Workshop Memperjuangkan Keistimewaan DIY di Luar Koridor Gedung Parlemen
Tamansiswa (uiinews) Isu hangat DPR saat ini masih terkait dengan pemilihan kepala daerah di DIY. Pemerintah Pusat masih berseberangan pendapat dengan mayoritas rakyat Yogyakarta menyangkut pengusulan penetapan Sri Sultan HB dan Paku ALam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.
Berangkat dari realita politik tersebut Pusat Studi Hukum Lokal (CLDS) FH UII bekerjasama dengan Persatuan Lurah se DIY yang tergabung dalam KERISJATI,ISMAYA,SEMAR SEMBOGO mengadakan Workshop dengan mengusung tema “Memperjuangkan Keistimewaan DIY di Luar Koridor Gedung Parlemen”. Workshop yang diikuti sekitar 200 peserta/undangan ini digelar di Ruang Sidang Utama FH UII Jalan Tamansiswa 158 Yogyakarta, pada hari Senin (2/7) pukul 13.00 sd selesai.
Dekan FH UII, DR Rusli Muhammad SH MH menyambut baik upaya CLDS (Centre for Local Law Development Studies) yang begitu gigihnya mengawal upaya Pemerintah DIY untuk tetap berada di koridor amanah berdirinya Negara RI sesuai dengan komitmen para pendiri RI kala itu. Siapa lagi yang akan memperjuangkan nasib rakyat dan negeri Ngayojokarto kalau bukan kita-kita yang tinggal di Yogyakarta ini. Kepada Bapak/Ibu Kepala desa/Lurah, kami ucapkan Selamat dating di kampus perjuangan FH UII, Selamat berjuang untuk demi persatuan dan kesatuan rakyat Yogyakarta’, begitu sambut Rusli Muhammad membuka workshop tersebut.
Workshop setengah hari ini menghadirkan nara sumber Prof DR Sujito SH MSi (Guru Besar Ilmu Hukum UGM), Prof. Jawahir Thontowi SH PhD. (Guru Besar Ilmu Hukum dan Direktur CLDS FH UII), Dr. Imam Putra Sidin SH MH, Dr. Maqdir Ismail SH LLM dan Dr Ni’matul Huda SH MHum (Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum FH UII).
Prof DR Sujito SH MSi mengatakan bahwa penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY sesuai dengan amanah sejarah dan sosioligis masyarakat DIY. Sedangkan persoalan di DIY yang tidak kunjung selesai Sujito menilai penuh dengan muatan politik pemerintah pusat. Untuk itu dia mengajak rakyat DIY untuk terus berupaya secara kolektif maupun sendiri-sendiri untuk terus meningkatkan pemahaman tentang keistimewaan DIY yang selama ini dirasa belum maksimal, Para sukarelawan dan pakar cendekiawan sebagai ujung tombak berjuang dalam langkah pemahaman keistimewaan DIY ini, kedua secara eksternal para wakil rakyat yang duduk di DPR perlu memupuk kebersamaan dan persatuan dengan warga di luar DIY agar mereka bisa merasakan apa yang dirasakan oleh warga DIY, menghindari sikap konfrontatif dan sebisa mungkin dipupuk rasa dan sikap toleran dan empati antar sesama warga Negara. Ketiga perlu persepsi dan bahasa yang sama dalam menyuarakan pentingnya mempertahankan keistimewaan DIY.
Sedangkan Ni’matul Huda lebih menyoroti pada peraturan terkait dengan penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY. Sebagaimana diamanahkan dalam pasal 226 (2) UU Nomor 32/2004 bahwa “Keistimewaan untuk Propinsi DIY adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan propinsi DIY didasarkan pada UU ini”. Sedangkan amanah pasal 122 UU No. 22/1999 menyatakan bahwa ..Pengakuan keistimewaan Propinsi DIY didasarkan pada asal-usul dan peranannya dalam sejarah perjuangan nasional, sedangkan isi keistimewaannya adalah pengangkatan Gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Sultan Yogyakarta dan Wakil Gubernur dengan mempertimbangkan calon dari keturunan Paku Alam yang memenuhi syarat sesuai dengan UU ini”. Menurut Ka.Prodi Pascasarjana Ilmu Hukum FH UII ini, bahwa masa depan kepemimpinan DIY sangat bergantung pada ‘political will/Pemerintah (Presiden), apakah akan diperpanjang lagi atau tidak. Menurutnya supaya jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tidak selalu ‘digantung’kan pada ‘political will’ Pemerintah (Presiden), RUU Keistimewaan DIY harus segera dituntaskan menjadi UU. Hal ini membutuhkan kearifan dan kesatuan politik dari Presiden dan DPR untuk menempatkan persoalan DIY dalam kalkulasi politiknya, karena Gubernur dan Wakil Gubernur DIY bukanlah figure biasa, keduanya merupakan Raja dan Adipati di Yogyakarta yang hingga kini masih ditaati oleh masyarakat Yogyakarta.
Menurut Prof Jawahir Thontowi, kedudukan pengisian jabatan kepala daerah di DIY yaitu melalui ‘Penetapan atau Pengangkatan’ Sri Sultan HB dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur merupakan hak konstitusional yang wajib diakui dan dihormati oleh pemerintah pusat dan masyarakatnya. Menurutnya usulan Pilkada bagi DIY yang nantinya akan diformulasikan dalam RUUK DIY akan melahirkan peraturan perundang-undangan dalam ketidak tertiban hukum (rules in disorder law) dan mubazir. (sumber: sariyanti)