Kami Persilahkan Saudara menuliskan artikel, berita, cerita nasihat dapat pula agenda kegiatan yang akan dilaksanakan untuk dapat dipublikasikan khususnya berhubungan dengan Kegiatan Pembelajaran di Fakultas Hukum UII.

[KALIURANG]; Marketing Communication (Marcomm) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan upgrading yakni pelatihan kepenulisan pada Jumat (2/8) di Meeting Room II/I FH UII. Fokus Pelatihan Kepenulisan ini tentang bagaimana cara membuat atau menulis artikel, khususnya berita dengan baik dan memikat.

Untuk mempelajari hal tersebut lebih dalam, pada pelatihan kepenulisan ini, Marcomm FH UII mendatangkan pemateri dari Student Journalist Campus (SJC) UII yakni Hizbi Maulana.  Ia telah menjadi anggota SJC dari tahun 2022 serta telah menulis berita dari berbagai macam kegiatan-kegiatan yang ada di Kampus UII.

Dalam kesempatannya mengisi upgrading, dirinya berbagi banyak hal terkait kepenulisan yang Ia dapatkan dari berbagai sumber serta sisanya based on experience (berdasarkan pengalamannya). Mulai dari struktur kepenulisan yakni berupa Headline, Byline, Lead, Body, dan Ending.

Ia juga membagikan bagaimana cara menulis suatu peristiwa agar mendapat kan suasana dan point of interest (suatu hal yang menarik) dari suatu peristiwa. Diantaranya yakni penulis harus terlibat, kemudian perhatikan situasi serta menulis outline. Hal tersebut dikembangkan dengan riset dan wawancara. Kemudian tulis promotional materials dan disimpulkan.

Ia menambahkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis berita. Berita yang menarik terletak pada Hook sebagai opening statement. Hal lainnya yang baginya sebaiknya diperhatikan adalah membuat Judul yang bagus dengan memberikan gambaran acara secara umum yang memantik minat para pembaca.

Paparannya tersebut juga diselingi dengan tanya jawab yang menambah interaksi peserta dengan pemateri. Ia juga menambahkan dengan beberapa contoh judul berita dari media tersohor Inggris, The New European. Ia menjelaskan dalam berita yang dimuat media tersebut simple namun mampu memantik penasaran bagi pembacanya.

Sesi berikutnya yakni praktek menulis sebagai tindak lanjut dari materi yang telah disampaikan. Praktek tersebut melibatkan 15 Anggota Marcomm dalam mengasah keterampilan menulis berita. Berita yang telah ditulis peserta dikumpulkan, kemudian dikoreksi bersama.

Akhir materi Ia memberikan quotes atau motivasi dalam menulis. Tulisan dan bacaan merupakan 2 hal yang tidak dapat dipisahkan dari mahasiswa sebagai generasi emas penerus bangsa. Melalui “bacaan” seorang mahasiswa dapat mengenal dunia sedangkan melalui “tulisan” seorang mahasiswa akan dikenal oleh dunia.

[KALIURANG]; Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), berhasil meraih Juara 1 dalam Anggah Debate Competition dalam Jambore Koperasi Mahasiswa Nasional (JAMKOPNAS). JAMKOPNAS adalah kegiatan tahunan yang dilakukan koperasi mahasiswa dibawah naungan Forum Komunikasi Mahasiswa Indonesia (FKKMI) dan Anggah Debate Competition merupakan salah satu rangkaian dari JAMKOPNAS.

Dimas Saputra (23410348) merupakan mahasiswa tahun pertama dari PSHPS FH UII dan sudah berhasil meraih Juara 1 dalam perlombaan debat ini. Sehingga mengikuti perlombaan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Dimas .

Untuk mempersiapkan perlombaan ini, Dimas  memiliki tantangan tersendiri karena jadwal perlombaan bersamaan dengan jadwal Ujian Akhir Semester (UAS). Karena persiapan yang yang minim, Dimas  berusaha mengatur waktu untuk memulai menyiapkan berkas seperti essay, business plan, hingga perlombaan debat. Selain itu, sebagai peserta lomba, Dimas  harus menguasai dan menghafal materi Koperasi sebagai badan hukum di Indonesia.

Agar dapat menuntaskan perlombaan ini sampai akhir, maka Dimas  berusaha untuk membuat timeline yang jelas dan konkrit dalam setiap langkahnya dalam perlombaan ini. Selain itu, sangatlah penting untuk memiliki tujuan yang jelas dan alasan yang kuat dalam mengikuti kompetisi ini agar dapat selalu termotivasi ditengahnya jadwal yang padat.

Dimas berpesan untuk teman-teman mahasiswa, “Jangan pernah meremehkan potensi yang ada dalam diri kalian. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekuatan masing-masing, dan tugas kita adalah menemukan serta mengasahnya. Belajar bukan hanya tentang mengejar nilai, tetapi juga tentang memperkaya diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang akan berguna di masa depan. Semangat dalam belajar dan berprestasi tidak selalu datang dari hasil yang instan, tetapi dari usaha yang konsisten dan keinginan untuk terus berkembang. Jangan takut gagal, karena dari kegagalan kita bisa belajar dan menjadi lebih kuat. Ingatlah bahwa perjalanan pendidikan ini adalah investasi untuk masa depan kita sendiri, jadi nikmatilah setiap langkahnya dan teruslah berjuang untuk mencapai impian.”

[KALIURANG]; Tim Delegasi dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Komunitas Peradilan Semu (KPS) Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menorehkan prestasi membanggakan dengan meraih Juara 1 dan 2 pada perlombaan Dakwaan Nasional Anklageschrift National Law Competition 2024 yang diselenggarakan oleh KPS FH Universitas Pamulang. Kemenangan ini merupakan hasil dari persiapan yang matang, kerja sama tim yang solid, dan kemampuan merumuskan dakwaan hukum yang kuat.


Maymona Ratna Dewi (22410353), selaku ketua delegasi Ramonaz yang keluar sebagai juara pertama, bersama anggota timnya, Salma Zahra Anazty (22410677) dan Aura Puspanegara (22410695), mereka memiliki ketertarikan yang mendalam pada hukum pidana. Hal serupa juga dirasakan oleh Rafi Firoos Muhammad Utyan (23410292), selaku ketua delegasi Adhyaksa Unisi yang keluar sebagai juara kedua, bersama anggota timnya, Firdha Susanto (23410075), dan Naura Syifa Salsabila (23410021). Motivasi mereka untuk mengikuti lomba ini dilandasi oleh keinginan untuk terus belajar dan mengembangkan diri di bidang hukum pidana, serta untuk memperdalam pemahaman mereka tentang peran penuntut umum. Pengalaman mengunjungi kejaksaan semakin menguatkan semangat mereka untuk mengikuti lomba ini.

Anggota delegasi ini melakukan registrasi pada tanggal 16 dan 20 Juli, kemudian mempersiapkan berkas yang dilombakan selama 1 bulan. Adapun tahapan yang dilalui berupa tahapan pendaftaran meliputi penyelesaian dokumen administratif, termasuk surat keterangan keaslian dan sertifikat status mahasiswa aktif. Formulir pendaftaran dan penyerahan dokumen administratif diselesaikan di platform terpisah. Setelah menyelesaikan dokumen, tim berpartisipasi dalam rapat teknis dan menyerahkan berkas akhir mereka.

“Minimnya pengalaman dalam kompetisi hukum pidana khusus sempat menjadi beban bagi tim kami. Namun, tantangan tersebut justru menjadi motivasi untuk mendalami materi yang lebih serius. Menghadapi perlombaan dengan tema pidana khusus yang fokus pada korupsi anggaran desa, tim kami intensif mempelajari hukum acara pidana, prinsip-prinsip hukum pidana, dan melakukan observasi langsung ke kelurahan desa Sukoharjo guna mempelajari tata cara pengadaan barang di tingkat desa, serta kemampuan membedakan unsur-unsur pasal dalam konteks kasus konkret. Kendala terkait pemahaman hukum acara pidana kami atasi dengan konsultasi intensif kepada dosen.” Ujar, Maymona.

“Menghadapi tantangan dalam mendalami materi pidana khusus yang belum diajarkan, kami mengalami kesulitan dalam menganalisis dan membedah unsur-unsur pasal dalam undang-undang pidana khusus. Untuk mengatasi hal ini, kami melakukan riset secara mandiri dan aktif berdiskusi dengan mentor sebagai upaya untuk memahami materi tersebut secara lebih mendalam.” Ujar, Firdha.

Kedua tim tersebut mengidentifikasi dua faktor kunci yang berkontribusi pada keberhasilan mereka: keinginan untuk belajar dan keinginan untuk menang. Mereka menjelaskan bahwa fokus pada pembelajaran mengurangi tekanan untuk menang. Namun, berjuang untuk menang membutuhkan upaya yang melampaui ekspektasi. Mereka juga menyebutkan pentingnya menetapkan tujuan dan tenggat waktu agar tetap pada jalur yang benar. Salah satu anggota tim menunjukkan bahwa karena keterbatasan akses mereka terhadap sumber daya, mereka harus kreatif dalam menyusun kasus yang logis.

Tim mengungkapkan rasa syukur dan keterkejutannya atas keberhasilan meraih juara. Mereka menyatakan tidak menyangka bisa menang hingga pengumuman. Kemenangan ini menjadi motivasi bagi mereka untuk terus berprestasi. Mereka juga menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan dari orang tua, dosen, dan teman-teman dari KPS.

Terakhir, tim menyampaikan pesan kepada sesama mahasiswa. Maymona mengingatkan “dunia hukum begitu luas dan beragam, teman-teman. Tidak mungkin kita menguasai semuanya. Yang terpenting adalah kita menemukan minat kita masing-masing dan menggali lebih dalam. Ingatlah, proses belajar itu tidak pernah berhenti. Jadilah pembelajar sepanjang hayat dan jangan ragu untuk terus mengembangkan diri.”

Firdha menambahkan “jangan pernah takut untuk mencoba hal-hal baru, meski kita merasa kurang berpengalaman. Keberhasilan itu diraih melalui usaha dan doa yang konsisten. Jangan menunggu kesempatan datang, tapi ciptakanlah sendiri. Dari pengalaman kami, mengikuti berbagai lomba, baik menang maupun kalah, adalah bagian dari proses pembelajaran. Kegagalan bukan akhir dari segalanya, justru menjadi pelajaran berharga untuk kita terus memperbaiki diri,” ujarnya.

“KPU sebagai Penyelenggara Pemilu harus mampu melaksanakan Pemilu secara berkeadilan dan berintegritas. Sayangnya, untuk mewujudakan Pemilu yang berkeadilan dan berintegritas belum tecapai.” (Disertasi Dewi Iriani)

[KALIURANG]; Sabtu (10/08), pukul 13.00 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII)  atas nama Dewi Iriani S.H., M.H. dengan disertasi berjudul “POLITIK HUKUM PEMBATASAN MASA JABATAN KOMISIONER KOMISI PEMILIHAN UMUM DALAM MEWUJUDKAN PEMILIHAN UMUM YANG BERKEADILAN DAN BERINTEGRITAS.”

Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor atas nama Dewi Iriani, S.H., M.H. diselenggarakan di Ruang Auditorium Lantai 4 FH UII, diketuai oleh Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., dengan promotor Prof. Dr. Muhammad Fauzan, S.H., M.H., ko promotor Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H., M.H., dengan anggota penguji: Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., yang bergabung secara online melalui kanal zoom meeting, Dr. Janedjri M. Gaffar, S.H., M.Si., Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., Dr. Idul Rishan, S.H., LL.M.

Dewi iriani mengangkat permasalahan tentang lamanya masa jabatan Komisioner KPU (5 tahun) yang dapat dipilih kembali pada periode berikutnya tanpa memperhatikan rekam jejak komisioner KPU. Setidaknya terdapat tiga rumusan masalah yang diusung di dalam disertasinya: 1). Bagaimana Kedudukan Komisioner Komisi Pemilihan Umum dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia; 2) Bagaimana Peran Komisioner Komisi Pemilihan Umum dalam Mewujudkan Pemilihan Umum yang Berkeadilan dan Berintegritas; 3) Bagiamana Arah Konstruksi Politik Hukum Pembatasan Masa Jabatan Komisoner Komisi Pemilihan dalam Mewujudkan Pemilihan Umum yang Berkeadilan dan Berintegritas Umum Yang Akan Datang.

Promovenda menuturkan bahwa KPU merupakan lembaga negara yang berada di lapis kedua. Meskipun berada pada lembaga lapis kedua, KPU RI memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan Pemilu yang meliputi peran membentuk KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, penyusunan tahapan-tahapan Pemilu, membuat regulasi, dan melaksanakan tertib adminsitrasi, serta bersama sama KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kota melaksanakan Pemilu sesuai tahapan yang telah ditetapkan. Secara struktural, memperlihatkan bahwa KPU RI dapat melakukan desentralisasi kewenangan tertentu, dan hal itu tampak dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daera (Pilkada) dimana pelaksanaan Pilkada dilakukan oleh KPUD di semua pemerintahan daerah, kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta ( DIY ).

Selanjutnya, Dewi Iriani menjelaskan bahwa lamanya masa jabatan Komisioner Komisi Pemilihan Umum lebih dari 2 (dua) periode atau lebih dari 10 (sepuluh) tahun jabatan, bahkan ada yang sampai 4 (empat) periode atau 20 (dua puluh) tahun masa jabatan, tanpa memperhatikan rekam jejak dari Komisioner KPU akan berpotensi menyebabkan terjadinya abuse of power yang dilakukan oleh komisioner. Selain itu, lamanya jabatan komisioner KPU juga menimbulkan  potensi terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh Komisioner KPU berupa : pelanggaran andministrasi, pelanggaran pidana Pemilu, dan pelanggaran kode terutama prinsip mandiri dan jujur sebagaimana diatur dalam Putusan DKPP Nomor 135-Pke-Dkpp/Xii/2023, Putusan DKPP Nomor 317-PKE-DPP/X/2019, Putusan DKPP Nomor 123-PKE-DKPP/X/2020, Putusan Bawaslu No.05/LP/PP.PL/ADM/ Prov/04.00/V/2019, Putusan Nomor : 35-PKE-DKPP/II/2023 dan Putusan DKKP Nomor 125-PKE-DKPP/IV/2021.

“Kontruksi politik hukum pembatasan masa jabatan Komisioner untuk mewujudkan Pemilu berkeadilan dan berintegritas pada masa yang akan datang dapat dilakukan dengan merevisi Pasal 10 angka 9 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum direkonstruksi menjadi: “Masa jabatan Komisoner KPU hanya berlaku 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya 1 (satu) periode pada tingkatan yang sama dalam satu daerah yang sama, dengan memperhatikan rekam jejak Komisioner KPU.” Tegasnya.

Selama sesi ujian berlangsung, promovenda dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Promovenda, Dewi Iriani, S.H., M.H. sekarang resmi menyandang gelar doktor ke 174 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII. Ko Promotor, Dr. Sri Hastuti Puspitasari S.H., M.H menyampaikan kesan dan pesan yang diiringi dengan rasa haru dari Dr. Dewi Iriani, S, H., M.H.  mencerminkan rasa Syukur yang dalam atas proses yang dilaluinya selama penyusunan disertasi. Ko Promotor memberikan pesan bahwa gelar doktor memang membanggakan, namun jangan terlalu larut dalam kebanggaan karena dapat melahirkan kesombongan. Gelar doktor baru yang diemban kini melahirkan tanggung jawab baru untuk masyarakat, akademisi, bangsa dan negara.  Tim pembimbing merasa bangga dan bersyukur dengan lulusnya Dr. Dewi Iriani, S.H., M.H.

 

[KALIURANG]; Sabtu (10/08), pukul 10.00 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII)  atas nama Erfina Fuadatul Khlimi S.H., M.H. dengan disertasi berjudul “Rekonseptualisasi Materi Muatan Mengenai Kerukunan Umat Beragama Dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat.”

Promovenda, Erfina Fuadatul Khilmi menyatakan bahwa Perda Toleransi Provinsi Jawa Timur dibentuk sebagai instrumen yang diharapkan dapat mempermudah pemerintah daerah Provinsi dalam memfasilitasi dialog dan rekonsiliasi untuk mencegah terjadinya sikap intoleran dan diskriminatif terhadap persoalan fundamental masyarakat Jawa Timur terkait keragaman suku, ras, agama, golongan dan sosial ekonomi. Namun, penggunaan wewenang daerah dalam materi muatan Perda Toleransi ini telah menimbulkan euforia otonomi daerah yang berlebihan terkait urusan pemeliharaan kerukunan umat beragama.

Promovenda melanjutkan, bahwa Pasal 1 ayat (5) Perda Toleransi Provinsi Jatim memaknai toleransi sebagai kesediaan mengakui dan menghargai hak-hak sipil Masyarakat dalam menerima perbedaan terhadap keragaman agama, kultural, dan sosial serta kondisi khusus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Istilah “kondisi khusus” dalam materi muatan Perda sarat akan resiko untuk disalahfahami karena tolak ukur yang dipakai itu adalah pengarasutamaan atas hak-hak individu sebagaimana tutntutan dalam batasan-batasan liberal, sehingga tidak dibatasi dibatasi oleh nilai-nilai toleransi yang berkeadaban dalam kehidupan bermasyarakat setempat khususnya Provinsi Jawa Timur.

Sehingga penting untuk  merekonseptualisasi materi muatan mengenai kerukunan umat beragama dalam Perda Toleransi Provinsi Jawa Timur untuk mewujudkan toleransi yang berkeadaban. Setidakanya terdapat dua rumusan masalah yang diusung oleh promovenda, yakni: Mengapa materi muatan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat terkait perlindungan kerukunan umat beragama tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan di atasnya; Bagaimana rekonseptualisasi materi muatan mengenai kerukunan umat beragama dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat berdasarkan Pancasila.

Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor atas nama Erfina Fuadatul Khilmi diselenggarakan di Ruang Auditorium Lantai 4 FH UII, diketuai oleh Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., dengan promotor Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., ko promotor Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag.., dengan anggota penguji: Prof. Dr. Drs. H. Makhrus, S.H., M.Hum., Dr. Janedjri M. Gaffar, S.H., M.Si., Dr. Drs. Muntoha, S.H., M.Ag., Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H., M.H.

Selama sesi ujian berlangsung, promovenda dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Dr. Erfina Fuadatul Khilmi, S.H., M.H. resmi menyandang gelar doktor ke 173 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII. Promotor, Prof. Dr. Ni’matul Huda S.H., M.Hum mendoakan agar gelar baru yang diperoleh menjadi keberkahan untuk Dr. Erfina Fuadataul Khilmi, S.H., M.H. dan mendoakan semoga dapat memperoleh jabatan guru besar setelah ini.

 

Oleh: M. David Hanief -22410457

Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Belakangan ini masyarakat Indonesia kembali dihebohkan dengan kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Hal ini dipicu dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera) pada tanggal 20 Mei 2024. Sejatinya, Tapera bukanlah program yang baru diluncurkan oleh pemerintah tahun ini, melainkan telah ada sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat pada 24 Maret 2016. Kendati demikian, Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat memberikan waktu pendaftaran kepesertaan Tapera hingga tahun 2027. Adanya jeda waktu 7 tahun sejak PP tersebut ditetapkan yang membuat isu mengenai Tapera menjadi hilang timbul dan kembali mencuat ke publik pada akhir bulan Mei kemarin. Munculnya isu Tapera ke permukaan ternyata mendapat respon negatif dari berbagai pihak, mengapa demikian?

Pasal 1 angka 1 PP Tapera menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir. Dari definisi tersebut, sudah dapat tergambar bahwa tujuan utama dari adanya program Tapera adalah untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi para pesertanya. Niat baik ini secara harfiah sejalan dengan amanat Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang memberikan tanggung jawab kepada pemerintah untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asas manusia setiap warga negaranya. Kebutuhan akan rumah merupakan hak dasar yang harus dimiliki oleh manusia selain pakaian dan makanan.

Keberadaan Tapera juga dapat dipandang sebagai suatu bentuk usaha dari pemerintah dalam rangka memberikan tempat tinggal yang layak kepada setiap warga negara sebagaimana amanat Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, memberikan pemenuhan kebutuhan dan ketersediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, menghasilkan solusi atas permasalahan mahalnya biaya perumahan, dan membuat dana efektif jangka panjang untuk pembiayaan perumahan yang murah. Dalam rangka mewujudkan niat mulia ini pemerintah membentuk Badan Pengelola Tapera untuk menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya sebagai regulator Tapera. Dengan tujuan yang sedemikian bermanfaat, lantas mengapa terjadi penolakan terhadap Tapera di tengah masyarakat?

Penolakan terhadap program Tapera yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi tidak hanya berasal dari pekerja yang menjerit karena gajinya akan dipotong kembali, melainkan juga dari pengusaha itu sendiri. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) berpandangan bahwa pemotongan gaji sebesar 3% (dengan rincian 2,5% bagi pekerja dan 0,5% bagi pengusaha) untuk iuran Tapera menambah beban bagi pekerja dan pengusaha. Mengingat, telah banyak potongan gaji yang harus disisihkan oleh pekerja dan pengusaha untuk membayar iuran jaminan sosial ketenagakerjaan. Secara logika matematika sederhana, program Tapera ini tidak dapat benar-benar mencapai tujuan utamanya yakni menyediakan rumah bagi para pesertanya. Hal ini dikarenakan potongan yang disetorkan hanya berjumlah 3% dari gaji pekerja. Jika kita mencoba menghitung untuk menarik potongan dari pekerja yang memiliki gaji sebesar 10 juta, maka setiap bulannya yang disetor sebesar 300 ribu (3% dari 10 juta). Jika kita hitung selama 50 tahun pekerja itu bekerja, maka total biaya yang disetor hanya berjumlah 180 juta. Dengan jumlah yang tidak mencapai angka 200 juta, dengan fakta bahwa harga rumah terus meningkat setiap tahunnya, apalagi 50 tahun sejak tahun sejak uang 300 ribu itu pertama kali disetor, maka program ini menjadi tidak realistis untuk mencapai tujuannya.

Fakta selanjutnya yang harus diingat baik-baik adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tertinggi di Indonesia tidak menyentuh angka 10 juta, melainkan hanya berkisar di angka Rp5.343.430.00 (UMK Bekasi). Kenyataan ini menambah sulit terwujudnya tujuan dari diadakannya Tapera itu sendiri. Jika ada yang berpikir bahwa Tapera akan menjadi realistis karena konsep yang digunakan adalah subsidi silang, dimana pekerja yang telah memiliki rumah jika ikut berpartisipasi membayar iuran dan dana yang telah diperoleh akan dikembangkan oleh pengelola Tapera, maka ini adalah sesuatu yang sangat diharapkan terjadi. Namun, sederet fakta korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara belakangan ini membuat kita harus berpikir ulang mengenai harapan keberhasilan Tapera ini. Mulai dari kasus korupsi yang dilakukan oleh Rafel Alung Sambodo yang merupakan mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan hingga kasus Syahrul Yasin Limpo, Mantan Menteri Pertanian Republik Indonesia yang belakangan viral karena ternyata tujuan korupsinya sangat di luar nalar (terungkap dalam persidangan).

Kehadiran pemerintah dalam rangka memastikan ketersediaan rumah bagi seluruh warga negara memanglah sesuatu yang sangat mulia. Namun, jika dirasa Tapera merupakan solusi tepat yang dapat dilakukan, maka pemerintah harus menimbang-nimbang ulang terkait kesimpulan itu. Hal ini dikarenakan program Tapera ini secara logika matematika sederhana tidak masuk akal untuk dapat mencapai tujuan, apalagi kondisi ini diperparah dengan ketidakpercayaan masyarakat terhadap integritas pejabat publik dalam mengelola keuangan. Alih-alih menjadi Tabungan Perumahan Rakyat, Tapera dapat menjelma menjadi Tabungan Penderitaan Rakyat dengan hanya menjadi alat untuk memperkaya diri oknum pejabat yang di kemudian hari menyiksa masyarakat dengan iuran yang berkelanjutan. Kendati meluncurkan program Tapera, seharusnya pemerintah fokus untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan menjamin pengelolaan yang baik terhadap jaminan sosial ketenagakerjaan yang selama ini telah dipotong dari gaji para pekerja. Selain itu, pemerintah juga dapat menaruh perhatian lebih untuk menyelesaikan persoalan gaji yang layak bagi para pekerja. Dengan gaji yang layak, harapannya para pekerja dapat membeli rumah sendiri dengan menyisihkan sebagian gajinya secara mandiri.

 

Jakarta (08/08/2024); Delegasi Fakultas Hukum UII melaksanakan kunjungan dan audiensi dengan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) pada Hari Kamis tanggal 8 Agustus 2024. Kunjungan dan audiensi ini dilakukan oleh Delegasi Fakultas Hukum UII yang terdiri dari 6 (orang) yang dipimpin oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H.,M.Hum. Dalam kunjungan dan audiensi MA RI, delegasi Fakultas Hukum UII diterima langsung oleh jajaran pejabat dan pimpinan MA RI yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, S.H.,M.H.

Dalam kunjungan dan audiensi ini, Fakultas Hukum UII menyampaikan harapannya kepada pihak MA RI untuk dapat melaksanakan kegiatan kolaborasi pengembangan kualitas sumber daya manusia di bidang hukum, baik yang ada di lingkungan MA RI khususnya maupun masyarakat hukum Indonesia pada umumnya. Harapan ini disampikan karena Fakultas Hukum UII menyadari bahwa jika ingin memperbaiki hukum dan penegakan hukum di Indonesia, maka pendidikan harus dijadikan salah satu solusinya. Adapun bentuk solusi dari perbaikan hukum dan penegakan hukum melalui dunia pendidikan juga harus mendapatkan dukungan dari semua pihak yang terkait, termasuk MA RI.

Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H.M.Hum mengatakan ada tiga isu penting dalam peningkatan kualitas SDM di bidang hukum, yaitu pendidikan tinggi hukum bagi para hakim, pendidikan advokat dan pendidikan mediator. Pendidikan tinggi hukum dijadikan agenda penting dalam peningkatan kualitas para hakim. Bagaimanapun, hakim saat ini dituntut untuk terus dapat mengembangkan kapasitas keilmuannya di bidang hukum mengingat semakin kompleksnya permasalahan hukum yang ada di masyarakat, ujar Prof. Budi

Prof budi selaku dekan Fakultas Hukum UII juga memberikan pandangannya pendidikan advokat dan pendidikan mediator. Dua macam pendidikan hukum ini menurutnya  merupakan pendidikan hukum non degree, tetapi memiliki nilai strategis untuk proses penegakan hukum yang adil dan bermartabat saat ini. MA RI pada konteks ini tentunya diharapkan dapat ikut serta memberikan dukungan dalam rangka mendorong dan mewujudkan dua pendidikan hukum ini memiliki standar dan berkualitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini logis, mengingat MA RI pada dasarnya merupakan institusi yang akan berhubungan dengan dua profesi yang dihasilkan dari pendidikan ini, sehingga pastinya perlu concern atas persoalan atau isu yang ada dalam dua pendidikan ini.

Dalam kesempatan ini juga, Ketua MA RI Prof. Dr. H.M Syarifuddin, S.H.,M.H menyampaikan respon yang positif atas insiatif Fakultas Hukum UII untuk melakukan audiensi ke MA RI. Ketua MA RI menyampaikan bahwa untuk pendidikan tinggi hukum tentu menjadi kabar positif bagi MA RI mengingat MA sendiri saat ini sedang terus mendorong para hakim yang ada di lingkungan MA untuk mempunyai standar pendidikan tinggi yang tidak hanya pada level sarjana hukum, tetapi diharapkan dapat sampai pada level magister hukum. Keuntungan dari didorongnya para hakim untuk meraih jenjang pendidikan magister hukum ini akan sangat terbuka memberikan kesempatan hakim-hakim dapat menjadi hakim agung yang mempersyaratkan jenjang pendidikannya minimal magister hukum.

Di lain pihak, terkait pendidikan advokat dan mediator, pihak MA RI berpandangan sangat mendukung adanya peningkatan pendidikan advokat dan mediator. Untuk pendidikan advokat sendiri disarankan pihak  Fakultas Hukum UII melakukan komunikasi yang intensif dengan organisasi advokat yang ada dikarenakan secara kewenangan penyelenggaraan pendidikan advokat masih menjadi tanggung jawab dari organisasi advokat, sedangkan untuk pendidikan mediator, MA sangat mendorong kampus Fakultas Hukum UII, memiliki lembaga mediasi yang terakreditasi oleh MA, sehingga kedepannya Fakultas Hukum UII dapat menyelenggarakan pendidikan mediator secara mandiri, dan juga memberikan layanan hukum mediasi untuk masyarakat. Jika hal ini dapat dilakukan MA pastinya akan sangat terbantu dalam menyelesaikan perkara hukum yang ada di masyarakat, ujar ketua MA RI.

Pertemuan antara Fakultas Hukum UII dan MA RI ini berjalan dengan hangat dan baik dan berjalan kurang lebih 2 jam. Dalam pertemuan ini juga dilakukan diskusi meliputi tiga isu di atas dengan pejabat atau pimpinan MA RI yang hadir.

Pertemuan akhirnya ditutup setelah dianggap cukup mendiskusikan tiga isu yang disampaikan oleh Fakultas Hukum UII, dan diakhiri dengan penyerahan cindera mata oleh kedua belah pihak. Wallahu’alam bis shawab.

 

 

 

 

Oleh: Ahmad Kushay – 22410697

Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia 

Dunia saat ini terus berkembang dan mengalami peningkatan kekayaan yang pesat. Pada saat yang sama, pemahaman masyarakat tentang keadilan juga terus berkembang dan menyebar luas. Maka, sangatlah miris mengamati realita di mana semua perkembangan ini hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang, sementara mayoritas masyarakat justru semakin tertindas dan menurun kualitas hidupnya. Dalam konteks ekonomi internasional, teknologi dan globalisasi memungkinkan terbentuknya banyak perusahaan yang meraup keuntungan amat besar dari aktivitas bisnis mereka. Namun, keuntungan ini seringkali diperoleh melalui pelanggaran HAM, mengeksploitasi dan menindas golongan masyarakat yang paling rentan.

Laporan dari World Benchmarking Alliance (WBA) yang dirilis awal bulan Juli ini menunjukkan bahwa 90% dari 2000 perusahaan paling berpengaruh di dunia gagal menegakkan HAM. Secara spesifik, kurang dari 10% perusahaan menggaji pekerjanya dengan upah layak hidup (living wage), dan persentase yang sama juga berlaku untuk kepatuhan terhadap standar jam kerja yang ditetapkan oleh International Labor Organization (ILO). Lebih lanjut, hanya sekitar 20% perusahaan yang memonitor keamanan dan kesehatan di tempat kerja atau melakukan tindakan uji tuntas (due diligence) terkait penegakan HAM di tempat kerja mereka.

Hal ini sangatlah disayangkan mengingat kewajiban menegakkan HAM yang telah disetujui dalam banyak perjanjian internasional. Pasal 7 dari International Covenant of Civil, Economic and Social Rights (ICESCR) menetapkan hak atas kondisi kerja yang adil, termasuk gaji yang cukup, lingkungan kerja yang aman dan sehat, dan jam kerja yang masuk akal. Norma dari kovenan ini juga tercerminkan dalam perjanjian internasional lain seperti European Convention on Human Rights (ECHR), dan hukum nasional seperti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Jelas terdapat ketidakselarasan antara idealita dan realita terkait pemenuhan hak ini. Menurut penulis, terdapat dua faktor utama yang menyebabkan ketidakselarasan tersebut; Pertama, terkait dengan perusahaan itu sendiri. Kedua, dari konsumen.

Perusahaan, terutama perusahaan yang besar, seringkali memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap suatu negara, dan dapat bertindak seenaknya meskipun tindakannya menindas masyarakat yang rentan. Hal ini disebabkan berbagai alasan; di antara lain, lobi yang membuat aparat pemerintah menutup mata akan aktivitas

perusahaan yang melanggar hukum, atau bahkan dengan mengancam akan melitigasi negara dan menarik investasi mereka kecuali bila negara tersebut membebaskan perusahaan dari berbagai macam kewajiban, termasuk kewajiban menegakkan HAM.

Studi kasus yang paling terkenal akan hal ini adalah pertikaian antara Philip Morris International dengan Togo. Pertikaian ini berawal dari pemerintah Togo yang berencana menerapkan regulasi pengendalian tembakau yang lebih ketat, melalui, di antara lain, pencantuman gambar peringatan kesehatan di kemasan rokok, selaras dengan Framework Convention on Tobacco Control yang ditetapkan World Health Organization (WHO). Sebagai respon dari kebijakan tersebut, Philip Morris International, bersama dengan konglomerat tembakau lainnya, mengancam akan melitigasi Togo dan menarik investasi mereka. Karena Togo merupakan negara terbelakang dengan kemampuan ekonomi yang lemah, pada akhirnya pemerintah Togo membatalkan kebijakan tersebut. Hingga saat ini, kemasan rokok di Togo hanya mencantumkan peringatan kesehatan merokok dalam bentuk teks – di negara yang sekitar sepertiga populasinya buta huruf. Studi kasus ini hanyalah satu contoh. Terlihat bahwa keserakahan dari perusahaan yang disetir oleh mentalitas keuntungan diatas segalanya merupakan sebuah masalah besar.

Masalah dari perusahaan tersebut sebenarnya dapat ditangani dengan baik bila terdapat aksi kolektif dari masyarakat. Sebagai konsumen, masyarakat memiliki daya tawar terhadap perusahaan, dan dapat membuat perusahaan pelanggar HAM rugi melalui pemboikotan produknya. Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk menginisiasi aksi kolektif tersebut masih minim. Kehidupan pada zaman ini sangat nyaman dan serba instan. Akibatnya, masyarakat seringkali sekedar mengkonsumsi suatu produk tanpa mengecek apakah pembuatan produk tersebut melibatkan praktek pelanggaran HAM. Lebih parahnya lagi, setelah praktek pelanggaran HAM diketahui pun seringkali masyarakat cenderung apatis dan tidak peduli. Korban pelanggaran HAM ini dilihat sebagai orang lain semata, dan bukan sebagai sesama manusia yang layak mendapatkan bantuan.

Lihat saja AICE. Perusahaan ini telah sering terdokumentasi menerapkan praktek bekerja yang buruk. Pelanggaran HAM seperti larangan cuti hamil dan cuti sakit, kondisi bekerja yang buruk bagi kesehatan, paksaan bekerja lama tanpa istirahat yang cukup, pemberian gaji lembur yang lebih sedikit dari yang dijanjikan, dan masih banyak masalah lainnya telah sering diberitakan media massa. Namun, AICE masih menjadi merek yang populer di Indonesia. AICE bahkan dapat menjadi sponsor es

krim resmi untuk acara besar seperti Asian Games. Hal ini menunjukkan bahwa apatisme konsumen juga merupakan isu yang harus diselesaikan dalam upaya penegakan HAM di lingkungan kerja.

Kedua faktor yang telah dijabarkan diatas tentu tidak mencakup semua tantangan dalam upaya penegakan HAM di lingkungan kerja. Namun, tetap terlihat bagaimana pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mendorong perilaku yang lebih baik dari perusahaan pelanggar HAM. Untungnya, situasi sekarang tidak terlihat terlalu putus asa. Terdapat peningkatan dalam kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi produk yang diproduksi dengan praktek bekerja yang baik. Masyarakat di Uni Eropa semakin selektif dalam menentukan produk apa yang mereka konsumsi, dan hanya memilih produk yang memiliki sertifikasi tertentu (contoh: sertifikasi lingkungan). Terlebih lagi, budaya viral di media sosial saat ini juga dapat berkontribusi untuk menegur perusahaan yang melanggar HAM dan mendorong mereka untuk menghentikan pelanggaran tersebut. Tentunya semua hal ini masih merupakan suatu proses yang panjang. Maka dari itu, orang-orang yang sadar akan isu ini, seperti golongan akademisi, perlu menjadi garda terdepan dalam menyuarakan masalah ini dan melakukan apa yang kita bisa untuk mewujudkan pemenuhan HAM sebagaimana mestinya.

[KALIURANG]; Pada hari Senin (5/8), Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung mobilitas mahasiswa melalui penyelenggaraan Acara Pelepasan Mahasiswa dan Program Persiapan Keberangkatan (Pre-Departure Program). Program ini ditujukan bagi mahasiswa yang terpilih untuk mengikuti program Joint Degree UII-Coventry University, CTP UII-IIUM, dan IISMA Co-Founding 2024. Adapun nama-nama mahasiswa tersebut yaitu, Meeran Hameed (20410902), Muhammad Davin Wicaksono (21410478) merupakan mahasiswa peserta Joint Degree-Top-up Degree/Coventry University, UK. Belvani Melitaviana (22410591) IISMA Co-Funding di University of Pécs, Hungary. Allysa Zahra Safira (21410054) IISMA Co-Funding di Korea University, South Korea. Selanjutnya, Ridlo Ifran Addiasar (22410090), Jihan Sri Hardiman (21410061), dan Muhammad Rafi Fadhilah (22410586), merupakan mahasiswa CTP-Credit Transfer Program IIUM, Malaysia. 

Sebelumnya kegiatan Persiapan Keberangkatan Program (PDP) ini berlangsung selama 2 hari, yang dilaksanakan pada hari Kamis-Jumat, 1-2 Agustus 2024. Kegiatan ini bertujuan untuk membekali peserta dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan selama menjalani studi di luar negeri. Adapun untuk materi yang disampaikan mencakup berbagai aspek, mulai dari materi (1) Komitmen Ke-UII-an oleh Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., (2) Persiapan Keberangkatan (Non-Akademik) dan Penjelasan Sistem Joint Degree dan Credit Transfer Program, oleh Dodik Setiawan Nur Heriyanto, SH, MH, LL.M, Ph.D. (3) Komitmen Akademik Selama Study di Luar Negeri, oleh Dodik Setiawan Nur Heriyanto, SH., MH, LL.M.,Ph.D., dan Dr. Aroma Elmina Martha, S.H., M.H. (4) Pemantapan Ibadah dan Akhlak selama Studi di Luar Negeri, oleh Bagya Agung Prabowo, SH., M.Hum, Ph.D. (5) Sharing Session Pengalaman Belajar di Luar Negeri, oleh Muhammad Rifqi Abiyyu dan Maheswari Laksita Sari. (6) Psychological Readiness Peserta Joint Degree Program dan Program Kredit Transfer, oleh  Dr.rer.nat. Dian Sari Utami, S.Psi., M.A. Selain itu, para peserta juga berkesempatan untuk berinteraksi dengan alumni yang telah menyelesaikan program serupa, sehingga dapat memperoleh informasi yang lebih komprehensif.

Selanjutnya untuk Acara Pelepasan Mahasiswa dilaksanakan di hari Senin, 05 Agustus 2024 yang bertempat di Mini Auditorium Lt. 4, Fakultas Hukum UII. Pada Acara Pelepasan ini, diberikan Health Kit dan juga kenang-kenangan, dan juga beasiswa settlement allowance dari PSHPS serta Al-Qur’an oleh Dekan Fakultas Hukum UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H, M.Hum. Acara ini dihadiri oleh beberapa pimpinan baik dari UII dan juga Fakultas Hukum UII, yaitu: Perwakilan dari Universitas Islam Indonesia, Nihlah Ilhami, S.Pd., selaku perwakilan dari KUI UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum, selaku Dekan FH UII, Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H., M.H., selaku Wadek Sumber Daya, dan Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D., selaku Wadek KKA. Kaprodi PSHPS, Sekprodi PSHPS Program Sarjana dan Reguler, dan Sekprodi PSHBPS. Seluruh Pejabat Unit dan Divisi FH UII, mahasiswa peserta program dan juga orang tua/wali dari mahasiswa peserta program.

Dalam Sambutannya, Kaprodi Program Studi Hukum Program Sarjana, Dodik Setiawan NH, S.H.,M.H.,LL.M.,Ph.D., menjelaskan bahwa, “Beberapa waktu yang lalu kami menyelenggarakan sosialisasi dan seleksi sehingga anak-anak yang hadir pada hari ini, mereka sudah melewati banyak serangkaian seleksi yang dilakukan oleh Program Studi Hukum Program Sarjana mulai dari program sosialisasi khusus untuk kredit transfer program ke Ahmad Ibrahim Kuliah of Laws yang ada di Universitas Islam internasional Malaysia. Kemudian juga ada sosialisasi dan pendampingan untuk mahasiswa yang akan berangkat untuk mendapatkan hibah melalui IISMA, termasuk juga khusus untuk pendampingan dan juga sosialisasi mengikuti Joint Degree Program yang ada di Coventry University selama kurang lebih 1 tahun nanti belajar di UK. Sosialisasi tersebut berjalan dengan baik kita berkolaborasi dengan mitra-mitra internasional kami dan alhamdulillah telah kurang lebih 8 mahasiswa untuk mengikuti program outbound mobility untuk semester ganjil 2024-2025. Peserta Program Kredit Transfer ke Ahmad Ibrahim Kulliyyah of Laws , IIUM terdapat mahasiswa dengan nama Ridlo Ifran Addiasar, Jihan Sri Hardiman, dan Muhammad Rafi Fadhilah. Kemudian Peserta Kredit Transfer (IISMA Co-Funding) ke Hungaria dan Korea Selatan terdapat Belvani Melitaviana di University of Pécs, Hungary dan Allysa Zahra Safira di Korea University, South Korea. Dilanjutkan dengan Peserta Joint Degree Program ke Coventry University, UK terdapat Meeran Hameed dan Muhammad Davin Wicaksono.”

“Kegiatan Pelepasan Mahasiswa Peserta Mobilitas Internasional Tahun 2024 ini merupakan rangkaian dari kegiatan mobilitas internasional yang diselenggarakan oleh Program Studi Hukum Program Sarjana. Mulai dari tahapan seleksi, kemudian lolos seleksi, lalu diberikan pembekalan sampai kepada pelepasan dan tentunya adik-adik yang sudah terpilih untuk mengikuti program ini akan berangkat menjalankan kegiatan ini dengan sebaik-baiknya dan semoga berhasil sukses dan sekaligus bisa kembali ke Indonesia dengan baik dan selamat. Program mobilitas internasional itu sebenarnya ini bagian dari program ya diselenggarakan oleh program studi hukum program sarjana sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari program kampus Merdeka,” sepenggal sambutan oleh Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum.

Fakultas Hukum UII berharap program ini dapat menjadi bekal yang bermanfaat bagi mahasiswa dalam meraih kesuksesan selama studi di luar negeri. Dengan bekal yang memadai, diharapkan para mahasiswa dapat mengharumkan nama Fakultas Hukum UII di kancah internasional.