Penulis: M. Syafi’ie, S.H., M.H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

 

Penularan Covid-19 terus meningkat. Publik seperti dihadapkan pada ketidakpastian langkah-langkah pemenuhan hak atas kesehatan. Bahkan, pemerintah mulai meragukan kebijakannya sendiri. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang menggantikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dinilai tidak efektif menghentikan laju penularan. Situasi ini bermakna bahwa penanganan Covid-19 di Indonesia sampai saat ini belum berhasil.

Sejauh ini, sudah banyak peraturan dan kebijakan terkait Covid-19, antara lain : Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing kegiatan, realokasi anggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019, Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19, Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang penetapan bencana non alam penyebaran Corona Virus Disease 2019 sebagai Bencana Nasional, Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease, Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Pencepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019, Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.

Selain itu, ada Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Permenkes No. 9 tahun 2020 yang secara spesifik mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Keputusan Menteri kesehatan Nomor HK. 01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol Kesehatan yang diantaranya mengatur kebijakan tentang mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai masker, dan yang terakhir Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 01 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Desease 2019.

Melihat ketentuan di atas, sudah banyak peraturan dan kebijakan yang telah dibuat. Pertanyaannya, mengapa kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat? Pertanyaan ini bisa dijawab bahwa substansi dan struktur hukum tersebut belum berjalan efektif dan belum mampu menjadi sarana pengubah perilaku masyarakat.

 

Hukum Pengubah Perilaku  

Roscoe Pound, tokoh aliran hukum Sociological Jurisprudence mengatakan bahwa hukum semestinya dilihat sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Hukum mesti dipahami sebagai suatu proses (law in action) yang hukum tersebut sama sekali berbeda dengan hukum yang tertulis (law in books). Peraturan dan kebijakan tentang Covid-19 semestinya dilihat dalam konteks ini, bahwa aturan tersebut bukanlah norma-norma tertulis saja, tetapi norma yang harus dihidupkan dan dilekatkan dengan lembaga kemasyarakatan.

Roscoe Pound mengatakan, hukum berkaitan dengan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat. Kepentingan tersebut ada 3 (tiga), pertama, public interest yang meliputi kepentingan negara yang tugasnya memelihara hakekat negara dan menjaga kepentingan sosial. Kedua, kepentingan perorangan yang meliputi kepentingan pribadi dan kepentingan dalam rumah tangga. Ketiga, kepentingan sosial yang terkait dengan keamanan umum, moral umum, kemajuan sosial dan kehidupan individu.

Kepentingan penanganan Covid-19 merujuk pemikiran Pound sudah sangat memenuhi dalam dimensi kepentingan pribadi, sosial dan negara. Persoalannya terletak bagaimana peraturan yang ada dapat menggerakkan lembaga pemasyarakatan untuk mendorong tujuan-tujuan sosial dan perorangan di bidang kesehatan. Jika konsep ini dilakukan, peraturan dan kebijakan Covid-19 tentu akan menjadi alat rekayasa masyarakat (law as a tool of social engineering)

Persoalannya, perilaku masyarakat saat ini tidak banyak berubah untuk mentaati protokol kesehatan. Penggunaan masker, menjaga jarak, dan aktifitas cuci tangan tidak ditaati. Kegiatan bergerombol dan mobilitas masyarakat masih sangat tinggi. Situasi ini bermakna bahwa aturan dan kebijakan belum berjalan dengan semestinya. Aparat yang memiliki kewenangan penanganan Covid-19 belum mampu membangun kesadaran yang utuh akan makna penting protokol kesehatan.

Soerjono Soekanto berpendapat, apabila hukum tidak berjalan dengan semesetinya maka harus dicek faktor-faktor yang menjadi penghambatnya, biasanya antara lain terjadi karena faktor pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari keadilan, maupun golongan-golongan lain dalam masyarakat. Faktor penghambat harus diidentifikasi.

Salah satu yang biasa jadi faktor penghambat menurut Soerjono Soekanto ialah komunikasi hukum. Hukum yang diharapkan dapat mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat harus disebarkan seluas mungkin sehingga melembaga dalam masyarakat. Komunikasi hukum harus dapat dilakukan secara formal dan informal. Cara ini merupakan bagian yang dinamakan difusi, yaitu penyebaran unsur-unsur kebudayaan tertentu di dalam kehidupan masyarakat.

Pada pokoknya ketaatan hukum sangat dipengaruhi oleh dua faktor, pertama, tujuan hukum harus identik dengan tujuan/aspirasi anggota-anggota masyarakat. Makna lainnya, taatnya masyarakat pada hukum karena terdapatnya perasaan keadilan dan kebenaran dalam hukum. Kedua, adanya kekuasaan yang imperatif melekat pada hukum dengan sanksi apabila ada orang yang melanggarnya.

Berangkat dari pemikiran di atas, terbayang dalam pikiran kita bahwa ada banyak faktor hukum dan dimensi sosial politik yang mempengaruhi lemahnya ketaatan hukum masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan. Sebagian besar masyarakat masih belum menangkap kebenaran protokol kesehatan sebagai sesuatu yang penting, dan pada sisi yang lain penegakan hukum masih sangat lemah.

Tentu masih banyak faktor lain yang bisa diidentifikasi dan ditemukan akar masalahnya. Mengubah perilaku masyarakat tidak mudah, apalagi didalamnya ada dimensi sosial keagamaan. Butuh multi pendekatan untuk menciptakan kesadaran akan makna penting mentaati kebijakan protokol kesehatan. Kegagalan penanganan Covid-19 saat ini lebih pada konteks ini : tidak fokus pada pokok masalah, sentralistik, bahasa kebijakan yang tidak membumi, dan kebijakan yang selalu berubah-ubah sehingga cenderung membingungkan masyarakat bahkan pemerintah sendiri.

Tulisan ini telah dimuat pada Koran Sindo, 10 Februari 2021.

 

TAMANSISWA (UIINews)- Pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja telah berdampak pada pengaturan berbagai sektor diantaranya sektor investasi, kekayaan intelektual, dan pemberdayaan UMKM. Berangkat dari pemikiran tersebut, Departemen Perdata Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Webinar yang membahas mengenai isu-isu aktual dan perkembangan terbaru Hukum Bisnis pasca berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja tersebut sebagai upaya untuk mengkaji dan menggali konsep/teori hukum baru, termasuk juga antisipasi dan solusi atas potensi masalah hukum yang dapat terjadi.

Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum, Dosen FH UII menyampaikan bahwasannya terdapat implikasi positif dan negatif terhadap perubahan Undang-Undang (UU) Merek dan Paten dalam UU Cipta Kerja. Menurutnya, implikasi positif di antaranya adalah memperjelas persyaratan terkait investasi sederhana serta proses pengurusan merek dan paten lebih cepat masa waktunya. Ia juga menyampaikan implikasi negatif yang ada yakni UU paten belum dapat menunjang alih teknologi bagi inovasi UKMN dan juga meningkatnya daya saing UMKN mengingat produk-produk luar masih akan membanjiri pasar dalam negeri.

Selanjutnya, Budi Agus merekomendasikan perlunya pengkajian ulang atas perumusan Pasal 20 dan Pasal 82 UU Cipta Kerja berkaitan dengan perubahan Pasal 20 dan Pasal 82 UU Paten. Ia juga menyampaikan perlunya penguatan integritas dan profesionalisme sumber daya manusia dalam pelayanan pendaftaran merek dan paten yang didorong tata kelola yang baik dalam penyelenggaraan pelayanan hak kekayaan intelektual.

Muhammad Fauzi Irawan, S.H. selaku praktisi dan Senior Manager, Head of Corporate Secretary – TMF Group menyampaikan bahwa terdapat beberapa sektor yang dilarang berdasarkan UU Omnibus Law, yakni narkotika, perjudian, flora dan fauna yang terancam punah, terumbu karang, persenjataan kimia, kimia industri dan bahan kimia yang membahayakan ozon.

Webinar yang digelar pada Kamis, 15 Jumadilakhira 1442 H/ 28 Januari 2021 juga menghadirkan Dr.Siti Anisah, S.H., M.Hum, Dosen FH UII. Siti Anisah membahas UU Cipta Kerja dan Pengaturan Investasi di Indonesia. (Nisa’)

Disampaikan bahwa saat ini Prodi Hukum Program Sarjana (PSHPS) FH UII telah mendapatkan nilai LKID/LKD1 dan PNDI/ONDI bagi Mahasiswa Angkatan 2018. Namun sehubungan dengan masa key in Semester Genap 2020/2021 yang sedangkan berlangsung sampai dengan tanggal 25 Februari 2021, maka dengan ini diumumkan sementara melalui portal Fakultas Hukum untuk dapat diketahui lebih awal. Pasca key in, Divisi Administrasi Akademik FH UII baru dapat mengentri nilai-nilai tersebut kedalam sistem gateway.

Demikian informasi ini disampaikan, untuk itu mohon maklum adanya.

  1. Nilai PKD1 (LKID 2018) [ view ]
  2. Nilai PNDI (ONDI 2018) [ view ]
  3. Nilai PKD1 (LKID 2017) [ view ]
  4. Nilai PNDI (ONDI 2017) [ view ]

[CAREER TRAINING]
“Build Professional Network Advance Training”

Buat kamu, masih bingung membuat surat lamaran yang tepat? Masih merasa CV kurang menarik? Dan tambah bingung lagi ketika disuruh mengirim e-portofolio?

Jangan biarkan dirimu terjebak dalam kebingungan, segera daftarkan dirimu ke CAREER TRAINING karena Direktorat Pengembangan Karier dan Alumni (DPKA) memiliki serangkaian training yang akan membantu kamu dalam pembuatan cover letter, curriculum vitae (CV) dan e-portofolio.
Training ini dapat diikuti oleh seluruh mahasiswa aktif UII. Segera daftarkan dirimu, karena pendaftaran GRATIS dan akan mendapat fasilitas berupa: modul training & e-certificate, serta tainer yang akan mengisi program ini juga sangat profesional.

Hayuk buruan daftar di link dibawah ini
https://s.id/daftarBPN2021

Save the date!
Jum’at, 26 Februari 2021
08.00-16.00 WIB
Via Zoom Meeting

Jangan sampai ketinggalan dan kehabisan kuota ya…

#training
#career_training
#career_development
#dpka_uii

Prodi Hukum Program Sarjana FH UII merencanakan perkuliahan pada Semester Genap T.A. 2020/2021 dengan perkuliahan daring. Perkuliahan dalam jaringan dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia. Software yang selama ini digunakan yaitu Google edupack dan Zoom Meeting. Google Edupack terdiri dari Class room, Drive, Speedsheet, Doc, email, form, dan tools dalam paket layanan Google dan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk perkuliahan asinkron. Sementara pemanfaatan Zoom Meeting dan Google Meet dimanfaatkan untuk perkuliahan sinkron.

Selin itu disampaikan pula HAL PENTING terkait ketentuan pengambilan mata kuliah

  • Keadvokatan,
  • Praktik Penyidikan dan Penuntutan,
  • Praktik Peradilan Pidana, dan;
  • Praktik Peradilan Perdata

adalah sebagai berikut:

  1. Mengambil mata kuliah keadvokatan & praktik penyidikan dan penuntutan secara bersamaan
  2. Tidak mengambil mata kuliah praktik peradilan perdata dan/atau praktik peradilan pidana, sebelum menempuh mata kuliah keadvokatan dan praktik penyidikan dan penuntutan

Untuk merencanakan pertemuan pada semester Genap 2020/2021 satu semester ke depan disajikan rencana jadwal kuliah sebagaimana tabel di bawah. Yang harus diperhatikan dalam penyusunan jadwal kuliah bagi mahasiswa adalah:

  1. Mahasiswa wajib menyusun jadwal kuliah dengan memperhatikan jadwal ujian;
  2. Apabila terjadi tabrakan jadwal ujian, maka Prodi tidak akan memberikan dispensasi pelaksanaan ujian;
  3. Mahasiswa wajib mengikuti ujian dalam satu waktu dan tidak ada penambahan waktu dalam mengerjakan;

Hal tersebut disampaikan karena pada sistem Gateway tidak memberikan peringatan/larangan terhadap jadwal ujian yang bertabrakan. Sementara untuk untuk jadwal kuliah pada saat key akan diberikan pencegahan secara otomatis agar tidak terjadi tabrakan kelas.

Untuk selanjutnya mahasiswa dapat merencanakan kuliah dengan memanfaatkan file excel yang dapat diunduh di bawah ini.

[ unduh form  ]

YOGYAKARTA (FH UII) – Pada hari Jum’at-Sabtu, 29-30 Januari 2021 Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Fakultas Hukum UII telah menyelenggarakan talkshow hukum dengan tema “Mencari Keadilan di Pengadilan Pajak” yang diselenggarakan melalui Zoom dan live Youtube. Talkshow hukum ini diikuti oleh berbagai peserta dari mahasiswa UII, alumni fakultas hukum UII dan umum. Tujuan pelaksanaan kegiatan ini untuk memperkenalkan dan mensosialisasikan praktik peradilan pajak khususnya di pengadilan pajak ke mahasiswa dan masyarakat luas. Pelaksanaan talkshow hukum ini bertempat di Fakultas Hukum UII khusus para pembicara sedangkan peserta mengikuti melalui zoom dan live youtube.

Pada hari pertama Jumat, 29 Januari 2021, penyelenggaraan talkshow hukum dibuka oleh sambutan pembukaan talkshow dari Dekan FH UII Bapak Dr. Abdul Jamil,S.H.,M.H dan kemudian dilanjutkan dengan diskusi dari para pembicara yaitu Drs. Djoko Joewono Hariadi, M.Si, dan Siti Rahma Novikasari, S.H., M.H.  Talkshow hukum pada hari pertama ini fokus membicarakan tentang peran penting Pengadilan Pajak dalam penyelesaian sengketa pajak di masyarakat dan materi terkait hukum pajak dan sengketanya di masyarakat.

 

Sedangkan pada hari kedua, Sabtu 30 Januari 2021, pembicara talkshow hukum terdiri dari berbagai perspektif yaitu dari perspektif praktisi di bidang pajak yaitu Drs. Djoko Joewono, S.H., M.Si dan Drs. Adi Poernomo selaku mantan hakim pengadilan pajak serta Hersona Bangun, S.H. S.E., AK, BKP., CA., M.Ak, selaku advokat sekaligus konsultan pajak serta Annas Setyawan selaku perwakilan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah Yogyakarta. Penyelenggaraan talkshow hari kedua ini fokus membicarakan kasus sengketa pajak khususnya terkait Pajak Penambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

Peserta yang aktif bertanya membuat talkshow ini menjadi lebih interaktif. Talkshow yang dilaksanakan selama 2 (dua) hari ini ditutup dengan motivasi dari para pembicara tentang kesempatan yang luas bagi mahasiswa dan lulusan Fakultas Hukum khususnya Fakultas Hukum UII berprofesi hukum di bidang perpajakan.

“Mahasiswa fakultas hukum yang berminat kearah perpajakan, seharusnya dari awal sudah belajar juga terkait pajak secara intensip, terlebih menjurus lagi untuk menjadi pengacara di bidang perpajakan, itu suatu lahan yang sangat diperlukan oleh banyak pengguna” tutur Drs.Adi Poernomo

“Ketika kita telah lulus dari fakultas hukum kita pasti sudah mempunyai gambaran terkait beracara di persidangan pidana dan persidangan perdata dan sudah familiar tentunya oleh mahasiswa, tapi bagaimana beracara di peradilan pajak, tentunya hal tersebut berbeda oleh sebab itu dirasa perlu mahasiswa mempelajari tatacara beracara di peradilan pajak” tutur Drs. Djoko Joewono, S.H., M.Si

“Kenapa kita perlu belajar tentang pajak, karena pajak itu meliputi dari segala aspek kehidupan, baik dari yang kita konsumsi maupun dari penghasilan”, tutur Annas Setyawan

“Untuk mahasiswa hukum tidak perlu khawatir jika dikemudian hari ada yang tertarik untuk menjadi konsultan pajak, karena peluang untuk menjadi konsultan pajak itu sangat besar dan menjanjikan, asalkan mereka telah mengikuti Brevet Pajak terlebih dahulu”,tutur Hersona Bangun, S.H. S.E., AK, BKP., CA., M.Ak

Kemudian acara dilanjutkan dengan sambutan penutupan oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) FH UII Bapak Eko Rial Nugroho, S.H.,M.H.

Rekaman talkshow ini dapat disaksikan di channel Youtube PUSDIKLAT FH UII pada tautan :

https://www.youtube.com/watch?v=iSCzmmO2uUk&feature=youtu.be https://www.youtube.com/watch?v=t-LD8Wx8Aow&feature=youtu.be

Informasi mengenai kegiatan PUSDIKLAT FH UII berikutnya dapat dipantau di Instagram @pusdiklatfhuii