Pada hari Jumat tanggal 26 April 2013, masyarakat internasional memperingati hari hak kekayaan intelektual ke-13. Dalam konteks ini seringkali peringatan ini dijadikan momentum oleh masyarakat internasional maupun negara-negara di dunia ini untuk lebih menguatkan lagi arti penting HKI dalam mendorong kemajuan peradaban manusia. Saat ini tema yang diusung oleh WIPO dalam rangka peringatan hari HKI Se-Dunia Ke-13 adalah Innovation for the Next Generation, sedangkan tema yang diangkat oleh Direktorat Jenderal HKI adalah Inovasi Tiada Henti Untuk Kejayaan Negeri.
Bagi bangsa Indonesia, HKI harusnya menjadi sebuah kesadaran kolektif guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai hal demikian, maka gerakan HKI benar-benar harus mampu melibatkan seluruh komponen anak bangsa. Gerakan HKI hendaknya tidak hanya bersifat parsial, sporadik, dan dilaksanakan oleh beberapa gelintir kelompok tanpa suatu arah yang jelas, tetapi harusnya menjadi suatu gerakan yang komprehensif, sistemik, dan melibatkan partisipasi yang seluas-luasnya dari masyarakat dengan berfokus pada suatu tujuan yakni membangun kesejahteraan masyrakat Indonesia melalui HKI.
Catatan atas Kesadaran HKI
Bangsa Indonesia selama ini senantiasa dipersepsikan sebagai masyarakat yang belum secara optimal memiliki kesadaran HKI. Persepsi ini sebenarnya lebih disebabkan karena beberpa alasan. Setidaknya ada dua alasan yang menguatkan hal ini, yakni; Pertama, masih maraknya pelanggaran-pelanggaran HKI yang dilakukan bangsa Indonesia. Semisal dalam kasus pelanggaran music dan lagu menurut Anggota Dewan Pengurus Asosiasi Industri Rekaman Indonesia Jusak Irwan Sutiono ada penjualan download lagu Indonesia secara ilegal sebesar lebih dari 6 juta lagu. Misalnya 1 lagu harganya Rp 3.000 maka potensi kerugian Indonesia alias industri musik per hari sebesar Rp 18 miliar/hari.; Kedua, masih rendahnya permohonan HKI yang diajukan oleh masyarakat Indonesia, khususnya dalam hal pengajuan permohonan paten. Menurut data Direktorat Jenderal HKI paten PCT Luar Negeri berjumlah 4839, Paten PCT Dalam Negeri berjumlah 8 pada tahun 2011.
Di samping persepsi kesadaran HKI masyarakat Indonesia belum optimal, hal ini juga tidak terlepas dari lemahnya sistem pengelolaan HKI baik di Pusat maupun di Daerah. Indikasi lemahnya sistem pengelolaan HKI ini nampak terlihat manakala HKI saat ini masih dianggap menjadi urusan dari Kementerian Hukum dan HAM RI apabila ada di Pemerintah Pusat, sedangkan HKI menjadi urusan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan apabila ada di Pemerintah Daerah.
Dengan hal demikian, maka dapat dikemukakan bahwa persoalan kesadaran HKI di Indonesia sesungguhnya masih menjadi hal serius. Keseriusan itu, disebabkan pemahaman HKI masyarakat Indonesia yang rendah tidak saja dialami oleh masyarakat yang notabenenya sebagai pelaku HKI, seperti pencipta, pendesain, inventor dan seterusnya, tetapi juga dialami juga oleh aparatur pemerintahan baik di Pusat maupun Daerah yang notabenenya aparatur pemerintahan tersebut adalah pihak yang diharapkan dapat membangun kesadaran HKI masyarakat Indonesia lebih baik lagi.
Gerakan Kolektif Sadar HKI
Melihat pada realitas kesadaran HKI masyarakat Indonesia, maka tegaslah saat ini masyarakat Indoensia dalam hal membangun kesadaran HKI masih dilakukan secara parsial, sporadic, tidak focus dan pihak yang terlibat pun masih sangat sedikit. Sifat parsial dari kesadaran HKI. Alhasil, gerakan sadar HKI hanyalah menjadi sebuah rutinitas dan miliki segelintir kelompok masyarakat tertentu saja.Di samping itu juga, pengembangan sistem HKI baik di Pusat maupun di Daerah berkembang secara lambat dan cenderung belum responsive dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Menyadari hal tersebut, momentum peringatan hari HKI Se-Dunia Ke-13 pada tanggal 26 April 2013 semestinya dapat dijadikan oleh bangsa Indonesia sebagai titik tolak menggerakan kesadaran HKI yang sifatnya kolektif. Dengan membangun gerakan sadar HKI kolektif tentunya, HKI yang selama ini dikembangkan dan diterapkan di Indonesia pada akhirnya dapat membawa dampak terhadap upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia itu sendiri. Hal ini tentunya juga, sejalan dengan tujuan HKI yang tertuang di dalam Article 7 TRIPS Agreement bahwa HKI pada dasarnya dikembangkan dan diterapkan guna meningkatkan kesjahteraan masyarakat. Wallahu’alam bis Shawab.
Direktur Eksekutif Pusat HKI Fakultas Hukum UII