Isra’ Mi’raj Fakultas Hukum UII
ISRA’ MI’RAJ FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Peserta pengajian yang terdiri dari civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia antara lain hadir Bapak Dr. Mustaqiem, SH., M.Si. (Dekan FH UII), Bagya Agung Prabawa, SH., M.Hum. sebagai Ketua Takmir Masjid Al-Azhar, dosen-dosen FH UII dan mahasiswa-mahasiswi yang juga telah memenuhi ruangan Masjid Al-Azhar. Pengajian yang diselenggarakan oleh takmir masjid Al-Azhar ini selain untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang ke-Islaman juga menjadi wahana untuk berinteraksi dalam suasana kekeluargaan.
Pada kesempatan ini Ustadz Kuswadi Syafi’i menyampaikan dengan tegas sebuah keterbatasan akal manusia untuk dapat menerima peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Akhirnya harus ditelaah dengan hati untuk dapat meyakini. Walaupun dengan berbagai teori pendekatan mungkin dapat dijelaskan secara ilmiah.
Ustad Roy menambahkan kajian tersebut bahwa Isra’ Mi’raj adalah sebuah simbul yang menunjukkan kondisi keimanan dan habluminallah seorang muslim kepada Allah SWT. Isra’ nabi hanya ruh saja ataukah sampai ke jazad Beliau juga. Isra’ Nabi dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa Ruhan Wajazadan (Ruh dan jazad) sangat cepat dengan menggunakan Buraq (secepat kilat), sedangkan Mi’raj ke Sidrotul Muntaha hanya dengan ruh saja.
Sebagaimna hukum Fisika bahwa sebuah benda akan mempunyai kecepatan yang tidak terhingga apabila berbentuk cahaya. Sebuah terori lain anihilisasi sesuatu yang mempunyai masa berat yang kemudian dinihilkan maka benda tersebut akan mempunyai kecepatan yang sama dengan kecepatan cahaya. Dengan teori tersebut tubuh Rasulullah dijadikan sebuah bentuk cahaya (malaikat Jibril). Bagaimana Jibril melakukan hal tersebut yaitu dengan melakukan pembelahan dada Nabi untuk dibersihkan isi hatinya dari kotoran-kotoran dunia, kemudian dicuci dengan air zam-zam dan kemudian dimasuki hatinya dengan kebaikan dan kesucian sebagaimana cahaya. Yang akhirnya Rasullah SAW mampu untuk melakukan perjalanan sedemikian cepatnya.
Dalam perjalanan tersebut Rasulullah SAW menerima perintah Shalat. Dimana akhirnya shalat tersebutlah yang memberikan media untuk seluruh umat Islam bertemu dengan Sang Khaliqnya. Sebuah analogi yang sama apabila seseorang mampu tidaknya memahami peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut saat Nabi melakukannya. Dalam melaksanakan Shalat seseorang dapat merasakan mi’raj apabila mencapai tingkat kekhusukan. Titik inilah yang memang tidak setiap muslim dapat mencapainya sebagaimana pemahaman dalam hal Isra’ Mi’rajnya Nabi.
Menjadi sebuah tugas para muslim untuk dapat melakukan shalat dengan khusus. Dengan peringatan Isra’ Mi’raj yang diselenggarakan oleh Takmir Masjid Al-Azhar Fakultas Hukum UII ini berharap dapat mengembalikan ghirah meningkatkan kekhusukan dalam menjalankan shalat. Memperbaiki hubungan dengan Allah SWT agar semakin mesra dan taat. Amiin.