Tag Archive for: pasca sarjana

Lembaga Perwakilan

Jamaludin Ghafur, SH., MH[1]

Sejumlah isu dalam RUU Pemilu  sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Salah satunya adalah usulan untuk menambah jumlah kursi DPR periode 2019-2024. Pada periode sekarang (2014-2019) kursi DPR berjumlah 560, lebih banyak 10 kursi dibandingkan periode sebelumnya yang berjumlah 550. Jika usul penambahan kursi ini diterima, maka jumlah anggota DPR mendatang pastinya akan lebih gemuk lagi.

Hakikat Perwakilan

Menambah jumlah anggota tentu sah-sah saja sepanjang hal itu sesuai kebutuhan. Namun hal yang sangat mendesak untuk ditambah dan perbaiki oleh DPR sebenarnya bukan jumlah personel tetapi kinerja yang baik terutama kepiawainanya dalam mendengar dan menterjemahkan aspirasi rakyat ke dalam berbagai kebijakan.

Jimly Asshiddiqie (2006) menyebut setidaknya ada 4 (empat) fungsi lembaga perwakilan yaitu fungsi legislasi, pengawasan, deliberatif dan resolusi konflik, dan fungsi perwakilan. Diantara keempatnya, Asshiddiqie menyebut fungsi yang paling pokok adalah fungsi perwakilan (representasi). Dalam hubungan itu, ia membedakan antara pengertian representation in presence dan representation in ideas. Pengertian pertama bersifat formal, yaitu keterwakilan yang dipandang dari segi kehadiran fisik. Sedangkan, pengertian yang kedua bersifat substantif, yaitu perwakilan atas dasar aspirasi atau idea.

Dalam pengertian yang formal, keterwakilan itu sudah dianggap ada apabila secara fisik dan resmi, wakil rakyat yang terpilih sudah duduk di parlemen. Akan tetapi, secara substansial, keterwakilan rakyat itu sendiri baru dapat dikatakan tersalur apabila kepentingan nilai, aspirasi, dan pendapat rakyat yang diwakili benar-benar telah diperjuangkan dan berhasil menjadi bagian dari kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga perwakilan rakyat yang bersangkutan, atau setidak-tidaknya aspirasi mereka itu sudah benar-benar diperjuangkan sehingga mempengaruhi perumusan kebijakan yang ditetapkan oleh parlemen.

Jikaccara fisik sudah hadir sejak Indonesia merdeka, tidak demikian dengan representasi ide. Hasil survey dari berbagai lembaga selalu menunjukkan DPR konsisten sebagai lembaga yang paling tidak kredibel di mata rakyat. Bahkan sejak reformasi, DPR tidak pernah absen dari jeratan korupsi, kasus teranyar adalah skandal korupsi e-KTP. Hal ini mengonfirmasi bahwa DPR hanya hadir secara secara fisik tetapi tidak secara idea. Oleh karenanya, alasan menambah jumlah anggota DPR demi kepentingan rakyat merupakan sebuah ilusi.

Demokrasi Kaum Penjahat

Apa yang terjadi di DPR sebagai salah satu pilar demokrasi semakin menegaskan bahwa demokrasi kita baru berjalan sebatas prosedural dan belum menjadi demokrasi yang substantif.

Olle Tornquist, seorang pengamat kawakan perkembangan politik di Indonesia, pernah meramalkan kemungkinan datangnya hantu “demokrasi kaum penjahat”. Dalam bentuk seperti ini, demokrasi hanya akan terjadi secara formal, tetapi tidak diiringi oleh partisipasi rakyat yang sungguh-sungguh dalam pemilu dan dalam pembentukan kebijakan pemerintahan (Liddle: 2001)

Bagi Sartori, “kesalahan paling elementer dan naif” para pelaku demokrasi prosedural adalah cenderung “mereduksi demokrasi dengan namanya” sehingga terjebak dalam apa yang dia sebut “demokrasi etimologis”. (Pabotinggi:2007)

 

Harapan Rakyat

UU Pemilu masa depan harus bisa menggaransi bahwa demokrasi Indonesia tidak akan pernah jatuh ke tangan “kaum penjahat”. Oleh karenanya, perdebatan dalam RUU Pemilu tentang hal-hal yang tidak mengarah pada pembentukan demokrasi substantif harusnya dihindari dan fokus hanya pada bagaimana menghasilkan anggola legislatif yang berkwalitas. Untuk hal ini, beberapa hal berikut seharusnya menjadi perhatian serius para perancang RUU Pemilu yaitu: Pertama, memastikan bahwa penyelenggara pemilu adalah orang-orang independen dan berintegritas sehingga wacana untuk memasukkan perwakilan parpol sebagai anggota KPU merupakan langkah yang kontraproduktif.

Kedua, memastikan bahwa seluruh sengketa dan pelanggaran pemilu dapat diselesaikan secara bermartabat. Pengalaman selama ini, beberapa pelanggaran pemilu tidak dapat diselesaikan dengan baik karena hambatan prosedur dan perilaku tidak professional aparat penegak hukum.

Ketiga, sistem pemilu yang tidak selalu berubah sehingga membingungkan masyarakat. Oleh karenanya, wacana untuk merubah sistem pemilu terbuka menjadi setengah terbuka atau tertutup hanya akan membingungkan pemilih. Dalil bahwa modifikasi sistem pemilu diperlukan untuk menghasilkan anggota DPR yang berkwalitas sangat mengada-ada. Apapun sistem pemilunya, jika para calonnya tidak kompeten maka hasilnyapun tidak akan jauh berbeda.

Keempat, pengetatan syarat calon anggota DPR. Selama ini, syarat untuk menjadi anggota DPR lebih banyak bersifat administratif dan tidak substantif. Efeknya, penghuni DPR lebih banyak selebritas, pebisnis, atau sosok berpengaruh lain yang cuma mengandalkan ketenaran dan uang, tetapi minim pengetahuan, apalagi kemampuan, di bidang politik. Jangankan memperjuangkan kepentingan rakyat, tugas pokok sebagai wakil rakyat pun mereka tak paham. Harusnya, mutu keilmuan, integritas pribadi, dan komitmen memperjuangkan kepentingan nasional harus menjadi syarat mutlak calon anggota DPR.

[1] Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti pada Pusat Studi Hukum dan Konstitusi FH UII. Kandidat Doktor FH UI Jakarta.

sampul-jurnal-hukum-januari-2014-fh-uii.jpg
sampul-jurnal-hukum-januari-2014-fh-uii.jpgMengawali  tahun 2014 ini, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Volume 21 Nomor 1 Januari 2014 menghadirkan sejumlah artikel yang beragam. Artikel pertama membahas fatwa dalam keuangan syariah: kekuatan mengikat dan kemungkinannya untuk digugat melalui judicial review. Penerbitan fatwa dalam bidang keuangan syariah di Indonesia dilakukan oleh Dewan Shariah Nasional (DSN) yang merupakan lembaga non pemerintah.
 
Fatwa DSN telah mendapat legalisasi dalam Pasal 26 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. serta melalui pengadopsian fatwa menjadi Peraturan Bank Indonesia (PBI). Kemengikatan fatwa
 
tersebut berimplikasi pada di mungkinkannya fatwa complaint, suatu upaya kritis yang sah untuk mengoreksi fatwa.
 
Artikel lainnya mengupas tentang hasil penelitian seputar implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga di kota Batam. Maraknya isu kekerasan  terhadap perempuan dalam rumah tangga beberapa tahun belakangan ini merupakan cermin tersendatnya pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia terhadap perempuan di Indonesia. Penelitian di kota Batam menemukan beberapa faktor penghambat implementasi UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga meliputi: pola pikir yang konvensional, budaya patriarkhi, kurangnya sosialisasi,
 
tidak ada perangkat hukum, serta pernikahan yang belum sah secara hukum. Artikel berikutnya membedah mengenai hubungan antara sumber dan metode penghitungan kerugian keuangan negara dengan penetapan uang pengganti. Untuk menentukan sumber dan metode penghitungan kerugian keuangan negara, Jaksa Penuntut Umum umumnya akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), atau akuntan Hakim boleh saja menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya lebih kecil dari jumlah kerugian negara yang secara riil maupun potensiil diperoleh terdakwa.
 
Di samping ketiga artikel tersebut, artikel selanjutnya berisi penelitian tentang perbandingan penanganan tanah terlantar di kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Sukabumi dalam mewujudkan ketahanan pangan provinsi Jawa Barat. Pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar masih banyak yang menggunakan PP No. 36 Tahun 1998, disebabkan PP No. 11 Tahun 2010 pelaksanaannya di tataran empiris kurang operasional. Padahal, dalam rangka reforma agraria, pendayagunaan tanah terlantar untuk menjadi tanah-tanah pertanian perlu ditingkatkan. Tanpa pendayagunaan tanah yang efektif, penertiban tanah terlantar akan menjadi sia-sia.
 
Akhir kata, semoga kehadiran jurnal hukum edisi ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan para pembaca mengenai berbagai permasalahan hukum di negeri ini. Tak lupa, kami mengucapkan rasa terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan mengoreksi artikel Jurnal Hukum dan kepada Penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan gagasan pemikirannya untuk menganalisis dinamika hukum di masyarakat. Selamat Membaca:

 
 

Sampu Dalam Jurnal Hukum , Fakultas Hukum UII, Januari 2014


Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual di Kalangan Usaha Kecil MenengahBatik , V. Selvie Sinaga.


Membangun Politik Hukum Asas Legalitas dalam Sistem Hubungan Pidana Indonesia , Faisal.


Urgensi Pengawasan Preventif terhadap Qanun No. 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh , Melisa Fitria Dini.


Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kota Batam , Emilda Firdaus.


Hubungan Antara Sumber dan Metode Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dengan Penetapan Uang Penggant i, Mahrus Ali.


Al-Qardh dan Al-Qardh Hasan sebagai Wujud Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perbankan Syariah , Muhammad Imam Purwadi.


Perbandingan Penanganan Tanah Terlantar di KabupatenTasikmalaya dan Kabupaten Sukabumi dalamMewujudkan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Bara t, Ida Nurlinda, Yani Pujiwati, Marenda Ishak.


Fatwa dalam Keuangan Syariah: Kekuatan Mengikat dan Kemungkinannya untuk Digugat Melalui Judicial Review , Agus Triyanta.


 
Jurnal-Hukum-4-Vol-20-Okt-2013
Jurnal-Hukum-4-Vol-20-Okt-2013
Jurnal Hukum, FH UII pada bulan Juni 2014 kembali merilis Jurnal Hukum No. 4 Vol. 20 Oktober 2013. Jurnal hukum Oktober 2013 menghadirkan sejumlah artikel yang beragam, antara lain The Role Of The Host State To The Protection Of Human Rights And The Environment From The Violation Done By Transnational Corporations, seperti ditemukan bahwa pengaruh perusahaan Transnasional (TNCs) terhadap perkembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan sosial di host state sangatlah signifikan.
TNCs bukanlah subyek hukum internasional, sehingga hukum lingkungan internasional dan hukum hak asasi manusia tidak dapat diterapkan kepada TNCs. Oleh karena itu, diperlukan peran negara penerima dalam menegakkan hukum kepada TNCs dalam rangka memberikan perlindungan kepada hak asasi dan lingkungan di negara penerima.
Legal Aid Scheme In Indonesia: Between The Policy And The Implementation. Mengulas tentang bantuan hukum khususnya kepada masyarakat pencari keadilan yang tingkat ekonominya tidak mampu, belum berjalan optimal dirasakan karena kebijakan khususnya alokasi anggaran bantuan hukum kecil. Selain itu, pengacara profesional cenderung menghindar dari kewajibannya memberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada warga miskin.
Dalam UU Partai Politik, disebutkan bahwa usul pembubaran partai politik hanya diberikan kepada Pemerintah. Hal ini jelas menutup kesempatan bagi pihak lain (perseorangan atau kelompok masyarakat) untuk dapat mengusulkan pembubaran partai politik, hal ini dirasa penting karena dari fenomena yang ada partai politik banyak terlibat dalam tindak pidana korupsi. Kajian ini bertajuk Pemberian Legal Standing kepada Perseorangan atau Kelompok Masyarakat dalam Usul Pembubaran Partai Politik.
Dialektika antara Aliran Hukum Alam dan Hukum Positif dan Relevansi dengan Hukum Islam, hukum alam disamping didasarkan pada prinsip keadilan, juga berkaitan dengan hukum yang seharusnya. Aliran hukum positif diilhami oleh pandangan tentang hukum yang bertentangan. Hukum positif dipisahkan dari keadilan dan etika, hukum alam bersifat ideal dan lebih tinggi sebagai standar keadilan. Karena hukum alam didasarkan kepada akal, maka tidak dapat bertahan. Hukum Islam, selain berupa wahyu, juga hukum positif dan hukum alam, tidak hanya dapat dikombinasikan, tetapi harmonis.
Artikel lain membahas tentang Gender dan Korupsi (Pengaruh Kesetaraan Gender DPRD Dalam Pemberantasan Korupsi di Kota Yogyakarta). Gender dan korupsi merupakan masalah terbaru dalam isu anti korupsi. Dalam penyelenggaraan negara aspek nilai-nilai, etika penyelenggaraan negara, pedoman perilaku, dan akuntabilitas perempuan lebih unggul dibanding laki-laki. Perempuan memiliki 9 indikator yang unggul, sedangkan anggota dewan laki-laki memiliki 7 indikator yang lebih unggul. Namun, terdapat ketimpangan gender di DPRD Kota Yogyakarta. Ketimpangan besar terjadi pada kontrol dan manfaat bagi perempuan dalam setiap kegiatan yang diikutinya. Keunggulan perempuan dalam upaya pemberantasan korupsi tidak akan cukup berarti tanpa adanya kesetaraan gender.
Akhirnya, kami pun mengucapkan rasa terimakasih kepada mitra bestari yang telah berkenan mengoreksi artikel Jurnal Hukum dan kepada Penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan pemikiran-pemikiran yang konstruktif dalam menyikapi berbagai persoalan hukum yang melanda negeri ini. Sebagai penutup, semoga Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM memberikan manfaat dan menambah khasanah keilmuan dalam perkembangan hukum di Indonesia.
Selamat membaca


Pengantar, “Jurnal Hukum No. 4 Vol. 20 Oktober 2013


Allan Fatchan Gani Wardhana & Harry Setyanugraha, “Pemberian Legal Standing kepada Perseorangan atau Kelompok Masyarakat dalam Usul Pembubaran Partai Politik


Aroma Elmina Martha – Dwi Hastuti, “Gender dan Korupsi (Pengaruh Kesetaraan Gender DPRD dalam Pemberantasan Korupsi di Kota Yogyakarta)


Elisabeth Sundari, “Legal Aid Scheme In Indonesia: Between The Policy And The Implementation


Hajar M., “Dialektika antara Aliran Hukum Alam dan Hukum Positif dan Relevansi dengan Hukum Islam


Inda Rahadiyan, “Kedudukan BUMN Persero sebagai Separate Legal Entity dalam Kaitannya dengan Pemisahan Keuangan Negara pada Permodalan BUMN


Iza Rumesten RS., “Strategi Hukum dan Penerapan Partisipasi Masyarakat dalam Penyelesaian Sengketa Batas Daerah di Sumatera Selatan


R. Nazriyah, “Dinamika Pemilihan Gubernur Jawa Timur


Sri Wartini, “The Role Of The Host State To The Protection Of Human Rights And The Environment From The Violation Done By Transnational Corporations


Logo UII
Logo-UIIProgram Studi (S1) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia pada pasca UAS semester Genap 2012/2013 akan menyelenggarakan Ujian Remidiasi. Ujian tersebut akan diselenggarakan pada tanggal 20 s.d 31 Agustus 2013 dengan sebelumnya diikuti serentetan proses administrasi meliputi Key In Remidi, Pembayaran administrasi, Verifikasi Kelas serta pengambilan kartu ujian. Adapun selengkapnya informasi kegiatan tersebut dapat dilihat dari download file berikut:
Logo UII
Senin, 27 Mei 2013 bertempatLogo UII Ruang Sidang Utama Fakultas Hukum UII Jln. Tamansiswa 158 Yogyakarta diselengarakan Bedah Disertasi berjudul Pelaksanaan Putusan Arbitrase Komersial Internasional terkait Imunitas Aset Negara dengan pembicara sekaligus sebagai penulis Disertasi tersebut yaitu Dr. Sefriani, SH., M.Hum. Dihadiri oleh lebih kurang 150 peserta acara tersebut dibuka tepat pukul 09.00 WIB oleh Wakil Dekan FH UII Saifudin, SH., M.Hum., Ph.D. Dengan dimoderatori oleh salah seorang dosen muda FH UII Dodik Setiawan, SH., M.H. diskusi tersebut berjalan lancar sampai menjelang Dluhur.
Senin, 27 Mei 2013 bertempat Ruang Sidang Utama Fakultas Hukum UII Jln. Tamansiswa 158 Yogyakarta diselengarakan Bedah Disertasi berjudul Pelaksanaan Putusan Arbitrase Komersial Internasional Terkait Imunitas Aset Negara dengan pembicara sekaligus sebagai penulis Disertasi tersebut yaitu Dr. Sefriani, SH., M.Hum. Dihadiri oleh lebih kurang 150 peserta acara tersebut dibuka tepat pukul 09.00 WIB oleh Wakil Dekan FH UII Saifudin, SH., M.Hum., Ph.D. Dengan dimoderatori oleh salah seorang dosen muda FH UII Dodik Setiawan, SH., M.H. diskusi tersebut berjalan lancar sampai menjelang Dluhur.
Sekolah doktor yang diselesaikan oleh Dr. Sefriani tergolong sangat cepat yaitu 2 tahun 3 bulan. Dalam menyelesaikan Program Doktor di UGM beliau termasuk mempunyai masa studi paling cepat dan belum ada yang mengunggulinya, bahkan dengan nilai tertinggi pula. “Alhamdulillah itu semua hanya karena kehendak Alloh SWT semata”. “Saya hanya menjalani dan berupaya semaksimal mungkin”, dengan rendah hati Beliau menegaskan kepada hadirin ketika moderator memperkenalkan profil pembicara bedah disertasi.

Disampaikan oleh pembicara bahwa masalah pokok dalam penelitian ini adalah:

  1. Bagaimanakah praktek negara-negara dalam melaksanakan putusan arbitrase komersial internasional ketika berhadapan dengan imunitas aset negara asing dan perbedaan-perbedaan apakah yang muncul dalam praktek negara-negara tersebut?
  2. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam praktek negara-negara ketika melaksanakan putusan arbitrase komersial internasional terkait imunitas aset negara asing?
  3. Bagaimanakah cara menyeimbangkan antara dua kepentingan yang berbeda, kepentingan mempertahankan imunitas aset negara asing di satu sisi dengan kepentingan melaksanakan putusan arbitrase komersial internasional di sisi lain.

Sedangkan tujuan penelitian ini ada tiga pokok, yaitu:

  • Untuk memahami dan menganalisis bagaimana praktek negara-negara dalam melaksanakan putusan arbitrase komersial internasional ketika berhadapan dengan imunitas aset negara asing serta memahami dan menganalisis perbedaan-perbedaan yang muncul dalam praktek negara-negara tersebut.
  • Untuk memahami dan menganalisis faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya perbedaan praktek negara-negara dalam melaksanakan putusan arbitrase komersial internasional manakala berhadapan dengan enforcement immunity.
  • Untuk menganalisis dan mengkaji bagaimana cara menyeimbangkan antara kepentingan mempertahankan imunitas aset negara asing di satu sisi dengan kepentingan melaksanakan putusan arbitrase komersial internasional di sisi lain.

Dan dengan metode-metode yang sudah dirumuskan dan telah diujikan maka diperoleh kesimpulan yang dapat diungkap sebagai berikut:

  1. Ditemukan persamaan dan perbedaan dalam praktek negara-negara. Persamaannya adalah bahwa semua negara memisahkan antara jurisdictional immunity dengan enforcement immunity dan memiliki UU AKI. Perbedaannya adalah ada negara yg menerapkan imunitas terbatas ada yang absolut. Untuk jurisdictional immunity mayoritas negara cenderung menerapkan imunitas terbatas adapun untuk enforcement immunity masih cenderung imunitas absolut. Sampai saat ini tetap tidak mudah untuk melakukan sita atau eksekusi terhadap aset negara asing meskipun sudah berbekal putusan AKI yang memiliki kekuatan mengikat. Pelaksanaan putusan AKI tunduk pada aturan-aturan tentang ketertiban umum, hukum acara, non arbitrability dan hukum imunitas negara di tingkat domestik yang sangat variatif.
  2. Faktor-faktor penyebab perbedaan adalah faktor yuridis, ideologis, psikologis, sosiologis dan faktor kepentingan. Semua faktor itu saling mempengaruhi satu sama lain terhadap perilaku negara baik negara pemilik aset maupun negara tempat aset terletak dalam melaksanakan putusan AKI dengan memanfaatkan keberadaan doktrin imunitas aset negara asing. Penggunaan doktrin imunitas negara secara berlebihan baik oleh negara pemilik aset maupun negara tempat aset terletak dapat menjadikan tujuan pembentukan Konvensi New York 1958 dan Konvensi ICSID 1965 menjadi tidak tercapai. Di sisi lain, Pelaksanaan putusan AKI tanpa memperhatikan jenis aset yang disita dapat mengganggu negara pemilik aset melaksanakan kedaulatannya di negara tempat aset terletak, juga dapat mengancam hubungan baik antara negara pemilik aset dengan negara yang mengeksekusi.
  3. Menerapkan prinsip proportionality merupakan cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan keseimbangan antara kepentingan mempertahankan dan memanfaatkan imunitas aset negara asing dengan kepentingan pelaksanaan putusan AKI. Perwujudan prinsip proporsional ini adalah dengan memberikan enforcement immunity pada aset negara asing secara terbatas dan selektif. Menjaga keseimbangan antara kepentingan mempertahankan imunitas aset negara asing dengan kepentingan pelaksanaan putusan AKI sangatlah penting dilakukan mengingat kedua-duanya pada hakekatnya bertujuan untuk menjaga hubungan baik antar negara, melaksanakan fungsi kedaulatan, memajukan perekonomian yang pada akhirnya semuanya itu bermanfaat untuk memperkuat kedaulatan semua negara terkait.

Sehingga beliau melalui disertasi tersebut menyarankan beberapa hal, yaitu:

  • Perlu peninjauan ulang terhadap celah hukum yang diberikan oleh Konvensi new York 1958 dan Konvensi Washington 1965 terkait penggunaan doktrin imunitas negara asing agar tidak disalahgunakan oleh negara-negara yang tidak mau melaksanakan dengan sukarela kewajiban yang datang dari putusan AKI.
  • Perlu dilakukan penyeragaman (uniformity) terkait hukum imunitas negara asing
  • Negara-negara termasuk di dalamnya Indonesia harus selektif dan restriktif dalam memanfaatkan atau menerapkan doktrin imunitas negara asing.
  • Pihak swasta harus menyadari keiistimewaan yang dimiliki oleh negara. Sebagai antisipasi pihak swasta dapat meminta negara membuat klausul waiver immunity baik jurisdictional maupun enforcement immunity juga meminta negara menempatkan earmarked property serta asuransi
  • Sanksi bagi negara yang tidak mau melaksanakan putusan AKI dengan sukarela.

Logo UII
Logo UII

Fakultas Hukum UII, Senin 25 Maret 2013. Telah Terbit Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Volume 19 No.4 Hlm. 489-648 Bulan Oktober 2012, ISSN 0854-8498 format pdf dengan Penulis sebagai berikut :

 

Abstrak”, Jurnal Hukum Vol.19 No.4 Okt 2012


 
 
Negara Hukum Indonesia: Dekolonisasi dan Rekonstruksi Tradisi “, Aidul Fitriciada Azhari

 
 
Dialektika Hukum dan Moral dalam Perspektif Filsafat Hukum”, Salman Luthan

 
 
Konsep Perlindungan Hukum Perbankan Nasional Dikaitkan dengan Kebijakan Kepemilikan Tunggal terhadap Kepemilikan Saham oleh Pihak Asing dalam Rangka Mencapai Tujuan Negara Kesejahteraan”,  Fontian Munzil & H. Sayid Mohammad Rifqi Noval

 
 
Analisis Yuridis terhadap Peranan Bank Syariah dalam Kegiatan Perbankan di Indonesia”,  Wulanmas A.P.G. Frederik

 
 
Analisis Hukum Terhadap Pengenaan Pajak Ganda”,Wirawan B. Ilyas

 
 
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penyidikan Kasus Simolator SIM (Kapolri VS KPK)”, R. Nazriyah

 
 
Studi Perbandingan Pengaturan tentang Pengecualian Industri Pertanian Terhadap Berlakunya Hukum Persaingan Usaha”,  Siti Anisah

 
 
Tinjauan Yuridis Sosiologis Terhadap Meningkatnya Kekerasan dengan Menggunakan Senjata Api”, CH. Medi Suharyono

 
 

 Rabu, 6 Maret 2013, Unair Surabaya. Pada dasarnya setiap keterlibatan pemerintah dalam kehidupan warga negara itu harus berdasarkan pada asas Legalitas, yakni harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun seiiring dengan perkembangan kemasyarakatan yang tidak semuanya dapat diikuti dengan pembuatan peraturan perundang-undangan dan adanya cacat bawaan dan cacat buatan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, kepeda pemerintah diberikan kewenangan diskresi atau Ermessen.

Berdasarkan hal tersebut, Disertasi yang ditulis oleh Ridwan, SH., M.Hum. dengan Judul “Diskresi dan Tanggung Jawab Pejabat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia” setelah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Terbuka pada Program Pascasarjana (S3) Universitas Airlangga Surabaya dengan Tim Penguji, Ketua: Prof. Dr. Yohanes Sogar Simamora, SH., M.Hum., Promotor: Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, SH., MS., Kopromotor: Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, SH., M.Hum. serta Anggota: Prof. Dr. Sudarsono, SH., MS., Prof Dr. Eman, SH., MS., Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, SH., MH., Dr. Sukardi, SH., M.Hum., Dr. Lanny Ramli, SH., M.Hum., akhirnya dinyatakan lulus sehingga Ridwan, SH., M.Hum. berhak menyandang gelar Doktor di bidang ilmu Hukum dengan predikat Cumlaude. Pada kesempatan tersebut Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, SH., MS selaku Promotor pada penghujung ujian terbuka menyampaikan beberapa pesan, diantaranya adalah: Perlu mendukung pemerintah untuk melakukan Diskresi, namun Diskrfesi tidak dapat dilaksanakan hanya berdasarkan undang-undang semata, Diskresi bukan hanya sekedar pilihan bebas tetapi harus dilaksanakan secara proporsional sesuai undang-undang, peraturan, tata kelola yang baik dan tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga dengan keberhasilan Dr. Ridwan, SH., M.Hum. dalam meraih gelar Doktor, Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, SH., MS berharap Dr. Ridwan, SH., M.Hum. dapat ikut serta berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah diskresi yang ada.

Dengan keberhasilan ini Dr. Ridwan, SH., M.Hum. merupakan doktor ke 224 yang diluluskan oleh Program Pascasarjana (S3) Universitas Surabaya serta doktor ke 24 yang dimiliki oleh Fakultas Hukum UII (Profesor 3, Doktor 24 dan S2 sebanyak 28). Segenap keluarga besar FH UII mengucapkan selamat dan sukses atas diraihnya gelar doktor dibidang ilmu hukum kepada Dr. Ridwan, SH., M.Hum pada Program Prascasarjana Universitas Airlangga Surabaya dengan predikat Cumloude.

 Pada tanggal 2 maret 2013 lalu Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (LEM FH UII) bersama-sama dengan Komite Percepatan Pengentasan Pengangguran dan Kemiskinan (KPPPK), Obor Berkat Indonesia (OBI), dan Traveline Tourism membagikan bantuan kursi roda secara gratis kepada beberapa warga Kabupaten Gunung Kidul yang membutuhkan.
Acara ini bertujuan untuk membantu sesama sekaligus sebagai sarana silaturahmi dengan masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul. Menurut Achmad Kurniwan selaku Ketua LEM FH UII acara bakti sosial tersebut berawal dari ide seorang sahabatnya aktivis KPPPK bernama Rendi Wirasatria yang kebetulan beliau putra dari Almarhum Soekardi (Mantan Ketua KADIN DIY) yang mendapat bantuan dari pihak OBI berupa puluhan unit kursi roda untuk ditujukan kepada masyarakat kurang mampu yang menderita kelumpuhan, guna menindak lanjuti ide mulia itu, Achmad Kurniawan atau Aktivis Muda yang akrab dengan nama pangilan “Gepeng” ini mengkoordinasikan hal tersebut dengan teman-teman aktivis sosial lainnya seperti Raditya Ismail (Kepala Departement Pengabdian Masyarakat LEM FH UII) yang kemudian dibantu dengan staffnya yaitu Oktora Wahyu Wijayanto sebagai dokumentator andalan yang jam terbangnya sudah tidak diragukan lagi. Selain itu juga ada aktivis muda lainya seperti Cahya Nanda Prasetya dan Primandaru Amrih Prabowo yang kebetulan keduanya pemilik CV.Traveline Tourism, mereka pun ikut bergabung di acara tersebut dengan memberikan bantuan dalam bentuk transportasi secara gratis. Kegiatan bakti sosial ini akan terus dilakukan secara berkala dan tidak menutup kemungkinan akan melibatkan organisasi sosial lainnya yang juga peduli dengan masyarakat kurang mampu.
 Kedaulatan Rakyat (26/2) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Dr. Abdul Jamil, SH., M.Hum. terpilih sebagai Ketua Asosiasi Pendidikan Hukum Klinis Indonesia (Clicical Legal Association of Indonesia/CLEAI). Abdul Jamil terpilih setelah 17 Sekolah Hukum di Indonesia sepakat mendeklarasikan pembentukannya di Jakarta, Rabu (20/2).
Kedaulatan Rakyat (26/2) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Dr. Abdul Jamil, SH., M.Hum. terpilih sebagai Ketua Asosiasi Pendidikan Hukum Klinis Indonesia (Clicical Legal Association of Indonesia/CLEAI). Abdul Jamil terpilih setelah 17 Sekolah Hukum di Indonesia sepakat mendeklarasikan pembentukannya di Jakarta, Rabu (20/2). Sekolah-sekolah hokum juga telah sepakat memilih tiga anggota kehormatan CLEAI, yakni Bruce Lasky (BABSEA CLE Chiang Mai/Thailand), Nandang Sutrisno, SH., LLM., M.Hum., Ph.D. (Wakil Rektor I UII) dan Uli Parulian Sihombing, SH., LLM. (Direktur Eksekutif Indonesia Legal Resource Center).
Dalam siaran pers yang diterima Kedaulatan Rakyat, senin (25/2) disebutkan, CLEAI dibentuk untuk menerapkan nilai-nilai keadilan sebagai kode etik bagi para mahasiswa sekolah hokum dan guru besar hokum dalam menjalankan pendidikan hukum klinis. Selain juga meningkatkan keahlian dan pengetahuan bagi mahasiswa sekolah hukum.
CLEAI seperti disebut Nandang, akan menjadi jaringan untuk saling berbagi ide, informasi tentang pendidikan hukum klinis, dan merespons isu keadilan serta penguatan hukum di masyarakat. “Keanggotaan CLEAI bersifat terbuka bagi pihak-pihak yang tertarik dalam pendidikan hukum klinis. Meskipun sekarang telah ada 17 sekolah hukum yang bergabung dengan CLEAI,” ujarnya.
Pembentukan CLEAI direkomendasikan sebelumnya melalui symposium nasional pendidikan hukum klinis di Yogyakarta, September 2011, dimana FH UII menjadi tuan rumah. Simposium dihadiri utusan 50 sekolah hukum dari berbagai daerah di Indonesia.
Sebelum deklarasi pembentukan CLEAI, dua hari sebelumnya juga diselenggarakan training pendidikan hukum klinis dan seminar bantuan hukum. Nara sumber training diantaranya Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Denny Indrayana, SH., LLM., Ph.D., Kepala Badan Pembinaan Hukum NAsional Dr. Wicipto Setiadi, SH., MH. Dan Wakil Rektor I UII Nandang Sutrisno, SH., LLM., M.Hum., Ph.D.
Sumber: Keadulatan Rakyat (25/2) (Fsy)-k
Kampus Terpadu, Progam pertukaran pelajar/mahasiswa (student Exgange) hendaklah tidak dilihat sebagai ajang belajar ke mancanegara saja. Karena selain menimba ilmu, para mahasiswa sebenarnya sedang berinvestasi membangun jaringan dengan orang muda dari berbagai negara. Dan investasi ini akan sangat bermanfaat 10-15 tahun ke depan, jika para mahasiswa menjadi pejabat atau tokoh di negerinya.
FAKULTAS HUKUM UII, Yogya, Progam pertukaran pelajar/mahasiswa (student Exgange) hendaklah tidak dilihat sebagai ajang belajar ke mancanegara saja. Karena selain menimba ilmu, para mahasiswa sebenarnya sedang berinvestasi membangun jaringan dengan orang muda dari berbagai negara. Dan investasi ini akan sangat bermanfaat 10-15 tahun ke depan, jika para mahasiswa menjadi pejabat atau tokoh di negerinya.
“Mungkin dengan Malaysia sebagai Negara tetangga, yang selama ini hubungan kedua Negara sering naik turun. Jika para calon pemimpin bangsa ini sudah berkenalan dan memiliki jaringan, persoalan yang diahdapi akan lebih mudah diatasi,” tandas Wakil Dekan FAkultas Hukum UII Dr. Saifudin, SH., M.Hum. dalam acara pelepasan 10 mahasiswa di Kampus UII Senin (25/2). Ke 10 mahasiswa terdiri 7 perempuan dan 3 laki-laki tersebut akan mengikuti student exchange ke Internastional Islamic University of Malaysia (IIUM) Kualalumpur. Mereka akan berangkat 3 Maret dan berada di IIUM selama satu bulan.
Dikatakan Dr. Saifudin, tujuan program ini adalah menjalin kerjasama internasional dalam membina hubungan baik antara Indonesia-Malaysia. Karena itu menurutnya, selain bertukar ilmu juga diharapkan terjadi pertukaran budaya. “Selama sebulan, mahasiswa FH UII dapat mengambil mata kuliah yang dapat dikonversikan dengan mata kuliah yang ada di sini. Sehingga setelah pulang dari IIUM tak perlu mengambil kuliah yang sama,” tambahnya. Selain itu, mahasiswa yang mengikuti student exchange juga akan mengikuti international conference sebagai pembicara.
Wakil Rektor III UII Ir. Bachnas, M.Sc. mengemukakan, kegiatan yang diikuti mahasiswa FH UII menjadikan cita-cita menjadi world class university bukan hanya teori. Dengan belajar di luar negeri lanjut Bachnas, selain ilmu formal hendaknya juga mendapatkan ilmu non-formal atau informal. “Dengan demikian, setelah pulangd an meski hanya sebulan namun juga bisa mengangkat derajat UII ke kancah internasional”, lanjutnya. Tidak kalah penting menurutnya adalah eksiapan kelak berperilaku internasional. Bukan bermaksud mengabaikan atau merendahkan perilaku dan budaya bangsa namun menurut Bachnas dapat mengembangkan prilaku disiplin, tidak membaung sampah sembarangan dan sejenisnya. Sumber: Keadulatan Rakyat (25/2) (Fsy)-k
Foto : humas uii