. Hal ini sesuai dengan program Mahkamah Agung dengan melahirkan kedua perma diatas, salah satu program MA ialah e-litigation yang diharapkan dapat mengurangi penumpukan sidang di pengadilan. Hal ini juga didukung dengan adanya musim pendemi saat ini, yang mana persidangan sudah dilakukan secara elektronik, seperti pemeriksaan terhadap saksi/pemeriksaan terhadap terdakwa, atas hal tersebut perlu juga dikaji berkaitan dengan bagaimana sidang elektronik ini jika dikaitkan dengan teori. Bagaimana dengan sidang pembuktian dan sebagainya karena prinsip-prinsip tersebut menjadi tidak sinkron dengan hukum acara pada umumnya. Saya harapkan hal ini dapat dikaji lebih oleh narasumber untuk memberikan pengetahuan kepada pada peserta webinar.
Kegiatan Webinar ini juga sebagai upaya merespon perkembangan kondisi saat ini yang memasuki era revolusi industry 4.0 yang mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan manusia, tak terkecuali sistem hukum khususnya di lingkungan peradilan yang menuntut semua pihak terbiasa dengan sistem komputerisasi atau teknologi.
Sejak pemberlakuan kedua Perma tersebut, seluruh pengadilan di Indonesia sebisa mungkin dapat memfasilitasi persidangan secara elektronik apabila masyarakat pencari keadilan membutuhkannya. Dan oleh karenanya Pusdiklat FH UII ingin mengadakan webinar ini guna melihat bagaimana pemberlakuan dan pelaksanaan perma kedua tersebut hingga saat.
Materi yang disampaikan terdiri dari 3 (tiga) sesi materi dengan perspektif yang berbeda disampaikan oleh narasumber sesuai dengan bidangnya masing-masing. Materi pertama tentang pemaparan umum Perma Nomor 1 Tahun 2019 dan Perma Nomor 4 tahun 2020 yang disampaikan oleh Wahyu Sudrajat, S.H.,M.H.Li selaku Hakim sekaligus Pengajar Praktik Peradilan Pidana dan Praktik Peradilan Perdata FH UII. Hukum merupakan sarana untuk mengatur kepentingan manusia yang bersifat memaksa, namun hukum biasanya tertinggal dari kebiasaaanya, meskipun tertatih untuk mengikuti kebiasaanya Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang diberikan tugas oleh konstitusi untuk menegakkan hukum dan keadilan mencoba merespon apa yang terjadi didalam kehidupan social masyarakat.
Lahirnya perma Nomor 1 tahun 2019 yang mencabut perma Nomor 3 tahun 2018 dan Perma Nomor 4 tahun 2020 merupakan sebuah fase yang sangat penting dalam proses digitalisasi terhadap litigasi di Indonesia meskipun negara kita bukan negara yang pertama yang menerapkan system e-court. Adapun trobosan perma nomor 3 tahun 2018 yang disempurnakan dengan perma nomor 1 tahun 2019 yakni berkenaan dengan Sistem Informasi, Pendaftaran secara elektronik dengan adanya e-court, orang dapat mendaftarkan perkara dimanapun, meskipun terbagi menjadi pengguna terdaftar (perma nomor 3 tahun 2018 bukan hanya advokat, namun perma nomor 1 tahun 2019 pengguna terdaftar hanya untuk advokat) dan dan pengguna lain, Taksiran panjar biaya perkara secara elektronik dilakukan secara online yang diharapkan memutus kecurangan dalam berperkara ataupun memudahkan untuk melakukan pembayaran dibeda daerah, domisili elektronik yang sangat mempengaruhi pemanggilan secara elektronik dan hal ini menjadi solusi aturan hukum didalam HIR yang sangat tertinggal, dimana pemanggilan pihak dilakukan secara manual menggunakan juru sita untuk memanggil para pihak dan ini merupakan solusi dari persidangan cepat, biaya murah, dan ringan. pengguna terdaftar, dalam perma nomor 3 tahun 2018 hanya mengatur administrasi perkara secara elektronik namun dalam perma nomor 4 tahun 2019 bukan hanya berbicara administrasi elektronik namun juga mengatur e-litigati, dan hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah upaya hukum yang dilakukan secara elektronik.
Terobosan perma nomor 4 tahun 2020 diantaranya adanya perluasan makna berkaitan dengan ruang sidang(ruang sidang secara elektronik) yang mana hakim, jaksa dan penasehat hukum bisa dilakukan di masing2 tempat sesuai dengan aturan perma ini, domisili elektronik, administrasi perkara secara elektronik, persidangan secara elektronik, pembuktian secara elektronik, dokumen elektronik, adanya opsi persidangan elektronik masih bisa dilakukan sejak permulaan maupun pada saat sudah berjalan, panggilan secara elektronik dan akses public tetap terbuka namun disisi lain memang ada kelemahan saksi lain yang belum diperiksa sudah memiliki gambaran persidangan yang sudah berjalan.
Adapun kelebihan persidangan dilakukan secara elektronik dapat memberikan keamanan bagi hakim, jaksa dan pihak lainnya yang sedang menyidangkan perkara-perkara tertentu yang melibatkan massa banyak. Kedua perma ini merupakan produk monumental yang dikeluarkan oleh mahkamah agung terhadap hukum acara pidana dan hukum acara perdata di Indonesia yang akan menjadi pijakan bagi kita untuk memulai digitalisasi secara komperensif terhadap proses litigasi di Indonesia. Adapun hal-hal yang perlu di tempuh kedepannya ialah : diharapkan adanya live streaming penjatuhan putusan baik dalam perkara pidana maupun perdata pada setiap tingkatan baik tingkat pertama, banding, kasasi ataupun peninjauan kembali, kewajiban sidang elektronik bagi advokat sepenuhnya, perluasan ruang sidang elektronik secara lebih komprehensif termasuk untuk kepentingan independensi hakim dan keamanan dalam menjatuhkan putusan serta mengakomodir perkembangan artificial intelligence dan sidang virtual, integrasi identitas kependudukan dengan data pihak berperkara untuk lebih memudahkan panggilan pengadilan.
Foto 1: Penyampaian materi oleh narasumber ke 2
Kemudian materi kedua tentang teknis pelaksanaan persidangan perkara perdata dan perkara pidana di pengadilan secara elektronik serta kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2019 dan Perma Nomor 4 Tahun 2020 (berdasarkan sudut pandang Hakim) yang disampaikan oleh Syihabuddin, S.H.,M.H., selaku Hakim Ketua Pengadilan Negeri Sabang (Aceh). Hingga saat ini semenjak pemberlakuan kedua perma tersebut dari juli 2018-juni 2020 terdaftar pengguna perkara elektronik mencapai 33.840 dan terverifikasi 31.465 dan persidangan perkara elektronik 18.935. Adapun kendala yang dihadapi dalam menyidangkan perkara persidangan elektronik yakni : Akses internet kurang baik, Ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai, Belum ada prosedur tetap dan modul standar infrastruktur, Pemangku kepentingan kurang paham operasional Perma, sehingga masih menggunakan sistem konvensional dengan penyesuaian sistem elektronik, E-litigasi Dalam perkara Perdata masih mengandalkan konsensualisme, Aturan dasar masih mengacu pada HIR/RBg dll, Pembuktian masih mengacu kepada HIR/RBg, Kendala terkait dengan Pembuktian Tambahan, Mediasi masih secara konvensional (tatap muka), Klien memutus hubungan hukum (Surat Kuasa Advokat), kemudian tidak menunjuk advokat lain, akan menjadi kendala, Dokumen yang diunggah kurang jelas, sulit dibaca (hasil scan kurang baik).
Materi ketiga tentang teknis pelaksanaan persidangan perkara perdata dan perkara pidana di pengadilan secara elektronik serta kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2019 dan Perma Nomor 4 Tahun 2020 (berdasarkan sudut pandang Advokat). disampaikan oleh Bapak Dr. Ariyanto, S.H.,C.N.,M.H selaku advokat. Para Advokat sangat mengapresiasi adanya perma ini, karena adanya e-court sangat membantu advokat dalam pelaksanaannya kepentingan klien guna memenuhi asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Hal ini juga mempengaruhi biaya cost operasional yang dikeluarkan oleh klien menjadi tidak besar. Dengan adanya e-court ada transparansi putusan pengadilan yang dapat diakses oleh public. Hal ini juga dapat mempersempit interaksi langsung (nepotiseme) antara Advokat dan hakim dan Pegawai Pengadilan.
Peserta Webinar sangat antusias mendengarkan pemaparan dari narasumber yang ahli di bidangnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya pertanyaan dari peserta yang berasal dari Fakultas Hukum UII. Pelaksanaan Webinar secara lengkap dapat dilihat dalam youtube Pusdiklat FH UII dengan link berikut:
Kegiatan ini ditutup dengan closing statement dari bapak Wahyu Sudrajat Meskipun dengan berbagai kendala yang ada dalam penerapan e-court dan e -litigasi ini, harus kita jadikan tantangan untuk maju lebih jauh lagi dalam hal digitalisasi proses litigasi, kendala pasti ada apalagi kita memang dipaksa dengan keadaan saat ini bukan hanya dipengaruhi oleh revolusi industy 4.0 namun juga kendala yang diakibatkan oleh pendemi covid 19 yang menyebabkan perubahan dalam banyak hal, jika hanya berbicara revolusi 4.0 kita tidak akan takut datang ke persidangan namun saat ini kita juga diberengi dengan ketakutan pada hal yang tidak terlihat (covid). Hal ini juga bukan hanya berbicara digitalisasi dalam hal litigasi saja, namun juga dilihat dari sisi keadilan. Selain kualitas sistemnya sudah bagus yang mana hakim tidak hanya canggih dalam menjalankan e-court namun hakim juga dapat memberikan pertimbangan putusannya yang berkualitas.
Diharapkan juga kedepannya, kita tidak hanya terfokus untuk mendorong Mahkamah Agung dalam digitalisasi litigasi namun juga kita harus mendorong digilatisasi pada tingkat penyelidikan dan penuntutan dalam system peradilan pidana.