Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) menerbitkan Policy Brief dengan judul besar: Resiliensi Konstitusi di Masa Pesta Demokrasi . Kertas Kebijakan ini memfokuskan objek kajian terhadap 2 (dua) isu besar di masa pesta demokrasi pada tahun 2024 ini, yakni:

    1. Institusionalisasi Kewenangan Presiden Melalui RUU Lembaga Kepresidenan ; dan
    2. Pembatasan Kewenangan Legislasi dan Judicial Review berkaitan dengan ketentuan Pemilihan Umum Ketika Dekat Masa Pesta Demokrasi.
Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Kajian yang ditulis oleh Muhammad Addi Fauzani dan Muhammad Erfa Redhani ini didasarkan pada argumentasi-argumentasi hukum yang objektif dengan metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Kajian menghasilkan beberapa rekomendasi yang ditujukan di antaranya kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Partai Politik, dan masyarakat secara umum.

Tentu saja, kajian yang sangat sederhana ini memiliki kekurangan-kekurangan yang dapat dikembangkan pada kajian-kajian lanjutan. Harapannya Policy Brief ini dapat memberikan alternatif-alternatif kebijakan yang dapat diambil oleh para pemangku kepentingan (stakeholders). Secara lebih detail kajian dapat diakses pada link berikut (klik disini).

[KALIURANG]; Sabtu (31/08), pukul 09.30 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII)  atas nama Ulya Sofiana, S.H., M.H., bertempat di Ruang Mini Auditorium Lantai 4 FH UII, dengan ketua penguji Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., Prof. Nandang Sutrisno, S.H., M.Hum., Ph.D. (promotor), Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. (ko promotor), anggota penguji terdiri dari Dr. Sri Wahyuni, S.Ag., M.Ag., M.Hum., Dr. Drs. Rohidin, S.H., M.Ag, Dr. Umar Haris Sanjaya, S.H., M.H., Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D.

Ulya Sofiana mempresentasikan disertasinya yang berjudul “Penanganan Konflik Perkawinan Beda Agama dalam Tradisi Merariq Perspektif Kearifan Lokal di Lombok”. Merariq secara terminologi merupakan istilah yang digunakan Masyarakat Lombok untuk menyebut kawin lari, tindakan pertama dari laki-laki dengan atau tanpa persetujuan Perempuan yang diinginkannya dari kekuasaan orang tua atau anggota keluarganya untuk mengambil Perempuan dari keluarganya, jika Perempuan setuju dengan ketentuan adat maka akan menjadi seorang istri. Salah satu jenis merariq yang dianggap melanggar aturan adat adalah perkawinan beda agama yang mengakibatkan terjadinya konflik di Masyarakat Lombok. Potensi konflik yang terjadi dapat berupa penolakan atas perkawinan beda agama, tidak mendapatkan hak waris, dan dikucilkan dari lingkungan sosial tempat tinggal. Sedangkan sampai saat ini belum ada regulasi yang jelas mengenai perkawinan beda agama.

Dalam penelitian disertasinya, Ulya Sofiana merumuskan konstruksi penanganan konflik perkawinan beda agama di Lombok dengan menggunakan tiga tahapan. Pertama, penanganan pra-konflik yaitu Upaya pencegahan dengan melibatkan tokoh agama, adat dan keluarga. Kedua, penanganan konflik yaitu Upaya pemberian sanksi sebagai konsekuensi terhadap perilaku perkawinan beda agama, yaitu penolakan, pengusiran, dan tidak mendapatkan hak waris. Ketiga, penanganan post-konflik yaitu Langkah lanjutan pasca pemberian sanksi dengan melibatkan pemerintah daerah dan tokoh agama dalam memberi pemahaman dan pengetahuan hukum tentang perkawinan beda agama.

Terakhir, Ulya mengungkapkan bahwa dukungan pemerintah daerah menjadi sangat penting sebagai langkah kedepan dalam mewujudkan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai di tengah masyarakat, dan mereformulasi hukum perkawinan Islam agar mempertegas status perkawinan beda agama di muka hukum baik secara fornmil maupun materil.

Selama sesi ujian berlangsung, Ulya Sofiana dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Dr. Ulya Sofiana, S.H., M.H. sekarang resmi menyandang gelar doktor hukum ke 181 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII.  Di akhir sesi ujian, Promotor (Prof. Prof. Nandang Sutrisno, S.H., M.Hum., Ph.D.) memberikan selamat dan berpesan agar Dr. Ulya Sofiana, S.H., M.H. dapat terus menebar manfaat dengan gelar doktor baru yang telah diraih.

“Negara membentuk UU Pemilu (UU 7/2017) untuk mewujudkan sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas. Sayangnya, tidak setiap Pemilu terselenggara secara adil dan berintegritas.” (Disertasi Muhammad Jamal)

[KALIURANG]; Jumat (30/08), pukul 13.30 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII)  atas nama Muhammad Jamal S.H., S.H.I., M.H. dengan disertasi berjudul “Penjatuhan Putusan Pidana Percobaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemilihan Umum Dalam Perspektif Hukum Progresif.”

Ujian Terbuka Disertasi diselenggarakan di Ruang Auditorium Lantai 4 FH UII, diketuai oleh Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., dengan promotor Prof. Dr. Rusli Muhammad, S.H., M.H., ko promotor Dr. Mahrus Ali, S.H., M.H., dengan anggota penguji yang terdiri dari: Prof. Hanafi Amrani, S.H., LL.M., M.H., Ph.D., Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H., M.H., dan Prof. Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Tongat, S.H., M.Hum.  yang bergabung secara online melalui kanal zoom.

Dalam sesi ujian, Muhammad Jamal mengungkapkan pokok bahasan disertasinya, bahwa penegakan hukum yang lemah terhadap tindak pidana pemilu seperti sanksi pidana percobaan menyebabkan semakin maraknya tindak pidana pemilu. Berlandaskan hal tersebut, Muhammad Jamal menganalisa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi tindak pidana pemilu dan mengaitkannya dengan semangat hukum progresif.

Lebih lanjut, Muhammad Jamal menjelaskan bahwa putusan pengadilan tentang tindak pidana pemilu yang Ia teliti tidak memenuhi empat indikator hukum progressif dengan penjelasan sebagai berikut:

  1. Hukum sebagai institusi yang dinamis: indikator ini tidak terpenuhi karena hakim sebatas mempertimbangkan kesesuaian fakta hukum dengan unsur-unsur pasal
  2. Hukum sebagai ajaran kemanusiaan dan keadilan : indikator ini tidak terpenuhi karena putusan tidak melalui pertimbangan/ratio decidendi sehingga tidak memberikan ajaran kemanusian
  3. Hukum sebagai aspek peraturan dan perilaku:  indikator ini tidak terpenuhi karena putusan tidak mempertimbangkan keterkaitan antara pelaksanaan pemilu yang langsung, bebas, jujur dan adil dengan hakikat kedaulatan rakyat dan politik
  4. Hukum sebagai ajaran pembebasan: indikator ini tidak terpenuhi karena putusan pengadilan justru tidak menunjukkan ajaran pembebasan karena sangat terbatas memberikan pertimbangan yang hanya terkait dengan unsur-unsur pasal, dan tidak mendalam atau meluas pada aspek non hukum lainnya.

Dalam disertasinya, Muhammad Jamal juga mengusulkan sebuah konstruksi putusan hakim terhadap tindak pidana pemilu, bahwa putusan pengadilan untuk tindak pidana pemilu ke depannya harus mencirikan lima kualitas, meliputi: putusan pengadilan harus mencerminkan paradigma pembebasan dalam memutuskan kasus-kasus tindak pidana pemilu, putusan pengadilan harus menjadi hukum yang dinamis, putusan pengadilan sebagai ajaran kemanusiaan dan keadilan dan putusan pengadilan harus memuat aspek peraturan dan perilaku secara berimbang. Untuk mewujudkan empat kualitas tersebut, dirumuskan tiga elemen esensial, yaitu:

  1.  Dalam memutus perkara kedepannya, hakim harus menjadikan kedaulatan rakyat dan hak pilih sebagai dasar pertimbangan hukum
  2. Hakim harus menekankan pertimbangan hukumnya pada derajat keseriusan dari dampak tindak pidana pemilu terhadap kedaulatan rakyat dan hak pilih dalam menalar pertimbangan hukumnya
  3. Dengan menggunakan dasar teori proporsionalitas dalam pemidanaan, pengadopsian pertimbangan-pertimbangan tersebut akan meletakkan dasar justifikasi secara lebih kuat bagi hakim untuk menjatuhkan sanksi pidana secara proporsional terhadap pelaku tindak pidana Pemilu. Dalam konteks ini, hakim dapat meletakkan pidana percobaan sebagia sanksi terhadap tindak pidana pemilu yang dampaknya dikategorikan ringan. Untuk tindak pidana pemilu yang dampaknya dikategorikan menengah atau serius, hakim dapat menggunakan sanksi pidana penjara dan denda secara proporsional sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.

Selama sesi ujian berlangsung, promovendus dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Promovendus, Muhammad Jamal S.H., S.H.I., M.H. sekarang resmi menyandang gelar doktor hukum ke 179 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII.

[KALIURANG]; Jumat (30/08), pukul 16.00 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) atas nama Endang Widuri, S.H., M.Hum., bertempat di Ruang Mini Auditorium Lantai 4 FH UII, dengan penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., (ketua Prof. Dr. Sefriani, S.H., M.Hum. (Promotor), Mukmin Zakie, S.H., M.Hum., Ph.D. (Ko promotor),  anggota penguji terdiri dari Prof. Dr. Ridwan, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Winahyu Erwiningsih, S.H., M.Hum., Prof. Nandang Sutrisno, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D., dan Dr. Ariyanto, S.H., M.H., CN.

Endang mempresentasikan disertasinya selama kurang lebih 10 menit di awal sesi ujian. Ia mengungkapkan bahwa Penelitian yang Ia lakukan bertujuan untuk mengevaluasi peluang dan tantangan dalam percepatan pendaftaran tanah, serta mengeksplorasi model dan dampak kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta melalui Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendukung program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Penelitian disertasi Endang berjudul “Kolaborasi Pemerintah Dan Swasta Melalui Optimalisasi Dana Corporate Social Responsibility Dalam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Di Indonesia” bersifat yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual, dan historis. Dalam penelitiannya, Endang menemukan bahwa keterbatasan anggaran dan kekurangan sumber daya manusia (SDM), khususnya Surveyor Kadaster Berlisensi, merupakan tantangan utama dari percepatan pendaftaran tanah di Indonesia.

Lebih lanjut, Endang menjelaskan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan swasta, terutama melalui CSR, dapat mempercepat proses pendaftaran tanah dengan meningkatkan alokasi anggaran dan kapasitas SDM, serta memperbaiki kualitas data melalui teknologi modern. “Model kolaborasi ini diharapkan dapat mengurangi sengketa dan meningkatkan kepastian hukum serta kesejahteraan masyarakat, terutama melalui program PTSL”, tuturnya.

Endang juga mengimbuhkan “Evaluasi kerangka hukum dan rekomendasi peningkatan kerangka hukum, serta kualitas data juga diusulkan untuk mendukung keberhasilan program PTSL.” Memungkasi disertasinya, Endang menyimpulkan bahwa untuk mencapai target PTSL pada tahun 2025, perlu dilakukan peningkatan anggaran, penguatan kapasitas SDM, serta perbaikan kualitas data dengan dukungan dari sektor swasta melalui CSR. Model kolaborasi ini akan mempercepat proses dan meningkatkan efektivitas pendaftaran tanah, serta memberikan kontribusi positif terhadap penyelesaian masalah agraria di Indonesia.

Selama sesi ujian berlangsung, Endang Widuri dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Dr. Endang Widuri, S.H., M.Hum. sekarang resmi menyandang gelar doktor hukum ke 180 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII.  Di akhir sesi ujian, Ko-Promotor (Mukmin Zakie, S.H., M.Hum., Ph.D.) memberikan selamat dan berpesan agar Dr. Endang Widuri, S.H., M.Hum.  dapat terus menebar manfaat dengan gelar doktor baru yang telah diraih.

 

[KALIURANG]; Kamis (29/08), pukul 15.30 WIB, telah dilaksanakan Ujian Terbuka Disertasi Promosi Doktor pada Program Studi Hukum Program Doktor (PSHPD) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII)  atas nama Ahmadi, S.H.I., M.H., bertempat di Ruang Mini Auditorium Lantai 4 FH UII, dengan ketua penguji Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., promotor Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., ko promotor Dr. Abdul Gaffar Karim, S.I.P., M.A., anggota penguji yang terdiri dari: Prof. Dr. Ridwan, S.H., M.Hum., Dr. Idul Rishan, S.H., LL.M., Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H., M.H., dan Dr. Drs. Muntoha, S.H., M.Ag.

Ahmadi mempresentasikan disertasinya yang berjudul “Politik Hukum Pengaturan Pemilihan Kepala Daerah Pasca Amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” selama kurang lebih 10 menit di awal sesi ujian. Ia mengemukakan bahwa desain politik hukum pengaturan pemilihan kepala daerah dalam UUD NRI 1945 mengalami problem mendasar seperti masalah penafsiran dan  penerapan hukum dalam regulasi perundang-undangan. Hal tersebut mengantarkannya untuk menelaah secara lebih eksploratif, komprehensif dan konstruktif terhadap fenomena dinamika hukum perundang-undangan pemilihan kepala daerah di Indonesia yang terjadi secara radikal.

Dalam penelitian disertasinya, Ahmadi menemukan bahwa Politik hukum pengaturan pemilihan kepala daerah dalam UUD NRI 1945 dinyatakan sebagai bagian dari rezim pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang sekaligus berimplikasi pada interpretasi norma pasal 18 (4) secara tidak tepat. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya inkonsistensi pada beberapa perkara seperti: pengaturan pada level undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi, aktor pemilihan kepala daerah, manajemen pelaksanaan pemilihan kepala daerah, lembaga penyelenggara pemilihan kepala daerah dan penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah.

Lebih lanjut, Ahmadi mengusulkan sebuah konstruksi agar pengaturan pemilihan kepala daerah di Indonesia kedepannya dilakukan secara langsung, terbuka dan berjenjang.

Ahmadi juga merekomendasikan untuk melakukan rekonstruksi pengaturan pemilihan kepala daerah pada level undang-undang, membentuk peradilan khusus pemilihan kepala daerah dan melaksanakan pemilihan  secara langsung, terbuka, berjenjang dengan melibatkan Parpol, DPRD dan KPU.

Selama sesi ujian berlangsung, Ahmadi dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan dapat mempertahankan argumentasi dalam disertasinya. Dr. Ahmadi, S.H.I., M.H. sekarang resmi menyandang gelar doktor hukum ke 177 yang lulus dari program studi hukum program doktor FH UII.

Di akhir sesi ujian, Promotor (Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum) memberikan selamat dan mendoakan agar ilmu yang diperoleh berkah dan bermanfaat untuk agama dan bangsa. Promotor juga berpesan agar Dr. Ahmadi, S.H.I., M.H  terus berkontribusi dan kritis terhadap perkembangan keilmuan hukum tata negara.

PENGUMUMAN MATA KULIAH PEMAGANGAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Diberitahukan kepada seluruh Mahasiswa Key-in Mata Kuliah Pemagangan Semester Ganjil TA. 2024/2025

Diberitahukan kepada mahasiswa/i key-in mata kuliah pemagangan

Sehubungan dengan rangkaian pelaksanaan kegiatan Mata Kuliah Pemagangan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia pada Semester Ganjil Tahun Akademik 2024/2025, Oleh karena itu kepada mahasiswa Fakultas Hukum UII yang telah melakukan key-in pemagangan pada semester ganjil, dan akan registrasi untuk pemagangan. Dihimbau untuk memperhatikan informasi Mata Kuliah Pemagangan yang terdapat pada:

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Sehubungan dengan rangkaian pelaksanaan kegiatan Mata Kuliah Pemagangan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia pada Semester Ganjil TA. 2024/2025, kepada mahasiswa Fakultas Hukum UII yang telah melakukan key-in mata kuliah pemagangan pada semester ganjil, berikut pengumuman pembagian waktu pemagangan yang terdapat pada:

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Adapun jadwal informasi registrasi untuk Pemagangan di Semester Berjalan (Reguler) sebagai berikut:

 

Jadwal informasi registrasi untuk Pemagangan di Semester Berjalan (Mandiri) sebagai berikut:

Demikian informasi ini kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

CATATAN :

  1. Registrasi Pemagangan wajib dilakukan secara online melalui DIKTUM PEMAGANGAN (https://portal.law.uii.ac.id/).
  2. Bagi Mahasiswa Pemagangan Reguler :
    a) Agar memilih Instansi pemagangan sesuai dengan Mata Kuliah Kemahiran
    Hukum (MKKH)/ Mata Kuliah Wajib Keprodian yang telah atau sedang tempuh.
    b) Pemilihan instansi yang tidak sesuai dengan ketentuan diatas,
    akan ditempatkan di Instansi sesuai Kebutuhan dan kompetensi.
  3. Bagi Mahasiswa Pemagangan Mandiri :
    a) Mahasiswa Pemagangan Mandiri, yang membutuhkan Surat Pengantar
    Pelaksanaan Magang dari Kampus, dapat mengisi Formulir Permohonan
    Magang Mandiri pada DIKTUM.
    b) Mahasiswa pemagangan Mandiri yang ingin menambahkan Instansi saat
    registrasi online wajib menghubungi Admin Pemagangan.
  4. Pemagangan SETELAH UAS: mahasiswa yang namanya terdaftar di pelaksanaan Pemagangan SETELAH UAS tidak diperkenankan mengambil Mata Kuliah Pemagangan dan KKN secara bersamaan.
  5. Mahasiswa pemagangan yang tidak melakukan registrasi dan tidak mengunggah berkas sampai dengan tanggal yang telah ditentukan maka DIANGGAP TIDAK MENGIKUTI mata kuliah Pemagangan dan mendapat Nilai F.

Narahubung :

  • Admin Pemagangan –> 0858 7525 0408 (WhatsApp)
  • Sekretariatan Pemagangan
    Unit LKBH FH UII Kampus Terpadu Lantai I Sisi Selatan Sebelah Timur di samping Ruang
    Prof. Budi Agus Riswandi, S.H., M. Hum.
  • Social Media : Instagram @lkbhfhuii

Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dengan bangga mempersembahkan:

Seminar Nasional dan Call for Paper dengan tema Peran dan Kontribusi Indonesia dalam Perkembangan Hukum Internasional Kontemporer yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 September 2024 dengan pembicara sebagai berikut,

Keynote speaker: Prof. Jawahir Thontowi, S.H., Ph.D.
Panelists:
•⁠ ⁠H.E. Dr. Arief Havas Oegroseno, S.H., M.H.
•⁠ ⁠Prof. Dr. Dewa Gede Sudika Mangku, S.H., LL.M.
•⁠ ⁠Prof. Dr. Sefriani, S.H., M.Hum.
•⁠ ⁠Christopher Michael Cason, B.A., J.D., LL.M.
Moderator: Prof. Dra. Sri Wartini, S.H., M.Hum., Ph.D.

Kami mengharapkan submisi abstrak dan artikel dari rekan-rekan akademisi dan praktisi Hukum Internasional untuk didiseminasikan secara luring maupun hybrid. Artikel terpilih akan diterbitkan di Jurnal Nasional Terakreditasi SINTA-2, Jurnal Internasional dan Prosiding Nasional ber-ISSN.

Agenda ini tidak dipungut biaya apapun. Jika ada pertanyaan, dapat disampaikan melalui narahubung yang tersedia.

Link Pendaftaran : https://bit.ly/seminarHI2024

Kami tunggu partisipasi rekan-rekan semua, sampai berjumpa di Gedung Fakultas Hukum UII!

Menyusuri Ruang Toleransi Beragama di Kampus Islam: Dakwah Digital oleh Dosen Fakultas Hukum UII. Bersama Dr. Jamaludin Ghafur, S.H., M.H. dan Ari Wibowo, S.HI., S.H., M.H., kita eksplorasi nilai-nilai toleransi dalam konteks keislaman di era digital.

Oleh: Wahyu Nurindah Kharisma – 22410756

Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Pendahuluan 

Kemajuan teknologi pada era modern ini menjadi sebuah keberuntungan sekaligus menjadi sebuah kesialan peradaban dunia, pasalnya di era digital ini membuat dunia semakin chaos karena banyak masyarakat/penduduk yang belum menguasai dasar-dasar kebenaran media digital, namun disisi lain bagi masyarakat/penduduk yang bisa menguasai media digital ini juga turut andil dalam membuat kekacauan di dunia karena mereka cenderung memanfaatkan media digital ini untuk hal-hal yang negatif. Hal-hal negatif di sini contohnya  menggunakan media digital untuk penipuan online, perdagangan organ manusia dengan membuat dark web, menghack `situs instansi Pemerintahan/Bank, dan kasus yang paling menonjol dan menjadi darurat bagi Negara kita saat ini adalah maraknya judi online terutama di kalangan pemuda Indonesia. Dilansir dari Kompas.com, menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahtanto mengatakan terdapat 2,37 juta Warga Negara Indonesia yang menjadi korban dari judi online. Terdapat 2% pemain dengan total 80.000 penduduk usia di bawah 10 tahun, terdapat 11% pemain dengan total kurang lebih 440.000 penduduk usia 10-20 tahun, kemudian sebanyak 13% pemain dengan total 520.000 penduduk berusia 21-30 tahun, dan persentase tertinggi diduduki oleh pemain dengan rentang usia 30-50 tahun yaitu sejumlah 40% dengan total 1.640.000 penduduk. Dari data kasus judi online di atas disimpulkan oleh Menko Polhukam bahwa 80% pemain tersebut merupakan penduduk kalangan menengah ke bawah.

Fenomena judi online merupakan suatu bentuk permasalahan sosial yang telah ada sejak zaman dahulu. Hal ini selain bertentangan dengan norma sosial dalam masyarakat, perjudian juga memberikan dampak buruk dalam kehidupan pribadi maupun kelompok masyarakat. Hingga sekarang seiring berkembangnya zaman dan banyaknya pengguna alat elektronik berbasis internet, perjudian yang dahulu kala dilakukan secara manual sekarang di ekstrak menjadi Perjudian online. Perjudian Online adalah  permainan yang dilakukan menggunakan uang sebagai taruhan dengan ketentuan permainan serta jumlah taruhan yang ditentukan oleh pelaku perjudian online serta menggunakan media elektronik dengan akses internet sebagai perantara.

Pemerintah dalam fungsinya sebagai pengawasan sosial (social control) telah menetapkan aturan-aturan mengenai perjudian dalam Peraturan Perundang-undangan yaitu di antaranya terdapat dalam Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 bis Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan sanksi pidananya diperberat dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Sedangkan kebijakan Pemerintah pada Perjudian Online diatur dalam Ketentuan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Lantas yang menjadi permasalahan di sini bukanlah Dasar Hukum untuk mengadili perkara judi online tersebut, tetapi bagaimana usaha Pemerintah sekaligus bagaimana peran masyarakat untuk memberantas dan mencegah problematik judi online ini sehingga Indonesia tidak semakin chaos karena permasalahan judi online. Dalam hal ini penulis memutuskan untuk membahas bagaimana Optimalisasi Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Pemberantasan Kasus Judi Online di Era Digitalisasi.

Pembahasan 

Urgensi dilakukannya pemberantasan terhadap maraknya kasus judi online

Pada dasarnya perjudian ataupun judi online atau apapun bentuknya sudah dilarang oleh Pemerintah bahkan sejak dahulu kala. Kemudahan akses internet merupakan penyebab utama semakin maraknya judi melalui situs online saat ini di Indonesia. Judi online merupakan persoalan serius yang membutuhkan perhatian tersendiri atau khusus dari Pemerintah Indonesia. Pasalnya apabila dibiarkan begitu saja hal ini akan menjadikan Negara krisis SDM, karena aktor utama dari judi online ini adalah para pemuda-pemuda Indonesia yang sebenarnya dibebani tanggung jawab untuk memajukan dan mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia. Namun faktanya mereka sekarang hancur dan bahkan bisa dianggap minim semangat untuk memajukan dan mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia hanya karena kecanduan judi online.

Namun perlu diingat meskipun pemberantasan judi online ini dianggap urgensi dan harus segera diberantas oleh negara, tetapi pemberantasan judi online di Indonesia cukuplah berat karena situs atau aplikasi yang terus bermunculan dengan nama yang berbeda meskipun aksesnya telah ditutup oleh KOMINFO. Hal ini menjadikan tantangan tersendiri bagi Pemerintah agar memberikan perhatian khusus terhadap pemberantasan judi online tersebut.

Peran Pemerintah dan masyarakat guna mendukung pelaksanaan pemberantasan kasus judi online 

Menurut Hardiyanto Kenneth dalam tesisnya, yang berjudul “Tindak Pidana Perjudian Online Melalui Media Internet”, terdapat 2 faktor lain yang melatar belakangi perkembangan judi online di Indonesia yaitu upaya preventif yang dilakukan Pemerintah masih minim, hal ini dapat dilihat dari terdapat ribuan situs judi online yang masih beroperasi dimana mereka secara terang-terangan memasang iklan pada mesin pencarian. Dan yang kedua kemudahan akses fasilitas perbankan saat ini disalahgunakan pelaku judi online untuk melakukan transaksi judi online itu sendiri.

Pemerintah Indonesia saat ini berusaha sekuat tenaga melakukan berbagai upaya dalam memberantas judi online. Dilansir dari CNN Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa pemberantasan judi online membutuhkan kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan pemblokiran rekening, dan pelaporan pada pihak berwenang. Presiden Joko Widodo juga memerintahkan untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk memberantas kasus judi online, yang kemudian ditindaklanjuti melalui Keputusan Presiden Nomor 21 tahun 2024. Selama periode 17 Juli 2023 hingga 23 Juli 2024, Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika telah melakukan pemutusan akses terhadap 2.645.081 konten perjudian online. Kementerian Kominfo juga telah mengajukan pemblokiran atas 573 akun e-wallet dan 6.199 rekening bank yang berkaitan dengan judi online kepada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Mengenai penyusupan konten judi online di situs pemerintah dan lembaga pendidikan, Kementerian Kominfo telah menangani 23.616 sisipan halaman judi di situs pemerintah dan 22.205 di situs lembaga pendidikan. Kementerian Kominfo juga telah mengidentifikasi dan menyerahkan 20.595 kata kunci terkait judi online kepada Google dan 3.961 kata kunci kepada Meta untuk ditangani. Upaya ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas judi online dan melindungi masyarakat dari dampak negatif aktivitas ilegal. Pemerintah saat ini mengklaim bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan di atas mampu menurunkan akses masyarakat ke situs judi online sebesar 50%.

Selain peran Pemerintah, pemberantasan dalam kasus judi online ini sendiri juga memerlukan peran dari masyarakat. Dimana tanpa adanya peran dari masyarakat semua upaya ataupun peraturan yang dibuat Pemerintah tidak akan pernah terlaksana dengan baik. Sehingga dibutuhkan sebuah kesadaran hukum sekaligus kesadaran sosial yang cukup tinggi dari masyarakat untuk mengetahui bahwa judi online ataupun perjudian sangat merugikan diri sendiri ataupun kelompok dan Bangsa Indonesia. Pasalnya ketika masyarakat melakukan judi online mereka mengeluarkan uang sebagai bentuk depo untuk taruhan, dan apabila mereka kalah dalam taruhan tersebut maka uang tersebut lenyap atau hangus. Di mulai dari uang yang habis tersebut maka akan berdampak pada emosional, perekonomian dan kesehatan mental.

Dengan berbagai penjelasan dari penulis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberantasan judi online memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah untuk menghindari chaos Negara karena maraknya kasus judi online akan menyebabkan pemuda Indonesia krisis SDM dan ekonomi. Pemerintah Indonesia saat ini mengklaim penurunan akses judi online sekitar 50% atas dasar upaya dari dilakukannya pembentukan Satgas berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024.  Kemudian dalam hal pemberantasan ini diperlukan juga peran dari masyarakat dengan menumbuhkan terhadap diri sendiri mengenai sebuah kesadaran hukum sekaligus kesadaran sosial agar menghindari judi online yang dapat merusak generasi emas Indonesia sekaligus menghancurkan kesehatan mental dan ekonomi masyarakat Indonesia kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA 

  • Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penerbitan Perjudian.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

  • Tesis 

Hardiyanto Kenneth. (2013). Tindak Pidana Perjudian Online Melalui Media Internet.     Jakarta: Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK). 

  • Jurnal 

Agus Rodani. (2022). Judi Online, Penyakit Sosial Yang Sulit Diberantas. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. 

  1. Suhendra. (2018). Tinjauan tentang Judi Online. E-Journal Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 18. 
  • Berita 

Nirmala Maulana Achmad dan Dani Prabowo. (2024). Ada 2,37 Juta Pelakuk Judi Online, 80.000 di Antaranya Berusia di Bawah 10 Tahun [Berita Online Kompas.com].

tersedia di situs : https://nasional.kompas.com/read/2024/06/19/19141101/ada-237-juta-pelaku-judi-online-80000-di-antaranya-berusia-di-bawah-10-tahun

Tim CNN Indonesia. (2024). Judi Online Jerat 2,7 Juta Warga RI, Mayoritas Anak Muda [Berita Online CNN Indonesia].

tersedia di situs : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20240419204045-192-1088301/judi-online-jerat-27-juta-warga-ri-mayoritas-anak-muda

Handoyo. (2024). Pemerintah Klaim Berhasil Turunkan Akses Masyarakat ke Situs Judi Online Sebesar 50% [ Berita Online Kontan.co.id].

tersedia di situs : https://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-klaim-berhasil-turunkan-akses-masyarakat-ke-situs-judi-online-sebesar-50.

 

Oleh: Almaira Faza Syahida – 23410133

Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Pendahuluan

Perizinan usaha dan AMDAL merupakan komponen krusial dalam proses pendirian sebuah usaha atau bisnis. Perizinan usaha memastikan bahwa kegiatan ekonomi berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku, sementara AMDAL dampak yang akan ditimbulkan pada lingkungan dari proyek tersebut. Keduanya bertujuan untuk memastikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Sering kali, proses perizinan dan AMDAL tidak berjalan seiring, sehingga izin tidak dapat diterbitkan jika AMDAL tidak memenuhi persyaratan.

Seperti, isu beberapa tahun terakhir, banyak pengalihan fungsi lahan lindung dengan pemberian izin untuk mendirikan usaha pada kawasan tersebut. Proses perizinan yang dipermudah, seringkali tanpa memperhatikan aspek lingkungan secara konservatif, telah memicu kekhawatiran bahwa kawasan lindung menjadi semakin rentan untuk dieksploitasi. AMDAL merupakan substansi penting dalam sahnya perizinan suatu usaha yang kini rentan untuk dikesampingkan. Fenomena ini tampak nyata dalam kasus-kasus pembukaan lahan untuk usaha yang dilakukan oleh oknum investor yang mendirikan usaha diatas lahan atau kawasan yang dilarang.

Isu beberapa waktu lalu usaha yang dimiliki oleh artis terkenal Raffi Ahmad di Gunung Kidul telah menjadi sorotan bagi aktivis pemerhati lingkungan.  Proyek ini, yang mencakup pembangunan fasilitas pariwisata besar, dapat merusak keseimbangan alam di kawasan batuan kapur yang berada di Gunung Kidul yang merupakan kawasan yang dilindungi. Diduga pembangunan bisnis tersebut tidak memenuhi syarat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Oleh karena itu, sangat penting untuk meninjau kembali kebijakan perizinan ini dan memastikan bahwa setiap langkah dalam proses pengembangan ekonomi tidak mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang dilindungi.

Pembahasan

      1. Kemudahan Perolehan Izin dari Pejabat Setempat

UU Ciptaker memperkenalkan konsep perizinan berbasis risiko, yang membagi jenis usaha berdasarkan tingkat risiko yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan kesehatan Berdasarkan tingkat risiko ini, persyaratan AMDAL dapat bervariasi:

  1. Usaha Risiko Rendah: Usaha dengan risiko rendah tidak diwajibkan untuk memiliki AMDAL, cukup dengan persyaratan yang lebih ringan seperti dokumen lingkungan yang lebih sederhana.
  2. Usaha Risiko Menengah: Usaha yang masuk dalam kategori risiko menengah wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), yang merupakan bentuk pengelolaan lingkungan yang lebih sederhana dibandingkan AMDAL.
  3. Usaha Risiko Tinggi: Usaha dengan risiko tinggi tetap diwajibkan untuk menyusun AMDAL yang komprehensif.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dalam sistem hukum Indonesia awalnya diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009. Namun, regulasi ini mengalami perubahan setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam undang-undang ciptaker, substansinya dinilai kurang memberikan perhatian pada partisipasi publik. Persyaratan seperti adanya partisipasi publik untuk penerbitan AMDAL sering kali diabaikan demi kelancaran pembangunan di kawasan lindung.

Selain permasalahan dalam persyaratan AMDAL, dalam UU Ciptaker yang membahas soal perizinan juga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi kesewenang-wenangan pejabat dalam proses penerbitan izin. Diskresi dalam Penerbitan Izin memberikan kewenangan lebih besar kepada pejabat pemerintah untuk mengambil keputusan dalam penerbitan izin usaha. Hal ini bisa berpotensi menimbulkan keputusan yang tidak transparan dan mengarah pada praktik korupsi dan kolusi. Selain itu, proses perizinan yang lebih cepat seringkali mengabaikan partisipasi publik yang memadai. Padahal, keterlibatan masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa dampak lingkungan dan sosial dari sebuah proyek dapat diminimalisir. Kurangnya pengawasan dan hukum yang kuat dapat menjadi celah yang dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan izin.

  1. Problematika yang timbul

Pengabaian AMDAL dan kelonggaran izin menyebabkan dampak serius seperti kerusakan lingkungan, ketidakadilan sosial, rusaknya ekosistem alami, dan hilangnya kepercayaan publik. Tanpa penilaian lingkungan yang memadai, proyek pembangunan bisa menimbulkan konflik sosial, mengancam manfaat keberlanjutan, serta hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Pengabaian terhadap aspek-aspek ini juga dapat memperburuk masalah krisis iklim, karena pembangunan yang tidak terkendali seringkali meningkatkan emisi gas rumah kaca dan mempercepat perubahan iklim. Selain itu, proses perizinan yang tidak transparan dan akuntabel menjadi celah praktik korupsi, yang pada akhirnya merugikan perekonomian negara. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat pelaksanaan AMDAL dan memastikan proses perizinan yang ketat dan transparan demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

3. Kebijakan dan Solusi

Agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam pemberian izin usaha di kawasan lindung, pemerintah dapat menerapkan beberapa kebijakan sebagai berikut. Pertama, meningkatkan penegakan hukum dengan memberikan sanksi tegas atas pelanggar perizinan izin usaha kawasan lindung. Kedua, membuat proses perizinan lebih transparan dan akuntabel dengan melibatkan pemangku kepentingan seperti masyarakat lokal, organisasi lingkungan, dan lembaga independen. Ketiga, meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan izin usaha kawasan lindung agar sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak merusak lingkungan. Selanjutnya, melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan izin usaha di kawasan lindung untuk memastikan bahwa suara mereka terdengar dan kekhawatiran mereka terpenuhi. Seluruh izin usaha kawasan lindung juga harus melalui evaluasi AMDAL yang ketat dan transparan, dengan memperhitungkan dampak lingkungan jangka panjangnya.

Daftar Pustaka

Luhukay, Roni Sulistyanto. “Penghapusan Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Dalam Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja.” Jurnal Meta-Yuridis 4.1 (2021).

Herlina, Nina, and Ukilah Supriyatin. “Amdal Sebagai Instrumen Pengendalian Dampak Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan Dan Berwawasan Lingkungan.” Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 9.2 (2021): 204-218

Prianto, Yuwono, et al. “Penegakan Hukum Pertambangan Tanpa Izin Serta Dampaknya  Terhadap Konservasi Fungsi Lingkungan Hidup.” Bina Hukum Lingkungan 4.1 (2019): 1-20.