HMI Mengkritisi Film Innocence of Muslim
Jumat (28/9) 2012 HMI Komisariat FH UII mengadakan diskusi bertemakan “Penistaan Agama (Mengkritisi Film Innocence of Muslim dan Kartun Nabi)” di Hall FH UII. Sebuah diskusi yang menarik mengingat tema yang dibicarakan sedang banyak dibicarakan oleh banyak kalangan di berbagai belahan dunia dan membangkitkan amarah hampir seluruh umat muslim di dunia.
Dalam kesempatan kali ini sebagai pembicara HMI mengundang Dr. Drs. Rohidin M.Ag yang merupakan Dosen FH UII dan alumni HMI beserta Reza Abdel Hamed dari Voice of Palestine (VOP). Unit Kajian Strategis (KASTRAT) yang merupakan unit yang bertanggung jawab atas jalannya diskusi mengatakan bahwa diadakannya diskusi ini adalah sebagai bentuk penyadaran intelektual muslim mengenai apa yang harus dilakukan untuk merespon apa yang berkembang di dunia sekarang sehingga langkah yang tepat untuk menyikapinya dapat dilakukan.
Innocence of Muslim merupakan sebuah film yang menggambarkan betapa buruknya Nabi Muhammad SAW. Film yang menurut bapak Rohidin bujan gambaran sebenar-benarnya dari Nabi sendiri dan hanya dibuat oleh orang yang tidak benar-benar tahu bagaimana Nabi Muhammad SAW seharusnya. Berbagai faktor dapat mempengaruhi hal terebut, salah satunya dikarenakan pembuat film bukanlah orang muslim dan kemungkinan besar belum mengkaji dalam sosok Nabi sendiri. Sedangkan menurut Reza hal ini merupakan suatu bagian dari rencana besar Zionis dalam memecah belah kaum muslim di timur tengah sehingga kita harus sangat berhati-hati dalam menentukan sikap.
Menanggapi hal ini bapak Rohidin berpendapat bahwa jika kita berharap pelaku dari penistaan agama dihukum seberat-beratnya dengan hukum yang ada sekarang tentu tidak akan bisa. Hal ini dikarenakan kebebasan berpendapat yang saat ini sedang dijunjung tinggi. Mungkin apabila menggunakan hukum yang ada di Indonesia hal tersebut akan berhasil karena Indonesia memiliki aturan mengenai pelecehan agama. Sependapat dengan hal itu Reza Abdel Hamed mengatakan jika kita menggunakan hukum positif yang ada maka pelaku tidak akan dapat ditangkap, mengingat latar belakang budaya, etika, dan berbagai aspek kehidupan yang berbeda membuat hukum yang ada berbeda dengan yang ada di Indonesia.
“Berbagai hal dapat dilakukan untuk menyikapi hal ini, karena sebagai umat muslim kita harus menyikapinya. Karena yang dihina disini adalah orang yang paling kita muliakan, Nabi Muhammad SAW. Ketika orang tua kita dihina apa kita akan diam saja? Sedang ini adalah orang yang lebih mulia daripada orang tua kita. Minimal kita harus turun ke jalan dan meneriakan takbir, menunjukan bahwa kita masih peduli kepada Nabi kita”, kata Reza. “Yang pasti apapun yang akan kita lakukan jangan sampai malah merugikan orang lain”, tambah bapak Rohidin. (Sumber: HMI Komisariat Fakultas Hukum UII)