(TAMAN SISWA); Pada tanggal 19, 20, 26 dan 27 November 2021 Pusat Pendidikan dan Latihan (PUSDIKLAT) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan Pelatihan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bekerjasama dengan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KEMENKUM HAM RI) yang dilaksanakan secara daring (dalam jaringan) yang diikuti oleh mahasiswa/i Fakultas Hukum yang sedang menempuh Mata Kuliah Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dimana pemateri dalam pelatihan ini di isi oleh Perancang Peraturan Perundang-undangan dari Kemenkum HAM RI.

Pelatihan pembentukan peraturan perundang-undangan ini mengangkat tema “Merancang Sistematika Peraturan Perundang-undangan.” Salah satu tiang utama dalam penyelenggaraan pemerintah suatu negara adalah pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, harmonis, dan mudah diterapkan dalam masyarakat. Sebagai suatu wacana untuk melaksanakan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik diperlukan adanya suatu peraturan yang dapat dijadikan pedoman dan acuan bagi para pihak yang berhubungan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pelatihan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di buka oleh Dekan Fakultas Hukum UII, Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H dan Kaprodi Fakultas Hukum UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. Pelatihan dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan pemateri, dimana dalam pertemuan pertama pemateri memberikan materi terkait hal perancangan, penyusunan, dan penulisan rancangan maupun perubahan peraturan perundang-undangan.

Setelah pelatihan minggu pertama, pendamping memberikan soal simulasi yang di kirimkan melalui google classroom dan melakukan pendampingan melalui grup whatsapp serta pendamping mengadakan pertemuan secara daring dalam waktu pengerjaan soal simulasi. Pertemuan minggu kedua, pemateri mereview hasi simulasi ang telah kumpulkan melalui google classroom yaitu pembuatan naskah hukum dan soal essay terkait pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pelatihan diisi oleh empat pemateri yaitu Bapak M. Waliyadin, S.H., M.Si. yang menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Penyiapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan. Pemateri kedua yaitu Ibu Andriana Krisnawati, S.H., M.H. yang menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Standarisasi dan Bimbingan Perancang Peraturan Perundang-undangan. Pemateri ketika yaitu Ibu Reni Oktri, S.H., M.H. yang menjabat sebagai Perancangan Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda merangkap Kepala Seksi Bimbingan dan Konsultasi Perancang Peraturan Perundang-undangan. Pemateri keempat yaitu Prahesti Sekar Kumandhani, S.H., M.H. yang menjabat sebagai Perancangan Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda.

Soal Simulasi diberikan pada tanggal 19 dan 20 November 2021 lalu pengumpulan hasil simulasi pada 24 dan 25 November 2021, simulasi di laksanakan dengan sistem kelompok dimana dalam satu kelompok  ada 3-4 pendamping yang membantu peserta apabila ada kesulitan saat membuat simulasi, dengan memberikan waktu 4 hari pengerjaan simulasi dan selalu di damping oleh pendamping melalu group whatsapp dan pertemuan dengan zoom, sehingga apabila ada peserta yang bertanya akan langsung pendamping jawab dan tidak ada pengulangan pertanyaan sehingga peserta pun mengetahui hal tersebut.

Pelatihan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tutup secara resmi oleh Kaprodi Fakultas Hukum UII yaitu Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. dan Sekretaris Jurusan Hukum yaitu Bagya Agung Prabowo, S.H., M.H., Ph.D. Dalam penutupan disampaikan bahwa besar harapan Fakultas Hukumtuk pembangunan hukum di Indonesia dan mengharapkan kerjasama dan kedepannya dapat diadakan pelatihan yang serupa bersama Kementrian Hukum dan HAM RI bersama Pusdiklat FH UII. Peserta juga memberikan kesan dan pesan untuk Pelatihan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, meskipun pelaksanaan pelatihan kali ini masih dilaksanakan dengan metode daring (dalam jaringan) tetapi hal tersebut tidak menyurutkan semangat peserta dalam mengikuti pelatihan ini.

 

(TAMAN SISWA); Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menetapkan batas tarif tertinggi RT-PCR atau PCR test Rp 275.000 untuk wilayah Jawa dan Bali sementara untuk luar Jawa-Bali adalah Rp 300.000. Menanggapi fenomena tersebut, Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan webinar dengan tema “Maju Mundur Kebijakan Harga PCR” yang diselenggarakan pada Sabtu, (20/11).

Dr. Fery Rahman yang juga merupakan Wasekjen PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyampaikan bahwa Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan Gold Standar  pemeriksaan pasien covid-19 di seluruh dunia. Namun demikian, menurut dr.Ferry , untuk melihat kondisi awal pasien cukup dengan skrining. Dr. Fery juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa komponen yang menentukan harga PCR yakni jasa pelayanan, bahan habis pakai (hazmat), Reagen, biaya administrasi dan komponen lainnya.

Bayu Satria Wiratama, Ph.D dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gajah Mada (UGM) mengungkapkan bahwa penurunan harga PCR sebetulnya bukan hal yang penting untuk dilakukan karena penggunaan PCR mandiri lebih untuk screening bukan diagnostik yang mana screening cukup dengan antigen yang sesuai standar WHO saja yaitu minimal sensitivitas 80%. Lebih penting lagi adalah pemanfaatan PCR untuk diagnostik (gratis) yang diperluas. “ Perubahan Harga sebaiknya didiskusikan dengan organisasi profesi terkait “ imbuhnya.

Dr. Siti Anisah, S.H., M.Hum, Dosen FH UII menyatakan bahwa terdapat sejumlah problematika yang timbul atas kebijakan penetapan harga PCR yang berubah-rubah ini yakni disparitas harga yang sangat bervariatif, dan kontrol bagi kualitas produk demi perlindungan konsumen . Ia juga menambahkan bahwa dalam hukum persaingan usaha, pemerintah turut meningkatkan peraturan main yang fair agar semua pelaku usaha yang punya effort ikut serta dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, dan mempunyai akses yang sama.

Dr. Fadhil Hasan, Ekonom Senior Institute for Development of Economic and finance mengungkapkan bahwa berubah-ubahnya harga PCR ini diakibatkan kurang transparansi dari sejak awal diberlakukan PCR. Menurutnya,  publik melihat bahwa kredibilitas yang dimiliki dari kebijakan ini di masa yang akan datang akan merendah, karena publik bisa menilai adanya konflik kepentingan dalam kebijakan publik. “ Keuntungan tendersial merupakan hal yang wajar dari perspektif usaha karena mereka adalah sebuah emtiti untuk memaksimalkan profitnya, namun jika hal ini berkaitan dengan keperluan publik maka urusan keuntungan harus di press karena sifatnya didahulukan.” ujarnya.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) bersama Google, GoTo dan Traveloka berkomitmen untuk menyelenggarakan program Bangun Kualitas Manusia Indonesia atau disebut Bangkit, sebuah program pembinaan 3.000 talenta digital terampil yang sejalan dengan program Presiden tentang penyiapan sembilan juta talenta digital terampil pada 2030.

Pada 2021, Program Bangkit telah diikuti oleh sebanyak 3.000 siswa dari 250 kampus dan 32 provinsi se- Indonesia dan 2.250 di antaranya berhasil lulus. Mereka mendapatkan sertifikasi global, kesempatan kerja, dan pendanaan inkubasi.

Program Bangkit selaras dengan kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, utamanya terkait konsep kegiatan belajar mahasiswa. Sehingga, dengan mengikuti program ini, dapat diakui sebagai kegiatan belajar mahasiswa yang setara sampai dengan 20 Satuan Kredit Semester (SKS).

Untuk masa pembelajaran semester genap (Feb – Juli 2022) tahun depan, pendaftaran Bangkit bagi 3.000 mahasiswa S1/D4 jurusan manapun, telah dibuka hingga 15 Desember 2021. Harap dicatat bahwa jadwal ini dapat diperpanjang sewaktu-waktu, mohon dicek tautan yang ada pada bagian surat ini.

Bangkit 2022 menyediakan tiga (3) learning path pilihan yang relevan dengan kebutuhan talenta digital Indonesia saat ini, yaitu machine learning, mobile development, dan cloud computing, berikut soft skills dan bahasa Inggris.

Adapun 5 (lima) manfaat Bangkit bagi siswa Bapak/Ibu adalah sebagai berikut (gratis, tanpa dikenakan biaya):

1. Kurikulum standar industri, pengajar praktisi, persiapan karir, dan kecakapan skill (tech, soft skills, dan bahasa Inggris)

2. Konversi pembelajaran Kampus Merdeka hingga 20 SKS

3. Peluang meraih karier sukses di perusahaan teknologi terdepan melalui Career Fair untuk lulusan

4. Peluang mendapatkan sertifikasi Standar Global: Associate Android Developer / Associate Cloud Engineer / Tensorflow Certification.

5. Kesempatan jadi 1 dari 15 tim yang meraih pendanaan inkubasi dan pendampingan industri untuk proyek akhir siswa dari Google & Dikti

Untuk informasi lebih lanjut terkait Bangkit:

1. Pendaftaran: https://bangkit.academy

2. Informasi program bangkit: https://g.co/bangkit

3. Pertanyaan lebih lanjut e-mail ke: [email protected].

(TAMAN SISWA); Serangkaian acara Temu Alumni Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) diakhiri dengan chapter Akademisi, Aparatur Sipil Negara (ASN), Peneliti, Pegiat Masyarakat, dan Enterpreneur. Temu Alumni FH UII diadakan dengan tujuan yaitu pengembangan SDM dan Kurikulum dalam Rangka Menunjang Profesi Hukum yang Berintegritas dan Profesional.

Temu Alumni FH UII dengan mengusung chapter Akademisi, Aparatur Sipil Negara (ASN), Peneliti, Pegiat Masyarakat, dan Enterpreneur berlangsung secara dalam jaringan (daring) melalui media Zoom Meeting. Acara ini dilaksanakan pada Sabtu (06/11).

Acara ini dibuka oleh Dekan FH UII, Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah rangkain dari acara Alumni Bedol Kampus yang akan dilaksanakan pada Februari, 2022. Acara tersebut direncanakan digelar di Gedung Baru FH UII yang berada pada Kampus Terpadu UII, Jalan Kaliurang KM 14.5 Yogyakarta.

Dalam sambutannya Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. juga meminta doa dan restu kepada para alumni, karena FH UII akan melakukan re-akreditasi program Magister Kenotariatan pada bulan November ini. “Insyaallah pada pertengah bulan November ini kita akan submit untuk re-akreditasi program Kenotariatan. Mudah-mudahan program ini akan menjadi Unggul agar keempat program yang dimiliki FH UII mendapat akreditasi Unggul semuanya.”

Dijelaskan oleh Dekan FH UII bahwa akan ada program studi (prodi) baru yaitu Hukum Bisnis dan Teknologi. Prodi ini nantinya akan dibuka pertama kali pada masa Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) UII Tahun Ajaran 2022/2023.

Selanjutnya yaitu sesi sesi Focus Group Discussion (FGD). Sesi FGD kali ini dipandu oleh Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. selaku moderator. Beliau adalah salah satu Guru Besar FH UII, saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi Hukum Program Sarjana dan Direktur Pusat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) FH UII. Pada sesi FGD, salah satu topik pembahasannya yaitu kuliah daring di masa pandemi.

 

Tangkapan layar acara Temu Alumni

Acara ini ditutup dengan pembacaan doa yang dipimpin secara langsung oleh Dr. Drs. Muntoha, S.H., M. Ag. yang merupakan Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Mahasiswa dan Alumni FH UII dan dilanjutkan dengan penutupan acara dari Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni yaitu Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag.

The Global Undergraduate Exchange Program (Global UGRAD) provides a diverse group of emerging student leaders with a scholarship for one semester of non-degree academic study at a U.S. college or university. Global UGRAD is a program of the Bureau of Educational and Cultural Affairs of the United States Department of State and aims to recruit participants from underrepresented backgrounds who have not had other opportunities to study in the United States. Successful applicants can expect in-depth exposure to U.S. society, culture, and academic institutions, as well as opportunities to enhance their professional skills.

All participants will be enrolled in full-time, non-degree, undergraduate coursework chosen from their host institution’s existing curriculum. Participants will be required to take one, 3-credit U.S. studies course to enhance their understanding of the United States. Participants will live in campus housing facilities with American peers and will be required to participate in twenty hours of community service. There will also be a virtual arrival orientation and an in-person end-of-program workshop.

Grant benefits include international travel, tuition, room and board, accident/sickness insurance, monthly stipend, and funding for books.

Eligibility

Applicant should:

  • Be an Indonesian citizen
  • Be over 18 years of age
  • Be enrolled in a full-time undergraduate program (S1/D4) in Indonesia, having completed a minimum of one semester of study and having at least one more semester to complete at their home institution upon return. Preference will be given to those who are in their third up to the fifth semester.
  • Demonstrate leadership potential through academic work, community involvement, and extracurricular activities
  • Demonstrate command of written and spoken English as attested by a recent (less than two years old) TOEFL ITP or TOEFL Prediction score of 500 or iBT of 48.
  • Be committed to returning directly to Indonesia after the completion of the program

Preference will be given to those who have had little or no experience in the US or outside of their home countries. Only short-listed candidates will be notified for a personal interview.

The following applicants are ineligible:

  • US citizens and permanent residents of the United States
  • Individuals currently studying, residing, or working outside of Indonesia
  • Local employees of the US missions abroad who work for the US Department of State and/or the US Agency for International Development (USAID)
  • Immediate family members (i.e., spouses and children) of US Department of State and USAID employees; family members are also ineligible for one year following the termination of employment
  • Current World Learning and AMINEF employees and their immediate family members

Deadline

The deadline for the online submission of application materials for the program is January 6, 2022.

How to Apply

Candidates should complete the online application, which can only be accessed from November 1, 2021, until the deadline of January 6, 2022. 

Submission Requirements (to be supplied in English)

  • Two letters of reference, one from a lecturer from the applicant’s major field of study, the other from another lecturer, an employer, a coach, or a community work supervisor.
  • Photocopy of Indonesian ID card (KTP)
  • The latest university progress report/transcript in Indonesian and English

The transcript and other materials must be prepared before the deadline since you will not be able to add additional information on the online application form after that date.

After the online application has been submitted, candidates should inform staff at AMINEF via email attaching their scanned TOEFL ITP or TOEFL Prediction score to [email protected], with the email subject, “[Your Full Name] – Completed Global UGRAD Online Form.”

Please note that there are requirements unique to the Indonesia program, which may differ from details on the World Learning website. For applicants from Indonesia, please refer to the above requirements when applying to this program and direct all your questions to AMINEF staff.

More Information

Please also visit the following links for more information on the program:

Contact Information

Specific questions regarding the application process may be addressed via email to the following address: [email protected]

More Information : Click Here

Manusia dalam hakikatnya merupakan mahkluk yang selalu bergerak, adalah pernyataan yang dilontarkan oleh dosen saya dalam mata kuliah International Migration, baik karena pilihan ataupun paksaan, manusia dalam hidupnya pasti memiliki pikiran untuk bergerak ke tempat lain baik dekat ataupun jauh dari tempat asalnya. Pun saya berpikir bahwa dalam belajar juga tidak mungkin hanya meneliti hal yang sama seumur hidup kita. Perlu variable-variable yang berbeda untuk menyempurnakan keintelektualan seorang manusia, juga untuk mencari jati diri seorang manusia. Jika kita bayangkan hidup didalam sebuah gua yang benar-benar terisolasi dari dunia diluar gua, bukankah pengalaman dan pengetahuan kita hanya sebatas luas dari gua tersebut? Dan saat kita melangkah keluar dari gua tersebut, kita layaknya seorang bayi yang benar-benar polos dan tidak tahu apa-apa. Hal serupa saya rasakan (meskipun tidak seekstrim ungkapan diatas) selama studi saya dalam 2 bulan terakhir ini di Warsawa, Polandia. Nama saya Mohammad Fadel Roihan Ba’abud, mahasiswa asal Universitas Islam Indonesia, yang kini tengah menjalani studi selama satu semester di Uniwersitet Warsawski atau University of Warsaw, disini akan sedikit berbagi tentang pengalaman saya hidup di Polandia.

Sedikit latar belakang tentang Polandia, yang memiliki bendera putih merah, merupakan negara di Eropa tengah dan salah satu  dari 27 negara anggota dari Uni Eropa. Polandia memiliki luas sebesar 312,696 km2 dan memiliki populasi sebesar 37,95 juta jiwa pada tahun 2020. Dibandingkan dengan Indonesia yang memiliki luas 8,3 juta km2 dan populasi sebesar 273,5 juta pada tahun 2020, namun PDB per kapita Polandia berada didalam nilai 15.656,18 USD, dibanding dengan PDB per kapita Indonesia yang berada dalam 3.869,59 USD. Bukan dimaksud mendiskreditkan Indonesia, melainkan sebagai pelajaran bagi negara kita karena sebenarnya sejarah dari Indonesia dan Polandia memiliki kemiripan yang besar.

Sebagaimana Indonesia terjajah dan berada dibawah koloni Belanda selama 3,5 abad, Polandia juga berada dibawah kekuasaan dari Imperium/Kekaisaran Rusia selama 146 tahun dimana ditandai dengan hilangnya nama Polandia/Polski di peta dunia sejak 1772. Baru sejak 1918 yang merupakan akhir dari perang dunia 1 mereka dapat mengambil kembali kemerdekaan mereka dan memunculkan lagi nama mereka dengan nama resmi Rzeczpospolita Polska atau Republic of Poland di peta dunia meskipun kejayaan tersebut sangat sesaat. Pada tanggal 1 September 1939, Polandia diduduki dan dijarah oleh Nazi Jerman dan diserahkan kepada Uni Soviet pada tanggal 17 September 1939. Setelah pengkhianatan Jerman kepada Uni Soviet, di musim panas pada tahun 1941, Polandia dikuasai sepenuhnya oleh Nazi Jerman dan merupakan salah satu korban perang terbanyak dalam perang dunia kedua. Sebanyak 5.6 juta populasi Polandia menjadi korban dari pendudukan Jerman, diperkirakan 3 juta diantaranya adalah kaum Yahudi, sisanya merupakan etnik Polandia asli, orang Romania, juga tahanan Soviet, yang dikirim dan dibunuh secara massal di dalam Extermination camps seperti Auschwitz, Treblinka, dan Sobibor. Auschwitz merupakan kamp pemusnahan nazi Jerman terbesar di dunia, dan saya mendapatkan kesempatan untuk melihat dan mempelajari kondisi disana. Tour guide saya mengatakan,“If history is to be forgotten, than it is to be repeated”, serupa dengan JASMERAH-nya Bung Karno. Pengalaman tersebut merupakan salah satu hal yang tidak bisa didapat dengan belajar melalui buku dan jurnal, meskipun kitab isa membaca terkait hal tersebut namun melihat secara langsung memang meninggalkan dampak tersendiri.

Polandia juga mempunyai corak khas Eropa tersendiri dengan banyaknya arsitektur gaya Roman kuno, dengan gaya bangunan yang megah dan masih tetap dilestarikan sampai sekarang. Khususnya di daerah Old Town Warsaw, dekat kampus utama Universitas Warsawa, dimana semua bangunan yang berada disana masih sama dengan tampak bangunan di masa tahun 1900-an, hanya saja bangunan disana dibangun ulang dengan desain berdasarkan foto dan dokumen pada masa sebelum bangunan tersebut diluluhlantakan oleh Jerman pada perang dunia kedua. Sementara itu, di Krakow yang merupakan mantan ibukota Polandia dan tempat kediaman raja (Wawel Royal Castle) sebelum pindah ke Warsawa pada abad ke 16, Old Town disana masih orisinil seperti pada abad ke 16 karena Krakow tidak terkena penjarahan dan perusakan seperti yang terjadi di Warsawa. Disana juga terdapat universitas tertua di Polandia yaitu Uniwersytet Jagiellonska, yang berdiri sejak tahun 1364, dibanding dengan Universitas Warsawa yang berdiri sejak 1816. Atmosfir di Krakow sangat terasa tua, orisinil, dimana anda masih bisa membayangkan orang-orang berjalan di kota tua Krakow dengan membawa obor pada malam hari.

Sekarang saya ingin bercerita tentang kesan-kesan dan keluh kesah selama berada disini. Kesulitan saya selama belajar disini adalah makanan. Lidah Eropa sangat berbeda dengan lidah Asia, dimana makanan disini umumnya tidak menggunakan terlalu banyak rempah dan bumbu sebagaimana sering kita makan di Asia. Hanya dengan lada dan garam bagi mereka sudah sangat cukup sebagai bumbu dari makanan sehari-hari. Hal ini sangat terasa ketika saya harus menjalani masa karantina selama 14 hari, dimana saya tidak bisa keluar dari kamar dormitory saya, sehingga pihak kampus menyediakan catering untuk mengantarkan makanan ke kamar saya selama masa karantina. Dan alhasil, banyak dari makanan tersebut tidak bisa saya makan sampai habis. Stok mie instan saya pun langsung hamper habis selama dua minggu tersebut. Dan akhirnya, ketika saya bisa keluar, saya menemukan makanan favorit saya disini, kebab. Fakta unik tentang warga Polandia, mereka sangat doyan makan kebab, bahkan jauh melebihi makanan fast food seperti KFC, McDonald dan sebagainya. Hal ini bisa dibuktikan dengan gerai kebab yang tidak terhitung dibandingkan dengan gerai-gerai fast food yang anehnya sangat jarang bahkan terhitung jari. Dengan pelayanan yang ramah, om kebab ini sangat asik untuk diajak berbincang, karena mayoritas dari mereka juga merupakan migran atau generasi kedua dari keturunan migran. Asal mereka bermacam-macam dari Turki, Bangladesh, dan India. Dan alasan lain saya sangat suka makan kebab adalah karena om kebab ini sangat lihai berbicara Bahasa Inggris. Hal ini dikarenakan masih banyak warga Polandia yang tidak bisa menggunakan Bahasa Inggris, sehingga saya harus banyak menggunakan “Bahasa tarzan” atau gerakan-gerakan tangan apabila bertemu dengan seseorang yang tidak bisa menggunakan Bahasa Inggris.

Salah satu pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan adalah betapa banyak teman-teman yang berasal dari seluruh penjuru dunia ketika saya berada disini. Saya berteman dengan orang dari Jepang, Taiwan, Azerbaijan, Georgia, Albania, Turki, dan tentunya warga lokal dari Polandia. Ditambah lagi dengan dosen-dosen yang sangat fantastis, dimana diantaranya adalah Professor Tomasz Łukaszuk yang merupakan mantan duta besar Polandia untuk Indonesia selama 10 tahun. Semua dosen dan juga tidak bisa dilupakan yaitu koordinator saya selama berada disini, mas Tymoteusz Kraski, mbak Magdalena, mbak Karolina, mas Jakub dan Viktor sangatlah baik dan juga tidak menganggap kami sebagai junior atau apapun itu. Mereka benar-benar menganggap kami sebagai teman, dan saya juga berkesempatan memberikan sebuah Iket tradisional Sunda kepada mas Tymoteusz yang bisa dilihat di laman Instagram saya fadel.baabud. Disini saya akan mengakhiri pengalaman saya yang sangat dipendekkan ini, dan pesan terakhir saya adalah jangan pernah menyerah sebelum berusaha! Billahitaufik Wal Hidayah, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Penulis: M. Syafi’ie, S.H., M.H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Pandemi Covid-19 menghantui seluruh umat manusia dunia saat ini. Ribuan orang meninggal. Dampak lainnya bermunculan, salah satunya rasa cemas, takut, stres, dan depresi. ­­­Kementrian Kesehatan mencatat bahwa selama pandemi Covid sampai Juni 2020, setidaknya terdapat 277 ribu kasus kesehatan jiwa di Indonesia. Angka ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2019. Pada tahun 2021, WHO menjelang Peringatan Hari Kesehatan Jiwa 10 Oktober merilis data mengejutkan bahwa hampir 1 milyar orang, atau 1 dari 7 manusia dunia terkena gangguan mental.

Data di atas memberikan gambaran bahwa pandemi dengan ragam masalahnya seperti pemutusan hubungan kerja, usaha yang kolaps, informasi Covid-19 yang dramatis, dan beberapa kondisi eksternal lain yang mengakibatkan kekhawatiran berlebih. Kondisi ini juga memperlihatkan bahwa Kesehatan jiwa menjadi penyebab membesarnya jumlah difabel mental di dunia. Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 mendefinisikan difabel mental sebagai orang yang terganggu fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain : (a) psikososial diantaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxitas, dan gangguan kepribadian; dan (b) disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial diantaranya autis dan hiperaktif.

Membesarnya jumlah difabel mental dengan ragam faktornya menjadi tantangan tersendiri, khususnya bagaimana pemangku kebijakan dapat memastikan interaksi sosial, partisipasi, layanan Kesehatan, dan hak-hak difabel mental dapat terpenuhi. Ada banyak sektor yang harus diperbaiki. Salah satu yang penulis ingin ulas ialah sektor di bidang hukum, di mana saat difabel mental berhadapan hukum, baik sebagai korban, pelaku, dan atau pun saksi, proses hukum harapannya dapat menjamin pemenuhan hak atas peradilan yang fair.

Tantangan Hukum

Salah tantangan serius penanganan difabel mental ialah bagaimana mengenali tingkat kesadaran tindakan difabel saat melakukan tindakan hukum. Difabel mental yang terkatagori depresi dan bipolar mungkin mudah identifikasi dan menilai pertanggungjawabannya, tetapi pasti akan sangat sulit kalau difabel mentalnya terkatagori skizofrenia. Butuh pelibatan ahli untuk menilai, apakah tindakan seorang skizofrenia dalam kondisi relaps (kambuh), dan atau dalam kondisi sadar.

Skizofrenia menurut ahli dikatakan sebagai gangguan kejiwaan yang terjadi dalam jangka panjang. Gangguannya menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi (mendengar suara atau melihat hal-hal yang bagi orang lain tidak), delusi/waham (keyakinan yang bagi orang lain tidak berdasar), kekacauan berfikir, dan memperlihatkan perubahan perilaku. Saat dalam kondisi relaps penderita skizofrenia umumnya sulit membedakan antara kenyataan dan pikiran lain yang menyelimutinya.

Dalam kasus pidana, pertanyaan yang mengemuka :  apakah seseorang yang mengalami skizofrenia dapat dimintai pertanggugjawaban hukum? Kapan ia bisa bertanggungjawab? Pasal 44  ayat (1) KUHP berbunyi “Tidak dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabnkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”  Ketentuan ini dikenal dengan alasan pemaaf  pelaku tindak pidana karena dianggap kurang sempurna akalnya.

Dalam kasus perdata, pertanyaan yang mengemuka : apakah seseorang skizofrenia, bipolar, anxietas, dan beberapa difabel mental yang lain dianggap cakap melakukan perbuatan hukum? Merujuk pada Pasal 433 KUH Perdata yang berbunyi, “Setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya…” Bunyi pasal ini jelas menghilangkan kapasitas hukum difabel skizofrenia, bahkan ragam difabel yang lebih luas. Tidak cukup jelas juga bagaimana mekanisme dan pengawasan pengampuan difabel mental sehingga hak-hak keperdataannya tidak terciderai sebagaimana terjadi pada sebagian besar difabel mental yang hak miliknya diambil alih oleh pengampunya.

Secara umum, substansi pasal KUHP dan KUH Perdata sudah tidak selaras dengan Undang-Undang No. 19/2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Undang-Undang No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam dua regulasi ini sangat tegas bahwa difabel mental dengan ragam hambatannya memiliki legal capacity, diakui sebagai subyek hukum, harus diberlakukan setara di hadapan hukum, dan tidak boleh didiskriminasi atas dasar disabilitasnya.

Pasal 12 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan bahwa negara wajib mengambil Langkah-langkah yang tepat untuk menyediakan akses bagi penyandang disabilitas terhadap bantuan yang mungkin mereka perlukan dalam melaksanakan kapasitas hukum penyandang disabilitas. Saat ini sudah dikembangkan konsep supported decision making, dimana difabel mental tidak serta merta dihilangkan kapasitas hukumnya dengan jalan pengampuan yang tidak jelas kapan berakhirnya, tetapi difabel tersebut semestinya dibantu oleh pihak terpercaya dalam membuat keputusan. Konsep supported decision making dinilai menjadi jalan keluar dimana banyak difabel di Indonesia saat ini telah dimatikan hak-hak keperdataannya.

Tantangan lain saat difabel mental berhadapan hukum ialah pada prosedur acaranya, di mana aparat penegak hukum, baik itu kepolisian, kejaksaan dan hakim di pengadilan harus memastikan pemenuhan akomodasi yang layak. Beberapa hal yang harus dipastikan sesuai Peraturan Pemerintah No. 39/2020 yaitu terkait penilaian personal (profil assessment) yang diajukan kepada dokter atau psikolog/psikiater, penyediaan penerjemah, penyediaan pendamping disabilitas, penyediaan pendamping hukum, pemenuhan layanan dan sarana prasarana yang aksesibel, serta aparat penegak hukum yang menangani kasus harus memahami isu disabilitas.

Tangungjawab berikutnya dan saat ini telah dikawal oleh banyak jaringan aktifis difabel ialah bagaimana prosedur acara yang baru diatur dalam Peraturan Pemerintah semestinya dikembangkan ke dalam peraturan dan kebijakan internal institusi peradilan, baik itu Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Kejaksaan Agung, dan atau Peraturan Kapolri.

Tulisan ini telah dimuat dalam Koran Republika, 5 November 2021.

 

 

 

TAMAN SISWA; Pada hari Jumat dan Sabtu 22 – 23 Oktober 2021 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia telah melaksanakan kegiatan Kuliah Intensif dengan Anggota DPR RI. Tema yang diusung dalam kegiatan ini adalah “Kuliah Intensif Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan FH UII (Praktik Legislasi sebagai Cermin Demokrasi dalam Rancangan Undang-Undang)”. Kegiatan ini dilaksanakan setiap semester guna memberikan materi tambahan dalam mata kuliah Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan menciptakan sumber daya manusia, khususnya lulusan FH UII yang handal dalam bidang peraturan perundang-undangan dan dapat menerapkan dalam praktik yang sebenarnya.

Kegiatan kuliah Intensif ini dihadiri oleh 282 Peserta yang terdiri dari Mahasiswa Mata Kuliah Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Semester Ganjil TA. 2021/2022, Dosen, Asisten Praktikum Pengajar Mata Kuliah Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Pimpinan Fakultas Hukum UII serta Panitia Pelaksana. Kegiatan ini dibagi menjadi (dua) hari dengan pemateri masing-masing fraksi yaitu Emmanuel Josafat Tular, S.IP., M.Si. (Fraksi Partai NasDem), Dr. H. Saleh Partaonan Daulay, M.Ag., M.Hum., M.A., Yusran Isnaini, S.H., M.Hum. (Fraksi Partai PAN), Erlanda Juliansyah Putra, S.H., M.H., Ali Slamande, S.H., LLM. (Fraksi Partai PKS).

Jumat, 22 Oktober 2021, kuliah intensif dimulai Pukul 13.30 sampai dengan 16.00 WIB, acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) FH UII oleh Prof. Dr. Budi Agus Riswandi S.H., M.Hum. yang dilanjutkan pemaparan materi oleh Bapak Emmanuel Josafat Tular, S.IP., M.Si. Selaku tenaga ahli dari Fraksi NasDem.

Sabtu, 23 Okober 2021, dibagi menjadi 2 sesi yaitu sesi 1 Pukul 07.30 sampai 10.15 WIB acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) FH UII oleh Prof. Dr. Budi Agus Riswandi S.H., M.Hum. yang dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Erlanda Juliansyah Putra, S.H., M.H., dan Ali Salmande, S.H., LLM. selaku tenaga ahli Fraksi PKS. Sebelum acara penutupan, anggota DPR RI dari Fraksi PKS sekaligus Wakil Ketua Fraksi PKS oleh Sukamta, Ph.D. menyampaikan sambutannya. Sedangkan Sesi II dilaksanakan pada Pukul 08.45 sampai 11.15 WIB acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) FH UII oleh Prof. Dr. Budi Agus Riswandi S.H., M.Hum. yang dilanjutkan pemaparan materi oleh oleh Dr. H. Saleh Partaonan Daulay, M.Ag., M.Hum., M.A., Yusran Isnaini, S.H., M.Hum. Selaku tenaga ahli Fraksi PAN.


Pada kuliah intensif kali ini, para pemateri menyampaikan terkait tahapan pembentukan Undang-Undang sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2019 yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. Selain itu juga disampaikan secara rinci oleh pemateri tahapan Pembahasan suatu Rancangan Undang-Undang mulai dari Pembicaraan Tingkat I dan Pembicaraan Tingkat II atau pengambilan keputusan. Pemateri juga menyampaikan proses pembentukan Undang-Undang yang sedang actual saat ini seperti proses pembentukan UU Cipta Kerja, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU lainnya yang membuat sesi materi ini menjadi lebih menarik.

Setiap sesi penyampaian materi selesai disampaikan, mahasiswa diberi kesempatan untuk bertanya langsung kepada pemateri tentang materi maupun isu terbaru yang berkaitan dengan tema yang diusung. Antusias mahasiswa untuk mengikuti kuliah intensif ini dapat terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan mahasiswa kepada pemateri baik pertanyaan yang diajukan secara langsung maupun pertanyaan melalui chat room pada zoom serta dikaitkan dengan kasus riil terkait proses pembentukan RUU yang lagi aktual saat ini.


Fakultas Hukum UII berharap kegiatan ini khususnya keigatan dengan DPR RI dalam mata kuliah pembentukan peraturan perundang-undanga ini dapat terus berjalan setiap semester walaupun secara daring dikarenakan pandemi Covid-19. Fakultas Hukum UII berharap ketika semua kegiatan di masyarakat khususnya sistem perkuliahan kembali normal, kita dapat melaksanakan kegiatan ini langsung di Gedung DPR RI Jakarta.