[KALIURANG]; Pada Selasa (7/1), Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) menyelenggarakan kegiatan akademik bermutu tinggi melalui Kuliah Intensif dengan tema “Urgensi Pembentukan Alat Kelengkapan Panitia Khusus (Pansus) Sebelum Tahap Pengambilan Keputusan dalam Pembahasan Rancangan Undang-Undang”. Acara ini berlangsung di Ruang Auditorium Lantai 4, FH UII, dan dimulai pada pukul 08.30 WIB.

Acara tersebut dibuka oleh Ketua Pusdiklat FH UII, Dr. Inda Rahadiyan, S.H.,M.H. Dalam sambutannya Ketua Pusdiklat menyampaikan bahwa kuliah intensif ini merupakan bentuk kontribusi FH UII dalam mempersiapkan generasi muda yang memiliki pemahaman mendalam terkait proses legislasi di Indonesia. Dengan menghadirkan narasumber berpengalaman, kegiatan ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan praktis sekaligus strategis kepada mahasiswa.

Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber berpengalaman antara lain Dr. (Can.) Muhammad Aga Sekamdo, S.IP., M.B.A. Tenaga Ahli Anggota DPR RI Fraksi PKS dan Moch Decky Apriadi, S.IP. Tenaga Ahli Anggota DPR RI Fraksi PAN. Selain itu, acara dipandu oleh moderator Dian Kus Pratiwi, S.H., M.H., dosen departemen Hukum Tata Negara FH UII.

Materi yang disampaikan oleh Dr. (Can.) Muhammad Aga Sekamdo, S.IP., M.B.A., Rancangan Undang-Undang (RUU) adalah produk legislasi utama yang dibahas di DPR. Prosedur ini diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 dan Tata Tertib DPR. Panitia Khusus (Pansus) berperan dalam pembahasan mendalam dan memberikan rekomendasi kepada DPR. Dalam pembicaraan tingkat I pembahasan substansi oleh alat kelengkapan DPR; Meliputi rapat kerja, mendengarkan pendapat, dan penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM) bersama pemerintah. Dalam pembicaraan Tingkat II Dilakukan dalam rapat paripurna untuk pengambilan keputusan akhir.

Kemudian materi disampaikan oleh Moch Decky Apriadi, S.IP. menjelaskan Legislasi atau proses pembentukan undang-undang sekaligus undang-undang itu sendiri adalah satu bagian dari keseluruhan sistem hukum yang secara spesifik membahas proses pembentukan serta substansi undang-undang. Proses legislasi berkualitas adalah rangkaian tahapan yang transparan, partisipatif, dan berlandaskan prinsip-prinsip hukum serta keadilan dalam proses penyusunan, pembahasan, dan pengesahan undang-undang. Salah satu fungsi utama DPR RI adalah fungsi legislasi, selain fungsi anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. Legislasi sendiri ialah proses pembentukan undang-undang sekaligus undang-undang itu sendiri. Maka para pakar mendefinisikan Legislasi adalah satu bagian dari keseluruhan system hukum yang secara spesifik membahas proses pembentukan serta substansi undang-undang.

Setelah sesi penyampaian materi, mahasiswa diberikan kesempatan bertanya kepada pemateri secara langsung. Beberapa mahasiswa menunjukkan antusiasnya yang ditunjukkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada pemateri baik yang bersifat praktis dan teoritis. Acara  ini tidak hanya menjadi sarana pembelajaran, tetapi juga ajang berbagi pengalaman antara praktisi dan akademisi, sehingga mahasiswa memperoleh pemahaman holistik mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

FH UII terus berkomitmen untuk menyelenggarakan kegiatan yang relevan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Kuliah Intensif ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa mengenai pentingnya pembentukan alat kelengkapan Pansus dalam proses legislasi, khususnya pada tahap pembahasan rancangan undang-undang. Acara ini diwajibkan bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah Peraturan Perundang-Undangan di FH UII, namun tetap terbuka untuk seluruh mahasiswa FH UII yang ingin berpartisipasi.

[KALIURANG]; Sebagai penutup akhir tahun 2024, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) mengadakan Seminar Nasional bertajuk “Refleksi Penegakan Hukum Tahun 2024: Catatan, Evaluasi, dan Rekomendasinya ke Depan,” yang diikuti oleh sivitas akademik FH UII dan mahasiswa se-DIY. Seminar ini diadakan pada hari Jumat (13/12/2024) di Auditorium FH Lantai 4 dengan menghadirkan para narasumber yang luar biasa.

Narasumber seminar kali ini menghadirkan Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) periode 2019-2024, Prof. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U.  sebagai keynote speaker. Selain itu narasumber lainnya yakni Dr. Mudzakkir, S.H., M.H. selaku Dosen FH UII, Faras Fajri Fadhillah selaku peneliti dari Indonesia Center of Law (ICEL), Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA. selaku Peneliti Utama Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Seminar ini dibuka dengan sambutan dari Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. sebagai permulaan. Beliau menyampaikan bahwa penegakan hukum di Indonesia belum menemukan titik terang dan justru kian lama makin memburuk. Ia berharap dengan adanya kegiatan seminar tahunan ini menjadi bentuk ikhtiar mencari cara untuk kemajuan hukum Indonesia yang lebih baik.

“Saya berharap dengan acara rutin kita setiap tahun yang dilaksanakan dengan kegiatan refleksi di akhir tahun (tentang) penegakan hukum di negara kita. Setidaknya kita mencoba mencari lebih tahu tentang bagaimana sebenarnya situasi penegakan hukum di negara kita sebenarnya. Di samping kita juga bisa lebih tahu, tentu kita sebagai insan-insan hukum di Indonesia bisa terus berupaya bagaimana supaya hukum dan penegakan hukum di Indonesia itu bisa kita dorong ke arah yang lebih baik.” ungkapnya.

 

Kemudian dilanjutkan oleh Prof. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U. selaku keynote speaker pada seminar nasional akhir tahun ini. Prof. Mahfud mengajak seluruh masyarakat untuk meningkatkan asa untuk masa depan hukum Indonesia dengan berjuang memperjuangkan demokrasi. Menurutnya, potensi dan kesempatan untuk berkembang harus diperjuangkan demi kelangsungan negara hukum Indonesia di mata dunia.

Narasumber kedua, Dr. Mudzakkir, S.H., M.H. menyatakan terkait banyaknya penyelewengan penegakan hukum oleh para oknum penegak hukum. Menurutnya para oknum penegak hukum dalam menjalankan tugasnya banyak menyeleweng dari prinsip-prinsip hukum, salah satunya dalam teori pembuktian. Beliau juga mengaku pesimis terkait penegakan hukum di Indonesia jika melihat kondisi saat ini, namun tetap berharap lebih baik kedepannya. “Agaknya sulit berbicara hukum zaman sekarang karena pada praktiknya berbeda,” ujarnya. Ia juga menambahkan agar menggantikan subordinasi hukum dengan penegakan supremasi hukum.

Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA. selaku pengamat politik lebih menekankan penegakan moral dalam praktik penegakan hukum. Beliau menyatakan bahwa Prabowo Subianto selaku Presiden Republik Indonesia saat ini agar dapat menjadi suri teladan dalam penanaman moral etika politik. Menurutnya, apabila hukum di negeri ini tidak dibangun moral dan asasnya, maka penegakan hukum di Indonesia tak akan tercapai. Maka dari itu beliau menekankan pembenahan etika politik sebagai dasar penegakan hukum di Indonesia. “Kalau moral dan asasnya tidak dibangun, mau bangun apanya kalau dasarnya saja tidak dibangun,” ungkapnya.

Peneliti ICEL, Faras Fajri Fadhillah menutup seminar ini dengan membahas penegakan hukum lingkungan. Beliau menampilkan data-data penegakan hukum yang masih kurang dan berdampak pada lingkungan. Menurutnya sebaiknya perlu adanya perbaikan hukum dalam ranah lingkungan dengan dua cara. Pertama, Memperketat aturan untuk usaha yang mengeksploitasi sumber daya alam. Kedua, memperkuat aparat penegak hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan sumber daya alam.

 

PENGUMUMAN PENEMPATAN PEMAGANGAN SEMESTER GANJIL

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Diberitahukan kepada Mahasiswa Key-in Mata Kuliah Pemagangan Semester Ganjil TA. 2024/2025 (Periode Pasca UAS)

Sehubungan dengan rangkaian pelaksanaan kegiatan Mata Kuliah Pemagangan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia pada Semester Ganjil TA. 2024/2025, kepada mahasiswa Fakultas Hukum UII yang telah melakukan key-in matakuliah pemagangan pada semester ganjil, berikut pengumuman penempatan pemagangan.

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Demikian informasi ini kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

CATATAN :

  1. Registrasi Pemagangan wajib dilakukan secara online melalui DIKTUM PEMAGANGAN (https://portal.law.uii.ac.id/).
  2. Bagi Mahasiswa Pemagangan Reguler :
    a) Agar memilih Instansi pemagangan sesuai dengan Mata Kuliah Kemahiran
    Hukum (MKKH)/ Mata Kuliah Wajib Keprodian yang telah atau sedang tempuh.
    b) Pemilihan instansi yang tidak sesuai dengan ketentuan diatas,
    akan ditempatkan di Instansi sesuai Kebutuhan dan kompetensi.
  3. Bagi Mahasiswa Pemagangan Mandiri :
    a) Mahasiswa Pemagangan Mandiri, yang membutuhkan Surat Pengantar
    Pelaksanaan Magang dari Kampus, dapat mengisi Formulir Permohonan
    Magang Mandiri pada DIKTUM.
    b) Mahasiswa pemagangan Mandiri yang ingin menambahkan Instansi saat
    registrasi online wajib menghubungi Admin Pemagangan.
  4. Pemagangan SETELAH UAS: mahasiswa yang namanya terdaftar di pelaksanaan Pemagangan SETELAH UAS tidak diperkenankan mengambil Mata Kuliah Pemagangan dan KKN secara bersamaan.
  5. Mahasiswa pemagangan yang tidak melakukan registrasi dan tidak mengunggah berkas sampai dengan tanggal yang telah ditentukan maka DIANGGAP TIDAK MENGIKUTI mata kuliah Pemagangan dan mendapat Nilai F.

Narahubung :

  • Admin Pemagangan –> 0858 7525 0408 (WhatsApp)
  • Sekretariatan Pemagangan
    Unit LKBH FH UII Kampus Terpadu Lantai I Sisi Selatan Sebelah Timur di samping Ruang
    Prof. Budi Agus Riswandi, S.H., M. Hum.
  • Sosial Media : Instagram @lkbhfhuii

SIARAN PERS
Nomor: 08/SP/I/2025

 

PERNYATAAN PUSAT STUDI HUKUM KONSTITUSI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM IDONESIA (PSHK FH UII)
TERHADAP
“PUTUSAN MK TENTANG PEMBATALAN PRESIDENTIAL THRESHOLD”

 Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan Hormat,
Rekan Media

Kamis, 2 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus perkara No. 62/PUU-XXII/2024 sebagai ikhtiar dalam melestarikan demokrasi di Indonesia. PSHK FH UII memberikan catatan sekaligus pencerahan kepada publik, sebagai berikut:

  1. Putusan MK yang menghapuskan ambang batas minimal presentase 20% dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) membawa angin segar bagi pelaksanaan demokrasi dan keteguhan konstitusi di Indonesia karena Putusan ini mengembalikan hak seluruh partai politik peserta Pemilihan Umum (Pemilu) dan kedaulatan rakyat serta hak politik warga negara karena sebelumnya dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ditawarkan kepada pemilih.
  2. Meskipun terdapat fakta bahwa presidential threshold telah diterapkan dalam penyelenggaraan 5 Pemilu dan telah diputus MK sebanyak 33 kali judicial review, tetapi upaya MK dalam merubah pendiriannya yang sebelumnya memaknai presidential threshold sebagai bagian dari open legal policy dan menganggapnya konstitusional, oleh karena konsep judicial review di Indonesia sejatinya tidak selalu menghendaki MK untuk selalu terjebak pada pilihan konservatisme yang hanya menekankan pada aspek kepastian hukum tetapi menyediakan alternatif progresivisme untuk mencapai keadilan subtantif, sehingga upaya perubahan pendirian MK pada perkara ini harus dimaknai sebagai ikhtiar dalam menegakkan konstitusi.
  3. Bahwa Putusan ini memiliki mandat konstitusional bagi pembentuk undang-undang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU 7/2017) dengan cara rekayasa konstitusional (constitutional engineering) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
    1. Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden;
    2. Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional;
    3. Dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih;
    4. Partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya; dan
    5. Perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Terhadap beberapa catatan di atas, PSHK FH UII menyatakan dan/atau merekomendasikan:

  1. kepada Mahkamah Konstitusi, memberikan apresiasi dan MK harus tetap menjadi Guardian of Constitution and Democracy dengan memberikan Putusan-Putusan yang menghadirkan rasa keadilan dan melestarikan prinsip konstitusionalisme dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945.
  2. kepada Pembentuk Undang-Undang, untuk mempedomani Putusan MK tentang presidential threshold dan tidak melakukan manuver-manuver yang mengingkarinya. Bahkan jika terdapat langkah-langkah untuk menganulir Putusan MK tersebut berarti Pembentuk Undang-Undang sama saja telah melakukan pelanggaran konstitusi karena sengaja dan abai dengan Putusan MK.
  3. Kepada Partai Politik untuk dapat memanfaatkan dengan memperisapkan calon presiden dan wakil presiden dari kader terbaiknya berdasarkan kinerja, pengalaman, dan sosok yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, bukan karena pertimbangkan pragmatis semata.
  4. kepada seluruh lembaga negara, agar tidak menggunakan hukum sebagai tameng kepentingan politik dan oligarki semata (autocratic legalism) dan tetap melanjutkan komitmennya dalam penyelenggaraan pesta demokrasi yang substansial.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jum’at, 3 Januari 2025

 

 

Retno Widiastuti
(Peneliti PSHK FH UII)