Kajian Perbandingan “Undang-undang Pengambilan Tanah di Indonesia & malaysia

Pusat Studi Hukum (PSH), Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Selasa 11 Oktober 2011 menggelar acara Bedah Disertasi ”Undang-Undang Pengambilan tanah di Indonesia dan Malaysia” (suatu Kajian Perbandingan) dengan pembicara Mukmin Zakie, SH., M.Hum., Ph.D.  direktur Pusat Studi Hukum Agraria FH UII.

Acara yang dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum UII Dr. H. Rusli Muhammad, SH., M.H. dalam sambutannya menyatakan bahwa hasil dari disertasi menempatkan dosen-dosen FH UII untuk meraih gelar Doktor baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam bentuk disertasi itulah para dosen FH UII seperti Mukmin Zakie, SH., M.Hum., Ph.D. (peraih gelar Doktor dari University Kebangsaan Malaysia pada Faculty Undang-undang ) menuangkan pemikirannya  untuk dapat ditularkan ilmunya kepada para sesama dosen, mahasiswa baik didalam lingkungan FH UII maupun perguruan tinggi lain termasuk masyarakat luas. Lebih lanjut dikatan Dekan bahwa bedah disertasi ini merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan PSH dan Pimpinan memberikan apresiasi yang tinggi kepada Dr. Syamsudin, SH., M.Hum atas kegiatan yang telah dilaksanakan serta kepada Mukmin Zakie, SH., M.Hum., Ph.D yang telah bersedia untuk melakukan bedah disertasi atas desertasinya. Diharapkan dosen-dosen FH yang lain setelah selesai menempuh program doktor  dapat melakukan bedah disertasi seperti ini.
Sedangkan Mukmin Zakie, SH., M.Hum., Ph.D sebagai pembicara dalam pengantarnya menyatakan bahwa disertasi ini bukan merupakan sebuah karya yang langsung begitu saja selesai dan sempurna tetapi merupakan sebuah karya yang masih membutuhkan masukan bahkan kritikan ataupun koreksi, sehingga bedah disertasi seperti ini harus dilaksanakan. Adapun materi bedah disertasi Mukmin Zakie, SH., M.Hum., Ph.D memuat  hal-hal sebagai berikut: 
 
LATAR BELAKANG MASALAH
(1). Salah satu masalah yang termasuk rawan di Indonesia maupun Malaysia adalah masalah tanah. Tanah merupakan masalah yang hingga kini belum mendapatkan pengaturan yang tuntas dalam hukum di Indonesia maupun di Malaysia. Hal ini terbukti dari banyaknya keluhan masyarakat yang tanah miliknya diambil pemerintah. Hal itu dilakukan karena pemerintah mempunyai kepentingan tertentu seperti untuk pelebaran jalan, pembangunan tempat ibadah, sekolah dan lain-lain yang dinyatakan sebagai projek pembangunan bagi kepentingan umum
(2) Pembangunan, khususnya pembangunan fisik, mutlak memerlukan tanah. Tanah yang diperlukan itu, dapat berupa tanah yang dikuasai langsung oleh negara (Indonesia)  atau kerajaan negeri (Malaysia), maupun tanah yang sudah ada hak oleh suatu subjek hukum (tanah hak). Jika tanah yang diperlukan untuk pembangunan itu berupa tanah negara atau tanah kerajaan negeri (bukan tanah hak milik), pengambilannya tidaklah sukar, yaitu dengan cara negara atau kerajaan negeri dapat mengambil tanah itu untuk selanjutnya digunakan untuk pembangunan. Lain halnya kalau tanah tersebut adalah tanah hak milik, akan menjadi rumit dalam pelaksanaan pengambilannya.
(3) Pengambilan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan oleh pemerintah mana pun. Semakin maju masyarakat, semakin banyak diperlukan tanah-tanah untuk kepentingan awam (umum). Sebagai konsekuensi dari hidup bernegara dan bermasyarakat, jika hak milik individu berhadapan dengan kepentingan umum maka kepentingan umum yang harus didahulukan. Namun demikian negara harus tetap menghormati hak-hak warnanegaranya kalau tidak mau dikatakan melanggar hak azasi manusia.
(4) Persoalan pengambilan tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas tanah atau apapun namanya selalu menyangkut dua dimensi yang harus ditempatkan secara seimbang  yaitu kepentingan “pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat”. Dua pihak yang terlibat yaitu “pemerintah atau kerajaan” dan “rakyat atau masyarakat” harus sama-sama memperhatikan dan mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai hal tersebut. Apabila hal itu tidak dihiraukan akan timbul masalah-masalah yang tidak jarang berkesudahan dengan kekerasan dan jatuhnya korban.
 
RUMUSAN MASALAH
(1) Bagaimanakah pengertian kepentingan umum dalam pengambilan tanah (land acquisition) untuk kepentingan umum di kedua negara?
(2) Bagaimanakah pelaksanaan ganti rugi atas pengambilan tanah untuk kepentingan umum oleh negara/kerajaan di Indonesia dan di Malaysia?
 
METODOLOGI PENELTIAN
(1) Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang dalam pengkajiannya dengan mengacu dan mendasarkan pada norma-norma dan kaidah-kaidah hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori dan doktrin hukum, yurisprudensi dan bahan-bahan kepustakaan lainnya yang relevan dengan topik penelitian.

SUMBER BAHAN HUKUM
(1) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, seperti norma dan kaidah dasar, peraturan dasar, praturan perundang-undangan, hukum adat, yurisprudensi dan traktat.
(2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum bahan yang memberikan penjelasan trhadap bahan hukum primer, seperti RUU, hasil penelitian, literatur dan karya ilmiah lainnya.
(3) Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti. kamus hukum, ensiklopedi dan bibliografi.
 
CARA MEMPEROLEH BAHAN HUKUM
(1) Untuk memperoleh bahan-bahan hukum yang diperlukan, dilakukan dengan cara penelusuran, pengumpulan dan pengkajian bahan-bahan kepustakaan, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, karya-karya ilmiah serta dokumen-dokumen tertulis lainnya.
(2) Analisis yang digunakan dalam peneliti ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis data penelitian yang diperoleh dari bahan hukum, untuk selanjutnya dikaji secara mendalam dan diinterpretasikan oleh peneliti untuk mendapatkan kesimpulan yang diharapkan.
 
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kepentingan umum
(1) Pengertian dan Batasan Kepentingan Umum
(2) Perubahan Konsep kepentingan awam dalam Pengambilan Tanah.
B. Ganti Kerugian
(1) Dari huraian di atas jelaslah adanya perbezaan dalam hal bentuk pampasan. Di  Indonesia bentuk atau macam dari pampasan tidak hanya berupa wang tetapi dapat berupa wang, tanah pengganti, permukiman baru atau gabungan dari bentuk pampasan tersebut  bahkan boleh pembayaran pampasan dalam bentuk lain yang dipersetujui oleh pihak-pihak yang terbabit. Sedangkan di Malaysia bentuk atau macam pampasan hanya satu pilihan iaitu berupa uang.
(2) Sedangkan untuk memaknai arti dari pampasan yang layak atau berpatutan apakah di Indonesia maupun di Malaysia, mengalami kesukaran. Sehingga untuk mewujudkan harga berpatutan itu diperlukan variabel-variabel lain sebagai pendokong untuk terwujudnya harga yang berpatutan itu atau paling tidak mendekati
 
SIMPULAN
Dasar Kepentingan umum
(1) Dalam Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 dan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006, pengertian kepentingan umum adalah kepentingan sebahagian besar masyarakat. Kemudian kepentingan sebahagian besar masyarakat itu disenaraikan (list provisions) dalam beberapa bentuk projek (seksyen 5). Selain dari yang telah disebutkan itu, maka projek-projek itu bukanlah untuk kepentingan umum. Oleh itu, pihak yang memerlukan tanah dapat memakai cara jual beli saja.
(2) Di Indonesia pengertian kepentingan umum ini telah beberapa kali mengalami perubahan konsep. Pada awalnya kepentingan umum ini termasuk juga projek-projek yang dibangun oleh swasta. Pada masa itu ramai pihak swasta melakukan kesepakatan dengan pemerintah untuk mendapatkan tanah rakyat dengan harga murah atas alasan pembangunan projek yang mereka lakukan adalah untuk kepentingan umum. Oleh karena kerap mendapat protes dari masyarakat, maka pemerintah melakukan beberapa pindaan terhadap peraturan-peraturan tersebut sehingga konsep yang terakhir itu.
(3) Di Malaysia, APT 1961 tidak memberikan pengertian kepentingan awam. APT hanya memberikan bimbingan umum (general guide). Pengertian maksud dan tujuan kepentingan umum adalah dengan melihat apakah maksud atau tujuan  itu untuk menyediakan kepentingan-kepentingan umum kepada masyarakat atau sebaliknya.
(4) Seperti halnya di Indonesia, di Malaysia pun konsep kepentingan umum ini mengalami perubahan.   Dengan pemindaan seksyen 3(b) APT 1960 pada 12 September 1991, telah terjadi perubahan konsep pengambilan tanah. Jika dahulunya tanah diambil untuk tujuan awam yang membawa faedah bagi orang ramai, tetapi sekarang ini tanah boleh diambil untuk memberi kepada orang perseorangan  atau badan usaha untuk menjalankan kegiatan ekonomi untuk tujuan peribadi seseorang atau untuk tujuan badan atau syarikat. Dengan secara langsung, tanah milik seseorang  boleh diambil untuk diberikan kepada orang lain, badan atau syarikat yang kaya dengan alasan untuk pembangunan negara.
 
GANTI RUGI/PAMPASAN
(1) Di Indonesia, pampasan atau ganti rugi diberi takrif sebagai pengganti terhadap kerugian baik bersifat fizikal dan/atau bukan fizikal sebagai akibat pengambilan tanah kepada yang empunya tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengambilan tanah.
(2) Bentuk pampasan dapat berupa; a. Wang; dan/atau b. Tanah pengganti dan/atau c. Permukiman kembali (relokasi atau penampungan); dan/atau d. Gabungan dari dua atau lebih bentuk pampasan tersebut, dan e. Bentuk-bentuk lain yang disepakati pihak-pihak yang berkenaan.  Pampasan diberikan ke atas; tanah, bangunan dan tanaman.
(3) Bentuk pampasan hanya satu sahaja iaitu berbentuk wang dan pampasan hanya diberi ke atas tanah dan ke atas apa-apa pembangunan yang telah dibuat di atas tanah berkenaan dengan syarat pembangunan itu tidak melanggar syarat guna tanah yang ditetapkan dalam hak milik. Walau bagaimanapun, pampasan tidak boleh dituntut untuk tanaman karena nilai tanaman telah diambil kira dalam nilai tanah. Penentuan nilai pampasan di Malaysia menggunakan satu panduan iaitu berasaskan nilai pasaran. Tidak ada takrif  yang diberikan oleh Akta Pengambilan Tanah 1960 tentang nilai pasaran.
(4)J adual Pertama Akta Pengambilan Tanah 1960 hanya menyebut kaedah menilai harga pasaran. Nilai pasaran bermakna pampasan hendaklah ditentukan berdasarkan kesepakatan harga dari penjual dan pembeli berdasarkan harga tanah terkini di sekitar kawasan itu.
(5) Jadual Pertama Akta Pengambilan Tanah 1960 hanya menyebut norma menilai harga pasaran. Nilai pasaran bermakna pampasan hendaklah ditentukan berdasarkan kesepakatan harga dari penjual dan pembeli berdasarkan harga tanah terkini di sekitar kawasan itu.
Bedah disertasi yang dimoderatori oleh Moh. Hasyim, SH., M.Hum. dan dihadiri oleh kalangan dosen dari lingkungan FH UII dan perguruan tinggi lain, mahasiswa S1, S2 dan S3 serta beberapa praktisi tersebut berakhir pada pukul 11.30.