LKBH FH Gelarkan Perkara Kasus Perbankan
Tamansiswa, (06/01) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarakan UU no. 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan.
Tamansiswa, (06/01) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarakan UU no. 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga independen yang bebas dari campur tangan orang lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan.
Sehubungan dengan kasus yang ditangani Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) FH UII terkait penahanan hak-hak pegawai bank yang melakukan tindak pidana perbankan, yang mana yang bersangkutan telah menerima surat PHK dari bank dimana ia bekerja namun pihak bank masih menahan seluruh hak atau pesangon yang seharusnya klien dapatkan, termasuk uang tabungan pribadi yang ada di buku tabungan, oleh karena hal tersebut, LKBH FH UII menyelenggarakan acara Gelar Perkara Panel terkait kasus perbankan pada Rabu, 6 Januari 2016/ 25 Rabi’ul Awal 1437 H bertempat di Ruang Sidang Utama Lantai 3. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan penjelasan terkait bagaimanakah peran OJK dalam dunia perbankan dan adakah kewenangan OJK untuk meminta hak-hak pegawai bank yang melakukan tindak pidana perbankan. Hadir pada gelar perkara tersebut adalah Dr. Surach Winarni, SH., M.Hum selaku dosen FH UII dan praktisi perbankan serta Probo Sukesi SE selaku kepala bagian pengawas bank di OJK.
Dalam kesempatan gelar perkara tersebut, Dr. Surach menyampaikan bahwa operasional bank berpotensi adanya tindak pidana baik dalam kategori pidana umum yang diatur dalam KUHP seperti perampokan di bank, gendam, penipuan yang dilakukan nasabah, cek kosong dan lainnya, ataypun yang dikategorikan sebagai tindak pidana khusus yang diatur dalam UU perbankan diluar KUHP. Beliau juga menambahkan bahwa terdapat beberapa kekhususan yang menyangkut tindak pidana bank yang diatur dalam UU Perbankan, dua diantarnya adalah sanksi diberikan pada pelaku yaitu “ orang per orang” yang melakukannya termasuk yang menyuruh melakukannya, bukan badan atau institusi bank, selanjutnya, kekhususan lain yang menyangkut tindak pidana bank adalah perbuatan kejahatan dilakukan dirinci atau diatur secara detail.
Probo Sukesi SE selaku kepala bagian pengawas bank di OJK memberikan beberapa tanggapannya terkait kasus tindak pidana perbankan tersebut. Beliau menyampaiakan bahwa dari tuga pokok OJK tercermin bahwa tugas OJK adalah pengaturan kelembagaan lemabga di sektor jasa keuangan, sedangkan dari kasus yang dipaparkan menunjukan bahwa keberatan yang ajukan adalah masalah perdata pengajuan atas hak-hak yang bersangkutan yang ditahan, sehingga beliau menegaskan bahwa hal tersebut bukan merupakan ranah OJK.
Probo Sukesi kembali menambahkan bahwa jika dikaitkan dengan perlindungan konsumen sektor jasa konsumen, maka keberatan yang klien ajukan adalah juga bukan merupakan ranah perlindungan konsumen. Pada akhir paparannya, beliau memberikan alternatif yang dapat diajukan oleh yang bersangkutan untuk menggugat bank secra perdata tanpa melibatkan peran OJK dan lebih memfokuskan tuntutan haknya lebih sebafia individu pegawai yang dikaitkan dengan UU ketenagakerjaan.