Press Conference FH UII tentang Pembantaian Minoritas Muslim Rohingya Di Rakhlne oleh Pasukan Militer Myanmar sebagai Kejahatan Genosida dan Kejahatan Atas Perdamaian
PRESS CONFERENCE TENTANG
PEMBANTAIAN MINORITAS MUSLIM ROHINGYA DI RAKHlNE OLEH PASUKAN MILITER MYANMAR SEBAGAI KEJAHATAN GENOSIDA DAN KEJAHATAN ATAS PERDAMAIAN
Bismillahirahmanirrahim
Bahwa setiap manusia sebagai hamba Allah SWT, secara kodrati memiliki hak-hak dasar untuk hidup dan memperoleh penghidupan secara aman, tertib, nyaman sosial dan ekonomi, serta memiliki hak-hak kebebasan dasar untuk berpendapat, berkumpul dan berserikat, serta memiliki kebebasan untuk menganut suatu keyakinan agama yang mereka percayai dan yakini kebenarannya berdasarkan wahyu dan kitab sucinya.
Bahwa Piagam PBB dan seluruh konstitusi negara-negara anggotanya telah menjamin wilayah negara, penduduk yang tetap, penyelenggaraan pemerintahan yang kuat dan demokratis, serta kemampuan melakukan hubungan luar negeri dengan prinsip-prinsip kesederajatan negara-negara berdaulat, tolong menolong penuh persahabatan antara negara-negara, menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak dasar dan hak-hak kebebasan serta saling menghormati kedaulatan negara masing-masing.
Bahwa terhadap negara-negara yang tidak mengabaikan dan tidak mematuhi hukum perjanjian internasional dan hukum kebiasaan internasional, baik secara bilateral maupun secara multilateral, maka setiap negara sebagai subyek hukum internasional, baik secara individual maupun secara kolektif memiliki kewajiban moral dan hukum internasional untuk mendorong organisasi-organisasi internasional. ASEAN, OKI dan PBB berkewajiban untuk melakukan penegakan hukum dan HAM secara berkeadilan berdasarkan prinsip sebab yang adil dan benar (just cause), niat dan tujuan yang baik (good intention), tujuan untuk menghentikan kekerasan (good outcome), dan hak pertanggung jawaban untuk melindungi (responsibility right to protect), serta prinsip perimbangan (proportionality principle).
Melalui Konferensi Pers, Senin 4 Septemer 2017 di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakata, Setelah memperhatikan dan menimbang berbagai informasi dan kajian-kajian, kami para akademisi secara komprehensif menyatakan keprihatinan mendalam dan menyatakan sikap sebagai berikut.
- Mengutuk Pemerintahan Aung San Suu Kyi di Myanmar, baik secara langsung terlibat maupun karena sikap membiarkan berlangsungnya kejahatan genosida, atau kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan atas perdamaian terhadap pembantaian, baik yang dilakukan oleh kekuatan militer maupun penganut agama lokal ekstrimis secara tidak beradab atas minoritas Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar.
- Dalam tempo yang sesingkatnya, mendesak organisasi-organisasi internasional, seperti ASEAN, Organisasi Kerjasama Negara Islam (OKI) untuk menyamakan persepsi, bahwa pembantaian terhadap minoritas Muslim Rohingya dibawah kekuasaan Pemerintahan Myanmar telah benar-benar melakukan kejahatan genosida, dan kejahatan kemanusiaan, serta kejahatan terhadap perdamaian, karena lebih dari 400 kaum sipil tewas, hampir ribuan rumah-rumah dihancurkan hingga rata dengan tanah, sekitar 60.000 gelombang pengungsi di Bangladeh dan sebagian nasib mereka masih terombang di tengah lautan adalah bukti nyata bahwa Pemerintahan Myanmar telah membiarkan dan tidak terllhat ada upaya melindungi penduduk minoritas Muslim Rohingya.
- Mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil keputusan tentang pentingnya intervensi kemanusiaan atau tindakan militer secara kolektif di negara bagian Rakhine, sebagaimana diatur dalam Bab VII, Pasal tentang penyelesaian sengketa dengan menggunakan kekuatan militer di bawah koordinasi DK PBB. Bahwa cara-cara lobi dan negosiasi serta persuasif lainnya, termasuk bantuan kemanusiaan (humanitarian aid) sebagaimana telah dilakukan berulang kali, sungguh tidak efektif. Terbukti peristiwa 25 Agustus 2017 telah menunjukan adanya konflik bersenjata yang semakin kompleks, jumlah korban manusia yang tak berdosa, harta dan hancurnya pemukiman, dan puluhan pengungsi adalah jelas telah merupakan kejahatan perdamaian karena negara-negara tetangga merasa terusik rasa kenyamanannya,
- Mendesak Presiden Joko Widodo untuk secara langsung meminta Aung San Suu Kyi, sebagai pimpinan Myanmar, untuk membuka akses bagi Tim Bantuan Kamanusiaan, baik aktor negara dan non-Negara, PMI, IOM, Bulan Sabft, MerC, dan UNHCR untuk secara terbuka menerima dan bekerjasama memberikan bantuan kemanusiaan, baik untuk tahap darurat, rehabilitasi dan integrasi sosial, bagi korban suku Rohingya dengan penduduk lokal lainnya.
- Menghimbau kepada kaum Muslimin sebagai WNI, untuk mempercayakan kepada pihak pemerintah, Kementerian Luar Negeri dalam hal bantuan kemanusiaan, dan tidak menggunakan motif solidaritas persaudaraan Muslim, ukhukwah Islam dalam membantu dan/atau menjadi pihak kelompok pemberontak di Rakhine. Mengingat membantu salah satu pihak, merupakan tindakan kedaulatan yang melanggar kedaulatan negara Myanmar, dan dapat mencederai nama baik Islam karena pendatang yang ikut pemberontakan lokal akan mudah dituding pihak Pemerintah Myanmar sebagai teroris berbahaya.
Demikian pemyataan keprihatinan dan sikap akademisi FH UK disampaikan untuk menjadi bahan pertimbangan semua pihak.
Yogyakarta, 4 September 2017
Dekan FH UII,
Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum.