Jangan Hanya Andalkan KPK oleh Syarif Hidayat, S.H., M.Hum.
Jangan Hanya Andalkan KPK
KPK menahan Irwandi Yusuf atas dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA). Irawandi ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar KPK. Kenyataan ini mengkonfirmasi adanya informasi bahwa telah terjadi penyalahgunaan DOKA secara masif.
DOKA menjadi salah satu sumber dana yang rawan penyelewengan. Salah satu sebab utamanya adalah lemahnya pengawasan. Selama ini pengawasan penggunaan DOKA dilakukan oleh DPRD, yang pada praktiknya sangat bersifat politis khusus ketika ada proses penganggaran. Ketika Eksekutif cukup mengakomodir kepentingan mereka maka DPRD bersifat lunak, bahkan semacam tahu sama tahu.
Kondisi demikian, menyebabkan berita tertangkapnya Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah bukan satu hal yang mengagetkan. Apalagi akhir-akhir ini KPK tengah “rajin” menyambangi daerah untuk melakukan pembersihan. Ini adalah penangkapan kesekian dari sejumlah pemimpin daerah yang sudah mendahului. Bisa jadi, ini adalah perilaku korup yang kesekian yang dilakukan oleh Irwandi, mengingat yang bersangkutan telah dua periode memimpin Aceh.
Rezim desentralisasi melalui otonomi daerah, seperti melahirkan kerajaan-kerajaan kecil yang masing-masing memiliki potensi korup. Gubernur dan kepala daerah di bawahnya selayaknya seorang raja dan para punggawa yang berwenang secara absolut menetapkan pengelolaan daerahnya. Mereka justru bersama-sama saling mendukung untuk mengamankan rezim kekuasaannya. Sementara pemerintah pusat, terlalu jauh untuk menjangkau dalam rangka memberikan pengawasan yang cukup.
Pertanyaan yang mendasar adalah, bagaimana supaya DOKA dan dana daerah lain bisa aman dari perilaku korup para pejabat? Jangan menunggu dan mengandalkan kehadiran KPK. Yang lebih penting adalah segera evaluasi mekanisme pemberian DOKA dan sistem pengawasannya. Dimulai dari pangkal hingga ujung. Adanya media digital, sebaiknya dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga mampu membuat pengelolaan dan pengawasan dana negara di tingkat manapun menjadi transparan. KPK sebagai penegak hukum, berada di barisan paling ujung jika telah terjadi pelanggaran untuk melakukan penindakan.
Dengan keterbatasan SDM yang dimiliki KPK, sudah semestinya KPK melakukan peran preventifnya dengan semakin meningkatkan kualitas penegakan hukum, sehingga mampu menhadirkan sikap jera dan keengganan untuk melakukan tindakan korup. Selebihnya, perbaikan mekanisme pengawasan dan kontrol perlu dievaluasi bersama antara legislatif dan eksekutif.
Salah satu fungsi hukum adalah untuk merekayasa masyarakat agar semakin maju dan beradab, meningkat kualitas hidup dan kehidupannya. Sistem dan mekanisme pengawasan yang ketat,serta penegakan hukum yang tegas, lambat laun akan membentuk karakter “kepatuhan hukum” pada masyarakat. (mry)
Telah diterbitkan dalam media online watyutik.com
Syarif Nurhidayat, S.H., M.H.
Pengajar Hukum Pidana dan Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi (PSKE) FH-UII