Alhamdulillahi rabbil ‘alamin,

Puji syukur panjatkan kehadirat Allah Swt, berkat rahmat, karunia, dan kuasa-Nya, atas pembentukan Pusat Mediasi dan Penyelesaian Sengketa Alternatif  (PMPSA) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII). Adapun dan tujuan pendirian PMPSA FH UII, antara lain menyiapkan tenaga-tenaga profesional melalui Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Mediator bersertifikasi yang kedepan dapat memberikan kontribusi dan sumbangsih dalam penyelesaian sengketa bisnis dan keperdataan.

Melalui Surat Keputusan Dekan FH UII Nomor: 224/SK-Dek/Div.URT/XII/2023 Tentang Pengangkatan Pengurus PMPSA FH UII, menetapkan Dr. Bambang Sutiyoso, S.H., M.Hum., sebagai Direktur.

Harapan besarnya, Menurut Dekan FH UII Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., dengan pembentukan PMPSA FH UII, kedepannya bisa merespon dan mengakomodir dinamika perkembangan sengketa bisnis dan keperdataan melalui Mediasi dan bentuk Non Litigasi lainnya yang semakin hari terus mengalami peningkatan, baik secara kuantitas maupun kualitas.

 

 

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Diberitahukan kepada mahasiswa yang telah melakukan key-in mata kuliah pemagangan.

Sehubungan dengan rangkaian pelaksanaan kegiatan Mata Kuliah Pemagangan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Semester Ganjil TA. 2023/2024 (Periode Pasca UAS)

Disampaikan kepada seluruh Mahasiswa Mata Kuliah Pemagangan, dihimbau untuk memperhatikan informasi Mata Kuliah Pemagangan terlampir, atau dapat diunduh pada laman website :
https://law.uii.ac.id/pemagangan-fhuii/

Pengumuman Penempatan Pemagangan Semester Ganjil Tahun T.A 2023/2024 (Periode Pasca UAS) untuk memperhatikan pengumuman berikut :

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Demikian informasi ini kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

CATATAN :

  1. Registrasi Pemagangan wajib dilakukan secara online melalui DIKTUM PEMAGANGAN (https://portal.law.uii.ac.id/)
  2. Pemagangan SETELAH UAS: mahasiswa yang namanya terdaftar di pelaksanaan Pemagangan SETELAH UAS tidak diperkenankan mengambil Mata Kuliah Pemagangan dan KKN secara bersamaan.
  3. Mahasiswa pemagangan yang tidak melakukan registrasi dan tidak mengunggah berkas sampai dengan tanggal yang telah ditentukan maka DIANGGAP TIDAK MENGIKUTI mata kuliah Pemagangan dan mendapat Nilai F.

Narahubung :

  • Admin Pemagangan –> 0858 7525 0408 (WhatsApp)
  • Sekretariatan Pemagangan
    Unit LKBH FH UII Kampus Terpadu Lantai I Sisi Selatan Sebelah Timur di samping Ruang
    Prof. Budi Agus Riswandi, S.H., M. Hum.
  • Social Media : Instagram @lkbhfhuii

Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai pionir pendidikan tinggi di Indonesia dengan pengalaman lebih dari 70 tahun yang berkomitmen mencetak pemimpin masa depan melalui program pendidikan unggul yang berlandaskan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan,  membuka kesempatan kepada Magister/Doktor untuk bergabung menjadi Dosen Tetap Reguler Universitas Islam Indonesia Periode April 2024.

Tata cara dan ketentuan rekrutmen dapat diakses melalui Laman Rekrutmen Dosen UII.

Informasi lebih lanjut hubungi Direktorat Sumber Daya Manusia/Sekolah Kepemimpinan, Gedung GBPH. Prabuningrat lantai 2, Kampus Terpadu UII, Jl. Kaliurang Km. 14,5 Yogyakarta, Telp. 0274-898444 ext. 1227 atau 1229.

Peringatan: Rekrutmen Dosen Tetap Reguler Universitas Islam Indonesia tidak dipungut biaya apapun dan tidak menggunakan sistem refund atau penggantian biaya transportasi maupun akomodasi yang berkaitan dengan pelaksanaan rekrutmen dan dimohon untuk mengabaikan pihak-pihak yang menjanjikan dapat membantu meluluskan peserta rekrut.

Penulis: M. Syafi’ie, S.H., M.H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Direktur Pendidikan dan Advokasi Pusham UII

Beberapa topik pada debat calon presiden (capres) masih ramai diperbincangkan. Salah satunya, pernyataan capres Anies Baswedan yang mengungkap bahwa kebebasan berpendapat dan indeks demokrasi di Indonesia menurun. Bahkan, pemerintah dinilai kerap menggunakan pasal-pasal karet dalam UU ITE untuk memidanakan pihak-pihak yang mengkritisi kekuasaan.

Pernyataan itu menjadi diskusi menarik di kalangan komunitas, bahkan kedua kubu beradu data perihal kondisi demokrasi di Indonesia. Partisan Anies misalnya merujuk pada data indeks demokrasi versi Economist Intelligence Unit (EIU) yang menyatakan bahwa skor indeks demokrasi di Indonesia tergolong cacat (flawed democracy).

Skor indeks demokrasi Indonesia bisa dikatakan tidak full democracy, tetapi belum jatuh pada skor hybrid regime dan authoritarian. EIU dikelola Economist Group yang rutin menilai kondisi demokrasi di ratusan negara dunia yang didasarkan pada lima indikator, yaitu proses pemilu dan pluralisme politik, tata kelola pemerintahan, tingkat partisipasi politik masyarakat, budaya politik, dan kebebasan sipil.

Pada sisi yang lain, partisan pemerintah yang diwakili Prabowo Subianto merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa tingkat demokrasi di Indonesia masuk dalam kategori baik. Bahkan, menurut BPS, indeks demokrasi Indonesia (IDI) selama tiga tahun terakhir mengalami kenaikan sejak 2020. IDI sendiri merupakan angka yang memperlihatkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia yang substansi, metode, dan pelaksanaan olah datanya dijalankan secara kolaboratif oleh BPS, Bappenas, Kemenko Polhukam, Kemendagri, serta pemerintah daerah.

Data siapakah yang paling benar? Sebagai pembaca yang kritis, tentu kita akan melacak lebih detail dan memaknai secara substantif kualitas demokrasi yang dirasakan langsung oleh rakyat hari ini. Apalagi, menurut V-Dem Institute dalam Democracy Report 2023, sebanyak 43 persen jumlah populasi dunia saat ini hidup di negara-negara yang mengalami kemunduran demokrasi.

Bahkan, tingkat demokrasi secara global pada 2022 terdegradasi ke level yang sama dengan demokrasi pada 1986. Situasi itu ditandai, antara lain, dengan represivitas pemerintah terhadap masyarakat sipil, kebebasan berekspresi menurun, meningkatnya sensor pemerintah terhadap media, dan memburuknya kualitas pemilu. Indonesia dalam 10 tahun terakhir menurut laporan itu juga mengalami penurunan demokrasi bersama negara-negara Asia-Pasifik yang lain seperti Kamboja, Afghanistan, India, Bangladesh, Hongkong, Myanmar, Filipina, dan Thailand.

Substansi Demokrasi

Secara kebahasaan, demokrasi berasal dari kata demos yang berarti pemerintahan dan kratos yang berarti rakyat. Demokrasi dapat dimaknai sebagai pemerintahan rakyat yang dalam makna lain diartikan sebagai daulat rakyat dalam pemerintahan suatu negara. Cara pandang kedaulatan rakyat merupakan antitesis dari konsep negara yang dikuasai secara tunggal oleh raja, pemimpin agama, dan atau bentuk pemerintahan yang dijalankan dengan cara tiran, aristokrasi, dan atau oligarki.

Demokrasi setidaknya memiliki tiga nilai prinsip, yakni keadilan, kesetaraan dan persamaan hak, serta kebebasan dan kemerdekaan. Secara konseptual, demokrasi bisa dibaca secara substantif dan prosedural. Demokrasi substantif menghendaki demokrasi secara hakiki, yaitu demokrasi dinilai tegak dengan nilai atau budaya yang memungkinkan rakyat berdaulat dengan sesungguhnya. Kehidupan sosial bernegara memperlihatkan budaya saling menghormati, toleransi, anti kekerasan, serta tumbuhnya kebijakan yang berkeadilan sosial yang berdampak pada kesejahteraan yang merata.

Sementara itu, demokrasi prosedural menghendaki demokrasi pada level prosedur. Yaitu, adanya aturan atau prosedur formal yang mengandung nilai-nilai demokrasi yang aturannya bersifat nondiskriminasi, imparsial, dan independen.

Pertanyaan Kunci

Merujuk pada konsep demokrasi, apakah negara Indonesia sudah memenuhi kualifikasi sebagai negara demokrasi dan bagaimana kualitasnya? Secara konstitusional, Indonesia memilih demokrasi sebagai bentuk pemerintahannya. Pada Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Pertanyaan pentingnya lebih pada kualitas demokrasi itu sendiri, yaitu sejauh mana kedaulatan rakyat dijaga dan dihormati oleh penyelenggara pemerintahan? Seberapa jauh aktivitas dan keputusan politik pemerintahan melibatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan? Dan, sejauh mana setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum?

Pertanyaan tersebut seiring dengan situasi keprihatinan terkait semakin renggangnya hubungan rakyat dengan wakil-wakil rakyat dan semakin renggangnya hubungan rakyat dengan pemerintahan yang dalam banyak hal mengesahkan regulasi yang tidak sejalan dengan pikiran dan tuntutan rakyat. Regulasi yang dikritisi misalnya UU Cipta Kerja, revisi UU KPK, revisi UU Mahkamah Konstitusi, UU Ibu Kota Negara (IKN), dan beberapa regulasi lain yang proses pembuatannya minim partisipasi dan secara substansi mempertebal aristokrasi dan oligarki yang menggerogoti pemerintahan.

Catatan lainnya terkait demokrasi Indonesia saat ini ialah semakin menguatnya intervensi kekuasaan terhadap kebebasan berpendapat dan pada sisi yang lain terjadi kriminalisasi terhadap para pembela hak asasi manusia. Amnesty International misalnya mencatat bahwa sedikitnya 328 kasus serangan fisik dan digital terjadi dan setidaknya 834 korban dalam periode Januari 2019 hingga Mei 2022. Beberapa aktivis pembela demokrasi dan HAM, di antaranya Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, saat ini sedang diadili karena mendiskusikan hasil penelitian kasus Intan Jaya. Ada banyak kasus kriminalisasi yang kita bisa baca menjadi pertanda buruknya sistem demokrasi saat ini. Demokrasi Indonesia mengalami regresi, melorot, dan mundur yang hampir menyerupai represi rezim Orde Baru.

Tulisan ini telah dimuat dalam Koran Jawa Pos, 21 Desember 2023.

Penulis: M. Syafi’ie, S.H., M.H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara

Peneliti Pusham UII

Pasal karet UU tentang Informasi dan Transaksi Elektornik (ITE) memakan korban lagi. Terbaru, pedagang di Bogor Bernama Wahyu Dwi Nugroho dilaporkan ke kepolisian karena mengkritik larangan berbelanja di warung-warung sekitar majelis pengajian dalam akun tik-toknya. Kasus ini telah berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan sebagaimana diatur pada Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pada tahun ini juga, seorang buruh di Jakarta Bernama Septia Dwi Pertiwi dilaporkan oleh atasannya dengan dugaan pencemaran nama baik karena ia berkeluh kesah terkait pengalaman kerjanya di media sosial. Atasan Septia merasa namanya tercemar akibat cerita yang dibuatnya di media sosial. Kasus lain menimpa Susi Ikhmah warga Kabupaten Batang, Jawa Tengah yang dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik karena menceritakan pengalamannya tertipu oleh penggadai mobil. Mobil yang Susi terima ternyata milik tempat penyewaan bukan milik penggadai yang sejak awal berinteraksi dengannya. Susi Ikhmah merasa tertipu oleh pihak penggadai dan kemudikan menuliskan pengalamannya di media sosial.

Selain tiga kasus di atas, puluhan kasus lain yang kita bisa baca setiap tahunnya akibat ekses pasal-pasal karet yang ada dalam UU ITE. Masyarakat sipil telah mendesak sedemikian rupa agar ada perbaikan dan bahkan ada yang menuntut pencabutan Undang-Undang bermasalah ini. Sebagai respon desakan publk, Kapolri, Jaksa Agung, serta Menteri Komunikasi dan Informatika telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Kriteria Implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang harapaannya tidak memunculkan mutitafsir di kalangan penegak hukum.

Pada kasus WDN yang dijerat Pasal 28 ayat (2) misalnya, fokus pasal ini diartikan oleh SKB pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu atau kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan.

Menunggu Revisi

Desakan masyarakat sipil terhadap revisi bahkan pencabutan UU ITE terasa kencangnya pada tahun lalu. Pemerintah kemudian mengupayakan dua jalan, pertama, membuat SKB tentang Pedoman Kriteria Implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kedua, revisi terbatas terhadap UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Upaya pertama telah selesai dilakukan tetapi tidak berjalan maksimal karena dalam praktik masih banyak laporan dan kemudian tetap diproses oleh aparat penegak hukum. Masalahnya terletak pada norma dalam UU ITE, dan pada sisi yang lain SKB dianggap tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat dibanding Undang-Undang.

Saat ini, pemerintah menjanjikan revisi kedua atas UU ITE. Besar harapan ada pembahasan substantif terhadap beberapa pasal karet yang termuat dalam UU ITE, antara lain terkait pasal penyerangan kehormatan seseorang, pencemaran nama baik, penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan pada individu dan kelompok berdasar etnis, pihak-pihak yang dapat melaporkan, dan beberapa yang lain.

Substansi dalam UU ITE sebagian sudah diatur dalam Undang-Undang yang lain seperti KUHP dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Lebih dari itu, revisi kedua UU ITE ini harapannya lebih menjamin penghormatan hak-hak ekspresi dan berpendapat warga negara tanpa ancaman kriminalisasi yang berlebihan. Apalagi ekspresi dan pendapat masyarakat tersebut muncul sebagai sikap kritis untuk mengungkap kebenaran, kenyataan, dan fakta dari ketimpangan sosial yang terjadi.

Tulisan ini telah dimuat dalam Koran Kedaultan Rakyat, 12 Oktober 2023.

[KALIURANG]; Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menorehkan prestasi. Lalu Indra Ramadhana (19) setelah sebelumnya berhasil meraih juara kedua dalam ajang perlombaan Musabaqoh Tahfidzul Quran (MTQ) kategori 5 juz tingkat mahasiswa berskala internasional yang diadakan oleh Universitas Islam Riau (UIR) pada tanggal 24-31 Agustus 2023 lalu, kini kembali menyabet gelar juara.

Ia berhasil meraih juara pertama dalam lomba MTQ cabang Tilawah /Qari’ tingkat mahasiswa berskala internasional yang diadakan oleh Universitas Darussalam Gontor (UNIDA) dalam rangka International Mahrojan of Ushuluddin 4.0 pada bulan November lalu. Lomba tersebut diikuti oleh ratusan mahasiswa internasional dari berbagai negara.

Lomba MTQ cabang Tilawah/Qari’ merupakan salah satu lomba yang diadakan dengan menguji bacaan peserta dengan irama tilawah bacaan Al-Quran tertentu, seperti Bayyati, Hijaz, Nahawan, dan Jiharkah.

Lomba tersebut diadakan dalam dua babak, yaitu babak penyisihan dan babak final. Babak penyisihan diadakan secara online dan babak final diadakan secara offline di kampus utama UNIDA yang terletak di Kabupaten Ponorogo.

Peserta lomba diikuti oleh mahasiswa dari berbagai universitas di dunia, untuk lomba MTQ cabang Tilawah/Qari’ dari UII mengirimkan 4 mahasiswa.

Bukan hanya Ia saja, Lalu Indra menyebutkan banyak dari mahasiswa UII yang ikut serta dalam perlombaan yang diadakan oleh UNIDA tersebut meraih gelar juara di ajang perlombaan lain, seperti lomba debat Bahasa Arab dan Tahfidzul Quran.

Lalu Indra sendiri mengakui bahwa tidak menyangka mendapatkan juara pertama, “nggak nyangka, soalnya saingannya berat-berat”, ungkap Lalu Indra. Pesaing yang dihadapi di babak final, merupakan peserta yang meraih juara dalam perlombaan lain yang pernah Ia ikuti sebelumnya, seperti peserta dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Institut Daarul Quran, dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Terakhir, Ia menyampaikan bangga telah membawa juara bagi UII, “seneng banget, soalnya udah dua kali membawa nama UII di ajang kompetisi nasional. Bangga bisa membawa nama UII, apalagi aku yang dari Fakultas Hukum dan rata-rata temenku bukan dari hukum, dari FIAI. Meskipun bukan dari jurusan yang linier dengan ajang perlombaan ini”, pungkas Lalu Indra.

 

Iktikad baik telah menjadi dasar atau asas dari semua sistem hukum. Akan tetapi, dalam bidang hukum kekayaan intelektual, terdapat perbedaan pengaturan iktikad baik secara yuridis. Sehingga perlu adanya studi lebih lanjut tentang penempatan dan penggunaan konsep iktikad baik dalam perolehan dan perlindungan hak intelektual.

Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia kembali menyelenggarakan ujian terbuka promosi doktor, bertempat di Ruang Audiovisual, Lantai 4,  Fakultas Hukum UII, pada (13/12). Promovendus, M. Zulfa Aulia berhasil mendapatkan gelar doktor dengan mempertahankan disertasinya yang berjudul “Normativitas Asas Hukum dalam Peraturan Hukum dan Putusan Pengadilan: Studi tentang Eksistensi dan Aktualisasi Iktikad Baik dalam Hukum Kekayaan Intelektual”.

Promovendus, M. Zulfa Aulia dalam disertasinya menyoroti tiga hal pokok sebagai berikut: Pertama, meskipun iktikad baik hanya dieksplisitkan pada peraturan hukum merek, akan tetapi dalam realitas yudisial, penggunaan iktikad baik ditentukan oleh relevansinya: iktikad baik relevan untuk mencegah dan membatalkan pendaftaran karya yang dilakukan secara tidak jujur. Kedua, realitas yudisial juga menunjukkan bahwa iktikad baik tidak hanya berlaku pada peraturan hukum merek, tetapi juga pada hak cipta dan paten. Secara realita, iktikad baik digunakan sebagai argumentasi hukum oleh para pihak termasuk hakim dalam memperkuat tuduhan, pembelaan atau putusan bahwa karya intelektual tertentu tidak memenuhi syarat perolehan hak dan seharusnya tidak bisa didaftarkan. Ketiga, perlu diadakan akomodasi asas iktikad baik dalam peraturan hukum kekayaan intelektual melalui ketentuan perilaku khususnya berkenaan dengan syarat perolehan hak. Kemudian dalam rangka mengeplisitkan iktikad baik dalam peraturan, diperlukan uji signifikansi dalam praktik yudisial, pola pembentukan peraturan hukum nasional, serta abstraksi rumusan dan peletakannya.

Pada kesempatan ini, sidang ujian terbuka diketuai oleh Ketua PSHPD, Prof. Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H., dengan anggota yang terdiri atas: Promotor, Prof. M. Hawin, S.H., LL.M., Ph.D., Ko Promotor 1, Prof. Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D., Ko Promotor 2, Prof. Dr. Shidarta, S.H., M.Hum., dengan penguji: Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Sri Wartini, S.H., M.Hum., Ph.D., Hayyan Ulhaq, S.H., LL.M., Ph.D.

Setelah memaparkan disertasinya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dewan penguji, M. Zulfa Aulia berhasil ditetapkan sebagai Doktor Ilmu Hukum dengan meraih predikat Sangat Memuaskan. Dr. M. Zulfa Aulia, S.H., M.H. resmi menyandang gelar doktor yang ke-169 dari PSHPD FH UII. Promotor, Prof. M. Hawin, S.H., LL.M., Ph.D., memberikan selamat dan berpesan agar melaksanakan perintah Rasulullah, untuk semakin rendah hati, senantiasa berbagi ilmu kepada orang lain dan tidak menyembunyikan keilmuan yang dimiliki. Selain itu promotor juga berpesan agar tetap mengembangkan diri dengan gelar doktor sebagai starting point.

 

 

 

“Upaya perlindungan terhadap nagari sebagai kearifan lokal cenderung mengarah pada birokratisasi adat yang disebabkan oleh relasi objektif yang dibentuk negara terhadap nagari. Birokratisasi adat telah mereduksi nagari sebagai sebuah sistem sosial yang dibangun oleh kompleksitas relasi masyarakat Minangkabau.”

Program Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia kembali menyelenggarakan ujian terbuka promosi doktor, bertempat di Auditorium lantai 4 Fakultas Hukum UII, pada (30/11). Promovendus, Aulia Rahmat berhasil mendapatkan gelar doktor dengan mempertahankan disertasinya yang berjudul “Reformulasi Kebijakan Negara dalam Perlindungan Kearifan Lokal Studi Dinamika dan Keberlanjutan Nagari di Sumatera Barat”.

Promovendus, Aulia Rahmat menyatakan bahwa “Ide awal disertasi ini adalah pasang surut eksistensi dan perubahan nagari dalam sistem pemerintahan modern Indonesia. Sebagian ahli menilai bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan modernisasi nagari agar bisa terintegrasi dengan sistem pemerintahan modern pasca kemerdekaan. Sebagian lain justru mengkhawatirkan perubahan-perubahan tersebut akan membuat nagari tercabut dari akar aslinya. Beberapa penelitian yang sudah ada hanya terfokus pada artefak-artefak yang dihasilkan dalam relasi komponen Minangkabau yang dibadankan dalam nagari, tanpa sebelumnya terlebih dahulu menjelaskan komponen penyusun Minangkabau sebagai sebuah sistem sosial. Karya disertasi ini berupaya mengisi kekosongan tersebut dengan memberikan cara pandang baru terhadap relasi yang dibangun dalam nagari dan juga menawarkan model relasi normal antara nagari dengan negara.”

Pada kesempatan ini, sidang ujian terbuka diketuai oleh Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., dengan anggota yang terdiri atas: Promotor, Prof. Dr. Esmi Warassih Pujirahayu S.H., M.S., Ko Promotor, Prof. Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H., dengan penguji: Prof. Dr. Sudjito, S.H., M.Si, Dr. Yance Arizona, S.H., M.H., M.A., Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., dan Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.

Setelah memaparkan disertasinya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dewan penguji, Aulia Rahmat berhasil ditetapkan sebagai Doktor Ilmu Hukum dengan meraih predikat Cumlaude. Dr. Aulia Rahmat, S.H.I, M.A.HK. resmi menyandang gelar doktor yang lulus dari FH UII. Promotor, Prof. Dr. Esmi Warassih Pujirahayu S.H., M.S., menyampaikan bahwa disertasi Dr. Aulia Rahmat, S.H.I, M.A.HK.  merupakan disertasi yang luar biasa karena mengangkat tema kearifan lokal Indonesia yang mulai terlupakan, oleh karena itu harus dibaca oleh para stakeholder pemangku kepentingan. Promotor juga memberikan ucapan selamat dan berpesan untuk jangan mengikuti filosofi pohon pisang, yang sekali berbuah langsung mati. Tapi “Ikutilah filosofi pohon mangga yang bisa berbuah terus menerus dan dapat dinikmati oleh siapapun”.