Pengantar
Indonesia sedang tidak baik-baik saja saat ini. Secara hukum kita sedang dalam situasi kedaruratan bencana, setiap kurang dari 2 menit terdapat orang meninggal karena Covid-19. Banyak orang terlantar secara ekonomi dan sosial. Sektor-sektor swasta yang sejak dulu menghidupi dirinya sendiri kini sedang sekarat dan menderita.
Berpedoman pada science, maka vaksin merupakan instrumen vital dan utama dalam melindungi warga negara. Karena itu, Presiden Jokowi telah menyatakan bahwa vaksin Covid-19 gratis untuk semua sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021. Bahkan Presiden juga mencanangkan gerakan vaksinasi 2 juta dalam sehari, sebuah angan kebijakan yang sangat baik. Hal ini tentu berdasarkan data bahwa vaksinasi Indonesia masih jauh dari taget pembentukan herd immunity.
Di tengah sengkarut tata kelola penanganan pandemi dalam menghadapi krisis saat ini, justru Menteri Kesehatan sebagai pembantu Presiden mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 yang menjadikan vaksin sebagai barang komoditas dan privilese. Kebijakan ini bertentangan dengan semangat Peraturan Menteri Kesehatan 10 Tahun 2021 sebelumnya yang menyatakan vaksinasi tidak akan dibebankan ke pengguna melainkan dibebankan kepada perusahaan sebagaimana lazimnya jaminan kesehatan lainnya.
Keluarnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2021 juncto Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 jelas bertentangan dengan hak masyarakat atas kesehatan di era pandemi. Masyarakat sudah mengalami beban ekonomi dan sosial yang berat dan karenanya tidak tepat jika ditafsirkan oleh pemerintah untuk mengajak masyarakat meringankan beban negara dengan membebankan biaya vaksinasi ke masyarakat.
- Aspek ketersediaan (availability). Pada konteks ini, vaksin harus tersedia dalam kuantitas yang cukup.
- Aspek aksesibilitas (accesibility). Vaksin harus dapat diakses oleh siapapun. Tidak boleh ada diskriminasi atau pengistimewaan kepada siapapun. Vaksin harus dapat diakses dan terjangkau oleh siapapun. Informasi tentang pelayanan vaksin harus terbuka dan dapat diakses oleh siapapun.
- Aspek keberterimaan (affordability). Vaksin harus dapat diterima oleh masyarakat. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memberi Pendidikan kepada pihak yang menolak vaksin dengan argumentasi perlindungan hak orang lain.
- Aspek kualitas (quality). Vaksin harus memenuhi standar berkualitas sesuai dengan ilmu pengetahuan.
- Presiden Republik Indonesia memerintahkan Menteri Kesehatan agar mencabut, bukan menunda pemberlakuan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 dan memutuskan kembali bahwa Vaksin Covid 19 adalah gratis untuk semua warga negara Republik Indonesia.
- Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya Komisi IX, untuk mengingatkan pemerintah bahwa Vaksin Covid-19 adalah barang publik (public goods) yang harus diberikan kepada seluruh warga negara Indonesia secara gratis.
- Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Satuan Tugas Penanganan Pandemi Covid-19 untuk memaksimalkan upaya dalam rangka memberikan layanan kesehatan , termasuk vaksinasi, dengan adil dan tidak diskriminatif.
- Serikat Pengajar HAM Indonesia (Sepaham Indonesia)
- Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA)
- Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Negeri Medan (Pusham Unimed)
- Pusat Studi Hukum dan HAM Universitas Islam Indonesia (Pusham UII), Yogyakarta
- Human Rights Law Studies (CHRLS), Fakultas Hukum Unniversitas Arilangga, Surabaya
- The Center for Human Rights, Multiculturalism, and Migration (CHRM), Universitas Jember
- Pusat Pengembangan HAM dan Demokrasi, Fak. Hukum Universitas Brawijaya Malang
- Pusat Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya (Pusham Ubaya)
- Constitutional Administrative Law Society (CALS).
- Pusat Studi Anti-Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Universitas Muhammadiyah Surabaya.
- Eko Riyadi, Direktur Pusat Studi Hukum dan HAM Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) Yogyakarta, Nomor HP: 081328243101
- Al Khanif, Direktur the Center for Human Rights, Multiculturalism, and Migration, Universitas Jember, Nomor HP: 081335876651