Kami Persilahkan Saudara menuliskan artikel, berita, cerita nasihat dapat pula agenda kegiatan yang akan dilaksanakan untuk dapat dipublikasikan khususnya berhubungan dengan Kegiatan Pembelajaran di Fakultas Hukum UII.

Jakarta, Rabu (19/11). Mahasiswa Program Studi Kenotariatan Program Magister menyelenggarakan kuliah lapangan di Kementerian ATR/BPN Republik Indonesia dan Kementerian Hukum RI. Dalam kegiatan kuliah lapangan yang diselenggarakan di Kementerian ATR/BPN, mahasiswa mencoba memahami perkembangan praktis, tantangan dan kendala-kendala dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Kegiatan ini merupakan upaya program studi untuk memberikan pengayaan skill kepada mahasiswa untuk menunjang profil lulusan khususnya praktisi kenotariatan. Kegiatan kunjungan ini tentunya menambah wawasan mahasiswa untuk memahami dinamika konflik pertanahan yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah beserta alternatif penyelesaiannya. Terlebih saat ini pemerintah mengusung beberapa titik wilayah yang ditetapkan sebagai Program Strategis Nasional.

Isu tata ruang dan Hak Asasi Manusia menjadi salah satu perhatian antara mahasiswa dan pemangku kebijakan saat ini. Terlebih beberapa konflik yang timbul akibat Program Strategis Nasional dimana beberapa ketentuan pada UUCK yang menjadi landasan kebijakannya sedang diujikan oleh Mahkamah Konstitusi. Kegiatan ini dibuka oleh Ketua Jurusan Ilmu Hukum Dr. Bambang Sutiyoso dan Ketua Program Studi Dr. Nurjihad.

Foto Civitas Akademica Prodi Kenotariatan Program Magister bersama Pembiccara Kuliah Lapangan

Foto Civitas Academika Prodi Kenotariatan Program Magister FH UII Bersama Pemateri Kuliah Lapangan di Kementrian ATR/BTNDalam kuliah lapangan di Kementerian ATR/BPN, hadir secara langsung Ahli Madya Penata Pertanahan bapak Rakhman Silaen, S.H., M.H. dan Direktur Sinkronisasi Tata Ruang Prasetyo Wiranto, S.T., M.Sc..

Selepas kuliah lapangan di Kementerian ATR/BPN, mahasiswa melanjutkan aktivitas kuliah lapangan ke Direktorat Jenderal AHU Kementerian Hukum RI.Melalui jajak pendapat dan disukusi mahasiswa mencoba mendalami peran AHU terhadap organisasi dan kode etik profesi jabatan notaris. Kegiatan ini dihadiri oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum yakni yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Perdata Harmoni Napitipulu.

Harmoni menyambut baik kegiatan kuliah lapangan untuk memberikan pengayaan terhadap organisasi profesi dan kode etik profesi.  Program ini merupakan salah satu kegiatan strategis untuk memperoleh informasi dari sumber otoritatif terkait dinamika dan praktik kenotariatan secara faktual baik itu meliputi sektor pengadaan tanah maupun kode etik profesi organisasi Notaris.

Berbekal pengayaan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam mempersiapkan kuliah lapangan. Mahasiswa Prodi Kenotariatan mendapatkan acungan jembol dari pemateri. Cukup banyak pertanyaan yang mencerminkan persiapan cukup matang yang dilakukan oleh mahasiswa. Beberapa case yang terjadi di dunia kenotariatan juga update peraturan yang baru sepekan lalu diluncurkan terkait pengaturan organiassi kenotariatan tersempaikan sebagai salah satu bahan diskusi. Hal ini menandakan bahwa dengan triger Kuliah Lapangan, mahasiswa terpacu untuk mengkaji lebih mendalam secara mandiri untuk dikembangkan dalam diskusi. Budaya mandiri mendalami pengetahuan sangat penting bagi mahasiswa apalagi dengan keterbukaan data dan informasi kemauan mahasiswa menjadi hal yang sangat vital.

Rendi Yudha Syahputra
Dosen FH UII

Amandemen ketiga konstitusi pada sidang MPR tahun 2001 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945), sejatinya merupakan sebuah capaian fenomenal dalam upaya pemusnahan budaya kekuasaan (semacam budaya feodal). Namun demikian, amandemen tersebut tidak serta merta mampu menghapus budaya kekuasaan yang sudah terlanjur mengakar dan mencengkeram penyelenggaraan negara. Apalagi jika masih terdapat kelompok pada penyelenggara negara yang berusaha untuk mempertahankan ataupun melestarikan budaya tersebut, demi menggapai kenikmatan dunia secara instan.

Pada dasarnya budaya kekuasaan dirawat dan dilestarikan oleh kelompok tersebut melalui suatu pengorganisasian dengan instrumen yang khas yaitu Keputusan Subyektif Mutlak Pemimpin, Solidaritas Mekanik dan Hierarki Ketat Berlapis. Kepatuhan atau kesetiaan buta terhadap pemimpin kelompok merupakan puncak kemuliaan dalam pengorganisasian ini, melebihi kepatuhan terhadap hukum dan keadilan. Artinya, kehendak dan sabda pemimpin kelompok (meskipun tidak adil, menyimpang dari etika ataupun peraturan perundang-undangan) menjadi hukum yang tertinggi. Ketidaktaatan terhadap pemimpin kelompok dikategorikan sebagai pelanggaran akidah dan mengandung konsekuensi yang amat pedih. Itulah sebabnya anggota kelompok sangat tunduk dan setia kepada pemimpinnya (satya haprabu).

Keberadaan instrumen Keputusan Subyektif Mutlak Pemimpin dalam pengorganisasian kelompok tersebut adalah alasan utama mengapa peraturan perundang-undangan yang sangat berlimpah, terutama yang berkaitan dengan tata kelola pemerintahan atau penyelenggaraan negara yang baik (good governance), seperti tidak berlaku atau tidak mampu mengikat kelompok tersebut. Karena instrumen ini menjadi semacam jaminan atau garansi bagi anggota kelompok tersebut untuk berbuat apapun, termasuk berlaku tidak adil dan tidak mentaati peraturan perundang-undangan. Bahkan dengan instrumen ini, peraturan pun dapat diubah dan disesuaikan.

Jaminan tersebut menimbulkan rasa percaya diri dan kebanggaan berlebih (overconfidence, overpride) bagi anggota kelompok. Dari situlah kemudian dipupuk rasa kebersamaan senasib sepenanggungan supaya mampu merekatkan hubungan emosional antar anggota (esprit de corps) yang sekaligus akan berfungsi sebagai instrumen untuk melindungi eksistensi kelompok dan menjaga sakralitas pemimpin kelompok. Rasa kebersamaan atau solidaritas disusun melalui tradisi dan pola pengasuhan tertentu yang dirancang untuk menumbuhkan sifat tolong menolong dalam hal apapun, termasuk dalam hal-hal yang tercela. Solidaritas ini cenderung mirip dengan solidaritas mekanik atau mechanical solidarity (semacam solidaritas “kesukuan”) yang dikemukakan oleh Emile Durkheim.

Kelompok yang menggunakan instrumen Keputusan Subyektif Mutlak Pemimpin dan Solidaritas Mekanik dalam pengorganisasiannya, sebenarnya dapat dikenali dengan mudah dari beberapa ciri atau perilaku umum anggotanya yang cenderung arogan, kurang memiliki empati, menganggap orang lain (diluar kelompok) lebih rendah derajatnya, enggan berdiskusi dan berat untuk menerima pendapat orang lain, sangat bangga dengan kelompoknya, penuh simbol dan keseragaman, tunduk atau loyal pada kelompok (juga pemimpinnya), dsb. Selain itu, aktivitas organisasinya sering dijejali dengan hal-hal yang bersifat seremonial.

Kemudian untuk menjaga keberlanjutan dan eksistensi kelompok tersebut, dibangunlah instrumen Hierarki Ketat Berlapis. Fungsi utama dari instrumen ini adalah mencegah anggota maupun faksi-faksi dalam kelompok yang tidak memiliki komitmen penuh untuk mempertahankan dan melestarikan keberadaan instrumen Keputusan Subyektif Mutlak Pemimpin dan Solidaritas Mekanik, supaya jangan sampai menduduki kursi kepemimpinan kelompok. Karena apabila ini terjadi, “keistimewaan” (privilege) yang selama ini dimiliki dan diwariskan secara turun temurun akan runtuh dan berakhir. Kemudian sakralitas pemimpin kelompok pun akan sirna seketika.

Instrumen Hierarki Ketat Berlapis secara prinsip dimaksudkan untuk menghilangkan kesetaraan serta membeda-bedakan derajat sosial anggota kelompok dalam berbagai macam tingkatan. Instrumen ini, disamping menggunakan hierarki yang digunakan oleh organisasi pada umumnya yaitu hierarki struktural, juga melapisnya dengan hierarki kasta atau kelas. Misalnya menciptakan kelas bangsawan dan kelas wong cilik, dimana kelas wong cilik merupakan kelas yang tidak akan pernah mungkin menjadi pemimpin kelompok. Sedangkan kelas bangsawan berpotensi menjadi pemimpin kelompok.

Kemudian kelas bangsawan dilapis lagi dengan hierarki lain, misalnya bangsawan kelas pagi dan kelas sore. Potensi bangsawan kelas sore menjadi pemimpin kelompok sangat tipis sekali (bahkan hampir tidak mungkin), sedangkan bangsawan kelas pagi adalah sebaliknya. Dalam tradisi militer, hierarki ketat berlapis yang lazim digunakan adalah hierarki struktural, hierarki kelas (perwira, bintara dan tamtama) dan hierarki pangkat (dari Jenderal hingga Prajurit Dua).

 

Revolusi Kepolisian

Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto sepertinya tidak akan mampu memperbaiki lembaga kepolisian secara signifikan apabila tidak mencontoh langkah revolusioner yang pernah dilakukan oleh presiden Georgia (Mikheil Saakashvili) pada sekira tahun 2004, yaitu memecat 16.000 Polisi dalam semalam dan kemudian merekrut petugas baru yang berasal dari (lulusan) universitas serta program hukum. Namun demikian, bukan berarti tidak ada langkah revolusioner lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki lembaga kepolisian.

Pemusnahan instrumen-instrumen khas budaya kekuasaan sebagaimana diuraikan di atas, dapat dijadikan alternatif cara untuk merevolusi lembaga kepolisian, apabila Komisi Percepatan Reformasi Polri menemukan keberadaannya dalam pengorganisasian lembaga kepolisian. Kemudian instrumen-instrumen khas Good Governance harus didorong supaya semakin mapan dan menjadi nafas organisasi. Langkah-langkah ini dengan sendirinya akan membentuk budaya baru, yaitu budaya kesetiaan terhadap hukum dan kebajikan (satya dharma) serta menggeser budaya kekuasaan yang dipenuhi dengan privilege.

Jadi, ketika nanti pada akhirnya masih ditemukan keberadaan komando subyektif absolut, solidaritas kelompok yang melampaui batas dan hierarki berlapis dengan aroma militer dalam pengorganisasian lembaga tersebut, maka sejatinya itu menjadi sebuah tanda kekalahan Komisi Percepatan Reformasi Polri dalam mewujudkan Civilian Police.

Jakarta, 18 November 2025. Mahasiswa program doktor FH UII Angkatan 2025 melakukan riset lapangan untuk mengolah data primer dan data sekunder pada praktik audit keuangan negara. Sebanyak enam belas mahasiswa belajar secara langsung  unsur-unsur dan perkembangan praktik penilaian kerugian keuangan negara. Isu ini dipilih oleh Program Studi dengan mempertimbangkan kebutuhan tren riset di sektor Hukum Administrasi negara, Hukum Pidana, dan Hukum Tata Negara dalam praktik penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pemerintah.

Kunjungan program doktor dipimpin oleh Ketua Program Studi yaitu Prof Syamsudin dan diterima oleh Kepala Pusat Legislasi, Pengembangan dan Bantuan Hukum  Badan Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara yakni bapak Supriyonohadi, S.H., M.Si., CLA, CSFA dan Bu Hartini selaku Kepala Kehumasan dan Kerjasama Internasional.  Dalam kuliah lapangan yang dihadiri oleh para kandidat doktor di antaranya Eko Rial Nugroho, Rizky Ramadhan Baried, Bagus Anwar dkk, mencoba mendalami lebih lanjut praktik dan tantangan BPK dalam menjalankan peran kuasi yudisial.

Dalam kesempatan ini mahasiswa menggali lebih lanjut mengenai peran BPK dalam audit keuangan BUMN pasca pengesahan undang-undang yang baru. Termasuk audit terhadap Program Makan Siang Gratis yang sedang diusung sebagai program unggulan pemerintah. Dengan kewenangan ini BPK diharapkan benar-benar menjalankan peran auditnya secara independen dan akuntabel.  Dalam kesempatan kuliah lapangan BPK membuka peluang Kerjasama dalam program BPK Goes to Campus dalam mengoptimalkan kolaborasi riset dan publikasi antara jurnal yang di kelola BPK dan Jurnal jurnal yang fi FH UII. Kegiatan ini diharapkan dapat terus terjalin untuk memperkuat sharing keilmuan teoritik dengan memadukan dengan aspek praktik audit keuangan di pemerintahan.

Selasa, 18 Nopember 2025, Mahasiswa Hukum Program Doktor FH UII berkunjung ke Badan Keahlian DPR RI. Delegasi Program Doktor disambut langsung oleh Kepala BK, Prof. Bayu Dwi Anggono, SH., M.H. Turut menyambut langsung Ketua Komisi II DPR RI, Dr. Rizqy Nizami Harsayuda, yang juga merupakan Alumni Fakultas Hukum UII. 16 Mahasiswa PSHPD UII dipimpin langsung oleh Prof. Syamsuddin selaku Ketua Program Studi. Dalam sambutannya, Prof. Bayu menyatakan sambutan selamat datang, dan menyebut FH UII sebagai kampus hukum paling berdampak di Indonesia, karena para alumninya menempati posisi pengambil keputusan penting dan berpengaruh. Harapannya, BK bisa menindaklanjuti kolaborasi dalam berbagai kegiatan riset maupun pelibatan dalam pegambilan kebijakan. Dr. H.M. Rifqinizamy Karsayuda, SH,, M.H. berkenan memberikan memberikan sambutan sekaligus keynote speech selaku Ketua Komisi II DPR RI. Beliau memberikan gambaran best practice tentang meaningful participation.

Undang Undang tidak hanya harus bagus secara substansi, tetapi harus mampu mewadahi harapan publik dan masukan-masukan dari publik. Sehingga partisipasi yang bermakna harus diwujudkan. Meaningful participation meliputi, Procedural participation, analytical participation, dan substantive participation. Undang-Undang tidak hadir dari ruang hampa. Hukum adalah konsekuensi, konvergensi dari dinamika sosial. Forum dilanjutkan dengan pemaparan lebih detail mengenai peran BK DPR RI dan proses penyusunan UU dipimpin oleh Dr. Wiwin Sri Rahyani, SH., M.H. selaku kepala bidang perancang didampingi Ahli dan Analis Legislatif di lingkungan BK DPR RI.

Forum diskusi berjalan aktif dan kontruktif. Banyak pertanyaan dilontarkan terkait proses partisipasi publik diwadahi dan diakomodir dalam pembentukan suatu perundang-undangan.  Bapak Budiman mengungkapkan bahwa dalam penyusunan suatu UU banyak partisipasi yang diterima, namun tidak semua bersifat positif. Ada juga partisipasi negatif. Partisipasi ini mengacu pada masukan-masukan yang ada tetapi bukan dalam rangka menyempurnakan ataupun mempercepat pembentukan UU, melainkan bagian upaya menghalang-halangi demi kepentingan tertentu. Kelas lapangan ini ditutup dengan pertukaran cinderamata dan foto bersama. Harapannya ini menjadi awal, ke depan, diharapkan antara BK maupun FH UII bisa terus berkaloborasi dalam mengusung partispiasi yang bermakna.

Senin, 17 November 2025, Pukul 13.00 WIB bertempat di ruang Auditorium lantai 4 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Dian Kus Pratiwi berhasil memperoleh gelar Doktor yang ke 199 dari Program Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul “Pembentukan Undang-Undang secara Cepat dalam Sistem Legislasi di Indoensia pada Masa Pemerintahan Joko Widodo”.

Dalam disertasinya promovendus menjelaskan bahwa kecenderungan pembentukan Undang-Undang secara cepat yang dilakukan pada masa pemerintahan Joko Widodo berimplikasi pada kualitas legislasi. Promovendus menemukan pertama, terdapat ketidaklaziman pembentukan undang-undang dari tahapan maupun waktu yang normal. Kedua, Pembentukan undang-undang secara cepat memiliki urgensi dan kecenderungan politik hukum juga kehendak polotik yang sama DPR dan Presiden yang menentukan kecepatan pembentukan undang-undang. Ketiga, pembentukan undang-undang secara cepat dilakukan pada kondisi normal dengan katakteristik perenvanaan tertentu. Keempat, pembentukan undang-undang secara cepat dilakukan dalam masa lame duck session. Kelima, terdapat ketidaksesuaian dengan tata cara dan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan, yang kemudian berpengaruh terhadap kualitas legislasi yang dihasilkan. Pengadopsian mekanisme pembentukan undang-undang secara cepat (Fast Track Legislation) dalam system legislasi di Indonesia perlu memperhatikan dua aspek penting yakni terkait dengan pengaturan dan penetapan kriteria pembentukan undang-undang secara cepat dalam system legislasi di Indonesia. 

Di akhir disertasinya promovendus memberikan saran bahwa perlu penyusunan regulasi yang mengatur tentang pembentukan undang-undang secara cepat (Fast Track Legislation). Pemerintah dan DPR perlu merumuskan dan mengesahkan regulasi yang secara eksplisit mengatur mekanisme Fast Track Legislation dalam system legislasi nasional. Regulasi ini harus memberikan kejelasan mengenai konsep, prosedur, jangka waktu, kriteria, serta batasan penggunaan mekanisme pembentukan undang-undang secara cepat agar tidak terjadi penyalahgunaan di dalam implementasinya. Optimalisasi peran serta DPD, Tenaga Pakar (Akademisi maupun Profesional), dan Masayarakat (LSM, Ormas maupun Masyarakat Umum) dalam pembentukan undang-undang agar kualitas legislasi lebih baik.

Dian Kus Pratiwi berhasil menyelesaikan disertasinya dibawah bimbingan Promotor Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.hum., Co Promotor Dr. Idul Rishan. S.H., M.H., Hadir sebagai penguji dalam ujian terbuka Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., sebagai ketua Penguji dan anggota penguji yakni, Prof. Dr. Lita Tyesta Addy Listya W, S.H., M.Hum., Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi H., S.H., M.M., Prof. Dr. Ridwan, S.H., M.Hum., dan Dr. Sri Hastuti Puspitasasri, S.H., M.H.

Yogyakarta (15/11) Program Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) kembali melahirkan doktor baru. Muhammad Helmi Fahrozi, S.H.I., S.H., M.H., resmi meraih gelar Doktor setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Kemandirian Penyelenggara Pemilu: Rekonstruksi Pembentukan Peraturan KPU Berkepastian Hukum dan Partisipatif.”

Ujian terbuka dipimpin oleh Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. selaku Ketua Sidang. Bertindak sebagai Promotor: Prof. Dr. Ridwan, S.H., M.Hum.; Co-Promotor: Dr. Saifuddin, S.H., M.Hum. Adapun Anggota Penguji adalah Prof. Dr. Sunny Ummul Firdaus, S.H., M.H., Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S., Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., dan  Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.

Dalam disertasinya, Helmi menemukan bahwa kemandirian fungsional KPU belum sepenuhnya sesuai dengan amanat konstitusi. Mekanisme konsultasi wajib kepada DPR dan pemerintah dalam penyusunan PKPU terbukti membuka peluang intervensi politik. Praktik tersebut menyebabkan KPU tidak selalu mampu bertindak mandiri dalam merumuskan regulasi kepemiluan.

Selain itu, putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung yang muncul di tengah tahapan pemilu membuat KPU harus mengubah peraturan secara mendadak. Kondisi ini mengganggu kepastian hukum, partisipasi publik, dan kelancaran penyelenggaraan pemilu.

Helmi Fahrozi bersama Ketua Dewam Penguji, Promotor dan Co Promotor serta Anggota Penguji Lainnya

Penelitian yang mengkaji rentang 2014–2024 ini menghasilkan beberapa temuan penting 1)Kemandirian KPU dalam membuat PKPU masih tereduksi oleh tekanan legislatif dan yudikatif. 2) Legalitas formil pembentukan PKPU belum seragam, sehingga membuka ruang kontroversi dan ketidakpastian hukum. 3) Diperlukan rekonstruksi hukum untuk menjamin proses penyusunan peraturan yang lebih independen, demokratis, dan partisipatif.

Helmi menawarkan dua arah pembaruan. Pertama, Jalur legislasi: mengubah konsultasi dari kewajiban menjadi opsi, serta mengatur batas waktu perubahan aturan pemilu. Kedua, Jalur yudisial: mendorong penerapan judicial restraint dan Purcell Principle agar pengadilan tidak mengubah aturan saat tahapan pemilu berjalan.

Dewan penguji menilai disertasi ini memberikan kontribusi signifikan bagi penguatan sistem pemilu. Penelitian ini menawarkan solusi terukur untuk memperbaiki tata kelola regulasi KPU dan menjaga kualitas demokrasi. Dengan kelulusan ini, Muhammad Helmi Fahrozi resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dan diharapkan terus berkontribusi dalam pengembangan hukum kepemiluan di Indonesia.

BANGI, Malaysia (2 November 2025) – Semangat kolaborasi internasional dan keunggulan budaya bersinar terang ketika Abi Abdullah, mahasiswa mobilitas dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), dengan bangga mewakili UII dalam ASEAN Art Festival ke-8 tahun 2025 (UKM ARTSEAN) yang diselenggarakan di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) pada 29 Oktober – 3 November 2025.

Festival yang mengusung tema “Diversity in Rhythm and Heritage” (Keberagaman dalam Irama dan Warisan) ini diikuti oleh lebih dari 300 peserta dari seluruh kawasan ASEAN dan negara-negara lainnya, termasuk delegasi dari Thailand, Kamboja, Vietnam, Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, serta peserta khusus dari Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, India, Prancis, Kanada, Kazakhstan, dan Bangladesh.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh UKM University Cultural Centre, UKM Artisukma, Againstar Sdn. Bhd., serta Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) bekerja sama dengan Ministry of Tourism, Arts and Culture Malaysia (MOTAC). Festival tersebut menjadi wadah yang semarak untuk pertukaran budaya, kolaborasi kreatif, dan ekspresi seni lintas negara.

Mewakili FH UII, Abi Abdullah menampilkan kreativitas dan ekspresi budaya yang luar biasa, sehingga berhasil meraih Art Award (Penghargaan Seni) atas kontribusi istimewanya selama acara berlangsung. Prestasi ini mencerminkan komitmen UII dalam menumbuhkan mahasiswa berwawasan global yang mempromosikan perdamaian, persatuan, dan saling pengertian antarbudaya melalui seni.

“Penghargaan ini bukan sekadar pencapaian pribadi, melainkan juga cerminan dari visi UII untuk membangun jembatan kolaborasi dan saling pengertian antarbangsa melalui budaya dan kreativitas,” ujar Abi.

Selama lima hari pelaksanaan festival, para peserta mengikuti beragam kegiatan seperti lokakarya tari ASEAN, lomba menyanyi lagu Melayu ASEAN, serta kunjungan budaya ke Mah Meri Cultural Village dan Museum Nasional Malaysia. Seluruh kegiatan tersebut mempererat hubungan antar peserta sekaligus menumbuhkan apresiasi terhadap warisan dan keberagaman budaya ASEAN.

Keikutsertaan FH UII dalam ajang internasional ini menegaskan upaya berkelanjutan universitas dalam memperluas mobilitas internasional, diplomasi budaya, dan keunggulan akademik, sekaligus memperkuat posisi UII sebagai kontributor aktif dalam komunitas akademik dan budaya global.

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan Hormat,
Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) pada Tahun 2024 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak pada 2025 telah usai terlaksana. Sejumlah kritik dan evaluasi bermunculan, menyorot pelaksanaan bahkan regulasi pengaturan pesta demokrasi nasional tersebut. Ke depan, tantangan terhadap Pemilu dan Pilkada akan kembali menghantui Indonesia. Sehingga, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan lokakarya dan focus group discussion mengenai Evaluasi Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilu pada Oktober 2025. Poin-poin anotasi dan rekomendasi dapat didownload di link di bawah ini.

Download Berkas Klik Disini

Temuan hasil anotasi diharapkan menjadi masukan konstruktif bagi KPU, Pemerintah, Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Agung dalam memperkuat regulasi, penyelenggaraan, dan penegakan hukum Pemilu. Semoga rekomendasi yang disampaikan dapat mendukung terciptanya Pemilu yang adil, transparan, dan akuntabel di masa mendatang.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kemajuan teknologi informasi tak lagi bisa dipandang sekadar alat bantu administratif. Di era sekarang ini, transformasi digital menjadi keniscayaan. Hampir semua institusi Pendidikan pada berbagai jenjang dituntut untuk tidak hanya beradaptasi, tetapi juga berinovasi. Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) tampaknya memahami hal itu dengan sangat baik dan mengambil langkah inovatif. Pada 8 November 2025, FH UII resmi meluncurkan Law UII App, sebuah aplikasi digital yang digadang-gadang akan menjadi superApp pertama di lingkungan kampus hukum Indonesia.

Langkah ini bukan sekadar pembaruan teknologi, melainkan bentuk keseriusan FH UII dalam menapaki era baru tata kelola pendidikan hukum yang lebih efisien, transparan, dan terintegrasi.

Dari Administrasi Menuju Ekosistem Digital Hukum

Law UII App tidak sekadar berfungsi sebagai alat bantu untuk kegiatan akademik. Ia dirancang sebagai ekosistem hukum digital yang menyatukan berbagai layanan fakultas dalam satu platform. Melalui aplikasi ini, mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan dapat memantau jadwal kuliah, berbagi ide, mengakses informasi lomba dan kegiatan akademik, hingga memeriksa tagihan perkuliahan—semuanya dilakukan secara cepat dan praktis. Melalui aplikasi ini, orang tua juga dapat memantau perkembangan anaknya dalam menempuh studi hukum, sementara mahasiswa memiliki akses penuh terhadap informasi akademik mereka sendiri. Transparansi ini diharapkan memperkuat rasa saling percaya antara fakultas, mahasiswa, dan keluarga. Bahkan, aplikasi ini juga membuka ruang untuk kegiatan sosial seperti donasi dan amal.

Peluncuran versi pertama aplikasi ini merupakan pilot project dari FH UII yang akan menjadi simbol komitmen fakultas dalam mengembangkan legal technology serta langkah nyata menuju universitas hukum berkelas global. Dalam konteks manajemen fakultas, aplikasi ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi ketergantungan pada proses manual yang selama ini menyita waktu dan tenaga.

Lebih dari sekadar efisiensi, Law UII App menjadi wujud transparansi kelembagaan. Melalui ekosistem digital ini, seluruh aturan hukum, kebijakan, hingga proses pembentukan regulasi internal dapat diakses secara lebih terbuka oleh civitas akademika. Transparansi ini penting untuk membangun kepercayaan dan partisipasi aktif di antara seluruh anggota komunitas akademik.

FH UII menegaskan, komitmen terhadap teknologi lahir dari keyakinan bahwa tanpa inovasi, lembaga pendidikan akan tertinggal dalam menghadapi perubahan sosial, ekonomi, dan hukum yang kian cepat. Dunia hukum kini menuntut generasi baru yang tidak hanya memahami norma, tetapi juga mampu menavigasi realitas digital.

Fitur Unggulan: Dari Kolaborasi hingga Tata Kelola Transparan

Setiap aplikasi memiliki jiwa yang membedakan antara satu dengan lainnya. Bagi Law UII App, jiwa itu terletak pada kemampuan menghadirkan ruang kolaborasi dan keterbukaan dalam satu platform. Melalui fitur Inovasi Riset dan Kolaborasi, seluruh civitas akademika dapat berinteraksi, mengajukan ide penelitian, memantau prosesnya, dan mengembangkan gagasan secara bersama. Fitur ini membuka kesempatan luas bagi dosen dan mahasiswa untuk berinovasi tanpa batas ruang dan waktu, serta memperkuat tradisi riset kolaboratif yang telah menjadi ciri khas FH UII.

Selain itu, hadir pula Pusat Pengetahuan Digital, wadah yang dirancang sebagai perpustakaan hukum interaktif. Melalui fitur ini, pengguna dapat mengakses beragam literatur hukum, informasi terkini, dan sumber bacaan yang relevan dengan perkembangan dunia hukum modern. Menariknya, FH UII juga membuka ruang bagi mahasiswa dan dosen untuk berbagi tulisan dalam format artikel ilmiah populer. Dengan begitu, budaya menulis dan berbagi ilmu dapat tumbuh lebih hidup, sekaligus memperluas jangkauan pengetahuan hukum ke masyarakat umum.

Fitur lainnya yang tak kalah penting adalah Tata Pamong Digital, yang menjadi bentuk nyata dari komitmen FH UII terhadap prinsip good governance. Melalui fitur ini, civitas akademika dapat menyampaikan saran, masukan, maupun kritik konstruktif terhadap berbagai layanan fakultas. Kolom survei dan mekanisme umpan balik disediakan untuk menjamin bahwa setiap suara dari komunitas akademik didengar dan ditindaklanjuti.

Ketiga fitur utama ini bukan sekadar fasilitas, melainkan manifestasi dari filosofi digital yang dipegang oleh FH UII: bahwa teknologi harus menjadi alat pemberdayaan, bukan sekadar pengendali sistem.

Aplikasi yang Tumbuh Bersama Nilai Pendidikan

FH UII melihat Law UII App sebagai bagian dari perjalanan panjang transformasi pendidikan hukum, bukan sekadar proyek teknologi sesaat. Di balik perancangannya, terdapat visi pendidikan yang lebih luas—menjadikan inovasi digital sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada mahasiswa, orang tua, dan masyarakat.

Dalam jangka panjang, FH UII berkeinginan agar aplikasi ini menjadi contoh praktik baik (best practice) yang dapat diadopsi oleh fakultas hukum lain di Indonesia. Bila setiap fakultas hukum memiliki sistem digital yang terintegrasi seperti ini, maka dunia pendidikan hukum nasional akan lebih siap menghadapi tantangan era digitalisasi dan keterbukaan data.

Menuju SuperApp dan Ekosistem Terpadu

Law UII App tidak berhenti pada fungsinya yang sekarang. FH UII merancangnya sebagai SuperApp, yakni aplikasi yang mampu menghubungkan berbagai layanan digital dalam satu ekosistem menyeluruh. Ke depan, fitur-fitur seperti dompet digital, sistem pembayaran online untuk tagihan kuliah, portal fakultas, media informasi hukum, hingga wakaf digital dan pasif amal akan diintegrasikan dalam satu sistem.

Dalam tahap pengembangan berikutnya, aplikasi ini akan diperluas dengan berbagai fitur baru seperti dompet digital, sistem pembayaran tagihan perkuliahan, portal informasi fakultas, hingga wakaf digital dan pasif amal. Dengan begitu, seluruh aktivitas akademik, administratif, dan sosial dapat dijalankan melalui satu sistem yang terintegrasi.

Model SuperApp ini juga akan memperkuat posisi FH UII sebagai kampus yang responsif terhadap kemajuan teknologi. Setiap pembaruan sistem dirancang untuk fleksibel terhadap perubahan kebutuhan. Bila suatu saat ada kebijakan baru, metode pembelajaran digital, atau peluang riset lintas disiplin, Law UII App siap menyesuaikan diri.

Menginspirasi Transformasi Pendidikan Hukum

Kehadiran Law UII App membawa pesan kuat bagi dunia pendidikan hukum: teknologi bukan ancaman, melainkan peluang. Aplikasi ini menjadi contoh nyata bahwa penguasaan teknologi dapat berjalan seiring dengan nilai-nilai etika dan integritas yang menjadi fondasi ilmu hukum.

FH UII menempatkan teknologi sebagai sarana untuk memperkuat efisiensi, transparansi, dan kolaborasi, bukan sekadar sebagai alat administratif. Dalam konteks yang lebih luas, Law UII App juga menjadi ruang pembelajaran bagi mahasiswa hukum untuk memahami bagaimana dunia hukum berinteraksi dengan perkembangan digital—mulai dari tata kelola data, keamanan siber, hingga etika dalam inovasi hukum.

Dengan pendekatan yang inklusif dan berorientasi pada nilai kemaslahatan, FH UII membuktikan bahwa transformasi digital dalam pendidikan hukum bisa berakar pada nilai-nilai keislaman, keterbukaan, dan keilmuan.

Yogyakarta, 8 November 2025, Trio Rachmadi memaparkan hasil penelitian disertasi di depan penguji pada Sabtu, 8 November 2025, Pukul 14.30 WIB bertempat di ruang Auditorium lantai 4 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Trio Rachmadi berhasil memperoleh gelar Doktor yang ke 197 Dari Program Studi Hukum Program Doktor Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Promovendus mempertahankan disertasinya yang berjudul “Politik Hukum Kesehatan di Indonesia (Studi tentang Urgensi Ethics of Rights dan Ethics of Care dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kesehatan: Evaluasi Kritis terhadap Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan).

Dalam disertasinya dijelaskan bahwa permasalahan Kesehatan di Masyarakat adalah cerminan dari kegagalan kebijakan (policy failure) yang terefleksi atas buruknya proses pembentukan peraturan perundang-undangan bidang Kesehatan, peraturan perundang-undangan bidang Kesehatan dalam pembentukannya seringkali dipengaruhi oleh politik tertentu. Sehingga menurut promovendus diperlukan konsep ethics tertentu dalam pembentukannya. Pembentukan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan belum mempertimbangkan Ethics of Rights dan Ethics of Care sehingga jauh dari nilai keadilan yaitu partisipasi public yang tidak optimal, waktu yang sangat singkat, naskah akademik yang kurang ilmiah dan menimbulkan kondisi Masyarakat yang asimetri. 

Promovendus memberikan rekomendasi bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan bidang Kesehatan diperlukan pertimbangan Ethics of Rights dan Ethics of care untuk meminimalisir pengaruh politik kekuasaan dan kondisi asimetri Masyarakat sehingga dapat menghasilkan produk hukum yang dapat memenuhi keadilan social dalam politik hukum Kesehatan di Indonesia. Politik hukum Kesehatan berupaya untuk menjaga keseimbangan hak dan kewajiban pasien dan sumber daya manusia Kesehatan, peningkatan kualitas patient safety dan terpenuhinya hak sehat warga negara.

Trio rachmadi berhasil menyelesaikan disertasinya dibawah bimbingan dr.M. Nasser, Sp. KK., FINSDV., FAADV., Doctor of Law, Co Promotor Bapak Dr. M. Arif Setiawan, S.H., M.H. Hadir sebagai penguji dalam ujian terbuka Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. sebagai ketua Penguji dan anggota penguji yakni, Prof. Nandang Sutrisno, S.H., M.Hum., LL.M., Ph.D., Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si., Dr. Sundoyo, S.H., M.KM., M.Hum., dan Bapak M. Endriyo Susila, S.H., MCL., Ph.D.