[KALIURANG]; Dosen Program Studi Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D. dikukuhkan sebagai Profesor Bidang Ilmu Hukum Internasional. Pengukuhan Pidato Profesor dilaksanakan pada Selasa (30/1/24) di Auditorium K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII dalam Rapat Terbuka Senat Pidato Pengukuhan Profesor. Prof. Nandang Sutrisno menyampaikan pidato berjudul Menegakkan Kedaulatan Permanen atas Sumber Daya Alam dalam Rezim Hukum World Trade Organization.
Dalam topik pembuka, Prof. Nandang memulai dengan mengemukakan sebuah pertanyaan: Mungkinkah menegakkan kedaulatan permanen atas sumber daya alam atau Permanent Sovereignty over Natural Resources (PSNR) dalam Rezim Hukum World Trade Organization (WTO)? Yang terinspirasi dan refleksi dari reaksi pemerintah indonesia pasca kekalahan Indonesia di WTO dalam kasus Indonesia – Measures Relating to Raw Materials (Indonesia – Raw Materials). Indonesia dinyatakan melanggar ketentuan WTO atas kebijakan indonesia melarang ekspor nikel dengan alasan hilirisasi agar terdapat nilai tambah Sumber Daya Alam indonesia.
Hasil penelitian yang dilakukan Nandang Sutrisno dengan menggunakan pendekatan perundang – undangan, pendekatan kasus dan pendekatan konsep yang menunjukan bahwa Permanent Sovereignty over Natural Resources (PSNR) telah diterima menjadi prinsip hukum kebiasaan internasional dan diakui keberadaannya dalam interpretasi kasus kasus sengketa perdagangan internasional terkait Sumber Daya Alam, meskipun WTO tidak mengatur secara khusus perdagangan internasional Sumber Daya Alam. PSNR merupakan konsep yang menegaskan suatu hak negara untuk sepenuhnya mengendalikan sumber daya alamnya.
Pada kasus kasus yang beliau teliti, Panel maupun Appellate Body dari WTO tidak atau setidaknya kurang berpihak pada penegakan PSNR untuk kepentingan nasional anggota anggota WTO. Hal ini bukan karena WTO menganut pandangan sempit dalam menginterpretasikan PSNR, tetapi semata-mata karena kebijakan-kebijakan perdagangan internasional yang diambil oleh negara-negara yang bersangkutan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar WTO, tercermin dari kasus-kasus US – Tuna II, China – Raw Materials dan Indonesia – Raw Materials. Dalam kasus-kasus tersebut, putusan Dispute Settlement Body (DSB) tidak berpihak pada negara yang menggunakan prinsip PSNR sebagai landasan hukum dalam melakukan pembatasan perdagangan.
Salah satu prinsip WTO yang paling keras adalah larangan restriksi kuantitatif, yang maknanya ”dilarang melarang” baik ekspor maupun impor. Selain itu, kebijakan larangan ekspor atau impor tersebut tidak dijustifikasi oleh Pasal XX GATT 1994. Dengan demikian sangat dimungkinkan suatu negara mengklaim penerapan prinsip PSNR, jika dan hanya jika tetap menaati kewajiban internasional yang telah menjadi komitmennya sebagai anggota WTO.
Menurut Nandang Sutrisno, terdapat beberapa langkah Indonesia sebagai anggota WTO untuk melaksanakan dan menegakan hukum nasional yang melindungi Sumber Daya Alam tanpa melanggar ketentuan hukum WTO. Pertama, Indonesia dapat memanfaatkan legal gap, yakni kelemahan WTO dalam pengaturan export control. Tidak ada pengaturan tentang tarif ekspor maksimal yang boleh dikenakan oleh anggota WTO terhadap ekspor komoditas atau produk terkait SDA. Karakteristik WTO yang sangat ketat dalam penafsiran hukum, sekaligus dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk membuat kebijakan tarif ekspor, daripada kebijakan non-tarif melalui larangan restriksi kuantitatif.
Kedua, pemerintah hendaknya melakukan harmonisasi peraturan dari segala sektor terkait SDA dengan ketentuan ketentuan WTO. Ketiga, pemerintah hendaknya menumbuhkan semangat “nasionalisme” kepada pelaku industri dan perdagangan terkait SDA, sehingga pertimbangan-pertimbangan kepentingan nasional Indonesia lebih diarus-utamakan secara volunteer, daripada kepentingan-kepentingan bisnis sesaat. Dan tak kalah penting bahwa “Pemerintah harus terus menerus meningkatkan kemampuan aparatnya dalam membuat kebijakan kebijakan yang cerdas, yang melindungi kepentingan nasional tanpa melanggar hukum internasional” tandas Prof. Nandang di akhir pidato.
Dari pidato pengukuhan Prof. Nandang Sutrisno dapat kita ambil manfaat sebagai mahasiswa untuk sebagai bahan pembelajaran kedepannya, serta banyak hal yang dapat menjadi penyemangat untuk keberlanjutan fakultas secara akademik maupun non akademik menjadi lebih unggul.