Oleh: Bagus Putra Handika Pradana23410912
Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Reguler Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia 

Mengutip dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Juni 2024 bahwa RUU Perampasan Aset sudah disusun sejak tahun 2008 dan baru masuk di Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2023. RUU ini sangat krusial karena sebagai formulasi aturan hukum pidana khusus terkait perampasan aset, RUU ini diharapkan bisa membantu pemberantasan korupsi. Konsep perampasan aset diperkirakan mampu untuk memulihkan kerugian negara karena negara menyediakan alternatif untuk menyita dengan paksa keuntungan yang didapatkan dari tindakan korupsi dan pencucian uang. Meninjau prospek positif dari perampasan aset ini, masyarakat sangat mendukung agar DPR segera menjadikan RUU ini prioritas agar cepat disahkan dan   diundangkan karena sampai sekarang masyarakat sudah khawatir banyaknya korupsi yang menjerat para pejabat kerah putih (white collar criminal)

Melihat data dari ICW pada Juni 2023, negara telah mengalami kerugian yang dilakukan oleh pejabat kerah putih terkhusus dalam tindak pidana korupsi, dengan nominal sebanyak Rp 238, 14 triliun. Ditambah dengan adanya korupsi dari PT. Pertamina, PT. Antam, dan BLBI yang telah merugikan negara sebanyak Rp. 1.368,5 triliun. Melihat fakta tersebut pentingnya RUU segera berlaku menjadi hukum positif karena RUU Perampasan aset mempunyai mekanisme yang berbeda dengan peraturan yang lain dalam menyelesaikan kasus korupsi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana akan diharmonisasikan dengan adanya UU Perampasan aset. Walaupun penegak hukum, seperti Jaksa, KPK, dan Polri telah menggunakan tiga peraturan tersebut dalam menangani perkara tipikor tetap saja belum bisa memaksimalkan dalam penyidikan dan pemberian sanksi.

Pasal 6 huruf (f) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan kewenangan bagi KPK dalam melakukan tindakan hukum setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi, pada kasus Lukas Enambe yang meninggal dunia selama persidangan kasasi diajukan, ketika belum ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap maka KPK yang bertanggung jawab atas tindakan hukum perihal korupsi, maka tidak dapat berbuat apapun. Praktik ini memperlihatkan bahwasanya tidak ada kepastian hukum dalam tindakan penyitaan dan meminta mengganti kerugian. Melihat kasus tersebut kita merasa bingung karana kasus itu belum mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap dari hakim karena pelakunya telah meninggal dunia, jelas bahwa KPK tidak mempunyai otoritas dalam melaksanakan perbuatan hukum untuk menyita dan mengganti kerugian yang seharusnya dapat diberlakukan.

Selanjutnya, Jaksa Pasal 18 UU Tipikor menjelaskan bahwa Jaksa dapat mengajukan gugatan perdata untuk mengembalikan kerugian negara yang terjadi karena tindak pidana korupsi. Pengajuan gugatan perdata di pengadilan perdata diharuskan dipisah dengan proses penyelesaian pidana yang sedang berlangsung. Jaksa berwenang untuk menggugat terdakwa atau pihak ketiga yang telah mendapatkan harta hasil korupsi, agar mengganti kerugian yang muncul karena perbuatannya. 

Kemudian, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berperan penting dalam perampasan aset dan selalu dipastikan berhasil dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Polri menjadi garda terdepan ketika mengungkap tindak pidana, mengumpulkan bukti, dan mengamankan aset hasil tindak pidana. Dalam penyelidikan polri dapat bekerja sama dengan KPK dan Kejaksaan ketika ada kasus korupsi yang melibatkan dua negara. Polri berperan ketika ada pelacakan aset yang didapat secara ilegal dan berhak menyita sebagaimana yang diatur pada peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, ada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga berperan penting dalam menganalisis transaksi keuangan yang kurang valid sebelum pemberian laporan kepada penegak hukum. PPATK berperan untuk mencegah dan memberantas pencucian uang dan membantu lembaga penegak hukum dalam menelusuri aset yang berkaitan dengan tidak pidana. Berdasarkan Pasal 65 UU TPPU, perampasan aset diawali dengan pemberhentian transaksi yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan (PJK). Berdasarkan pengamatan penyidik, pengadilan berhak untuk memutuskan terkait harta kekayaan yang diduga didapatkan dari hasil tindak pidana korupsi, maka aset tersebut berhak dikembalikan kepada negara.

Lembaga yang lain, ada pejabat pegawai negeri sipil (PPNS), jika dilihat dari faktor yuridis semua PPNS sekarang sudah mempunyai dasar hukum yang kuat dalam melakukan penyidikan TPPU yang diduga dari tindak pidana asal, PPNS sekarang dapat menyuruh lembaga yang berwenang untuk memblokir rekening dan mengumpulkan bukti, seperti harta kekayaan yang diduga merupakan hasil dari tindak pidana asalnya. Pasal 71 ayat (1) PPTPPU, bahwa “penyidik, penuntut umum, dan hakim berwenang memerintahkan pihak pelapor untuk melakukan pemblokiran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana TPPU. 

Maka dari itu, Pembentukan lembaga ad hoc untuk mengatasi potensi permasalahan yang dapat timbul di masa yang akan datang, terutama dalam implementasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Dalam RUU ini, terdapat lima lembaga yang berwenang melakukan penyidikan, namun mereka semua tidak mempunyai batasan kewenangan yang jelas. Ketidakjelasan tersebut dapat memicu tumpang tindih kewenangan (overlapping function) serta potensi tarik-menarik atau saling merebutkan kasus. Oleh karena itu, keberadaan lembaga ad hoc diharapkan mampu mengurangi dampak dari overlapping function dan konflik kewenangan dalam implementasi RUU Perampasan Aset apabila dapat disahkan dikemudian hari.

Konsep lembaga ad hoc ini mempunyai dua prinsip utama. Pertama, anggota lembaga ad hoc diambil dari perwakilan masing-masing lima lembaga yang telah mempunyai kewenangan berdasarkan undang-undang yang berbeda. Dengan demikian, setiap lembaga tetap berperan dalam proses penyidikan tanpa kehilangan otoritasnya. Kedua, kepemimpinan dalam lembaga ad hoc akan ditentukan oleh Badan Keuangan Negara (BKN). BKN akan menentukan lembaga yang mempunyai kapasitas terbaik untuk memimpin jalannya penyidikan kasus korupsi tersebut. Dengan adanya lembaga ad hoc ini, diharapkan implementasi RUU Perampasan Aset dapat berjalan lebih efektif, transparan, serta menghindari konflik kewenangan yang dapat menghambat proses penyidikan dan penegakan hukum.

Daftar Pustaka

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Tambahan Lembaga Negara Nomor.3874.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010, Tambahan Lembaran Negara Nomor. 5164.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019, Tambahan Lembaran Negara Nomor. 6409.

JURNAL

Arianto, Andhie Fajar. (2024). Peran Lembaga Penegak Hukum Dalam Proses Perampasan Aset, Jurnal USM Law Review, Vol. 7, No. 3, 1609-1610.

Astaman. (2023). Tindakan Penyelidikan Kepolisian Terhadap Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Terkait Dugaan Tindak Pidana Korupsi, Indonesian Journal of Legality of Law, Vol. 6, No. 1.

Afandi. (2018). Profesionalisme Penegak Hukum Terhadap Penetapan Tersangka Setelah Putusan Praperadilan Yang Menyatakan Tidak Sahnya Penetapan Tersangka, Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol. 2, No.2.

Daenunu, Annisa. (2023). Analisis Batas Kewenangan Antara Penyidik Kepolisian Republik Indonesia dan BNN Dalam Melakukan Koordinasi Penyidikan Kasus Tindak Pidana Narkotika, Jaksa: Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Politik, Vol.1, No.4.

Lutfi, Khoirur Rizal dan Retno Anggoro Putri. (2020). Optimalisasi Peran Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi, Undang: Jurnal Hukum,Vol.  3, No.1.

Saputro, Heri Joko dan Tofik Yanuar Chandra. (2021). Urgensi Pemulihan Kerugian Keuangan Negara Melalui Tindakan Pemblokiran Dan Perampasan Aset Sebagai Strategi Penegakan Hukum korupsi, Mizan: Jurnal of Islamic Law, Vol.5, No. 2. 

Tanjung, Zikril Akbar. (2024). Perampasan Aset Pelaku Tindak Pidana Korupsi, National Journal of Law, Vol. 8, No.1.

Sleman, 11 Juni 2025 — Departemen Hukum Administrasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Meneropong Masa Depan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia” di Auditorium Lantai 4 FH UII, Jl. Kaliurang Km. 14,5 Sleman, D.I Yogyakarta. Lebih dari 350 peserta menghadiri kegiatan ini baik secara luring maupun daring. Antusiasme ini dapat diperhatikan dengan dihadirinya pelbagai kalangan mulai dari kalangan aktivis, praktisi, akademisi, birokrat, bahkan purna Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan PMI yang berasal dari pelbagai negara.

Seminar nasional dibuka dengan sambutan Dekan FH UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum. yang menyampaikan bahwa isu PMI merupakan isu strategis karena di samping PMI sebagai penyumbang devisa negara juga menjadi kelompok yang rentan sehingga harus dilindungi oleh negara. “Mudah-mudahan hasil seminar nasional ini menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran (RUU PPMI),” ungkapnya.

Adapun acara ini dipandu oleh Dr. Despan Heryansyah, S.H.I., S.H., M.H., selaku moderator pada seminar nasional ini. Acara seminar nasional ini menghadirkan keynote speaker, Dato Indera Drs. Hermono, M.A yang merupakan Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Malaysia. Sementara, pemaparan materi disampaikan oleh Dr. Ahsanul Minan, selaku Staf Khusus Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; Wahyu Susilo, selaku Direktur Eksekutif Migrant CARE; Eni Lestari Andayani Adi, Tim Kerja Divisi PMI Indonesian Diaspora Network (IDN) Global dan Ketua International Migrants Alliance; serta Mustika Prabaningrum Kusumawati, S.H., M.H., selaku dosen Departemen HAN FH UII.

Dalam speech-nya, Dato Indera Drs. Hermono menyoroti problematika pelindungan PMI di Indonesia disebabkan oleh pandangan pro terhadap penempatan bercokol sejak dahulu. Konsekuensinya PMI hanya dipandang sebagai fungsi ekonomi (economic interest). Oleh sebab itu, PMI harus dipandang sebagai subjek sehingga pelindungan tersebut berbasis pada kacamata harkat dan martabat manusia (human dignity).

“Apabila mengedepankan pandangan penempatan yang hanya berfokus pada Memorandum of Understanding (MoU) maka posisi bargaining power Indonesia lebih lemah dari negara tujuan penempatan, sedangkan bila pelindungan dikedepankan akan memberikan bargaining power Indonesia lebih tinggi sebagaimana praktik di Malaysia,” tegasnya.

Bergeser pada pemaparan materi yang disampaikan oleh Dr. Ahsanul Minan, mengemukakan saat ini sedang terjadi transformasi kelembagaan yang semula BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) menjadi Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI). Lebih lanjut, dalam pemaparannya menegaskan adanya reformasi kebijakan yang berbasis berbasis digitalisasi layanan, peningkatan literasi hukum dan keuangan, hingga integrasi desk pelindungan lintas negara. Sebab, Dr. Ahsanul Minan dalam paparannya menyatakan, “Perlindungan itu bukan soal shelter, tapi sistem. Kita butuh satu sistem yang profesional, responsif, dan empatik terhadap pekerja migran sebagai warga negara penuh, bukan objek kasihan.”

Sementara itu, Eni Lestari dalam forum seminar nasional menyoroti absennya pemerintah dalam memberikan pelindungan PMI selama ini. Eni Lestari menjelaskan permasalahan PMI tidak hanya terjadi pada satu tahap saja melainkan di setiap tahap mulai dari sebelum keberangkatan, saat keberangkatan, bahkan kembali ke negara asal. Hal ini disebabkan oleh lemahnya posisi tawar PMI yang mana diidentikan sebagai pekerja dengan upah yang murah bahkan lebih rendah ketimbang standar upah bagi pekerja lokal di negara tujuan penempatan. Lebih lanjut, Eni Lestari menerangkan fakta realita bahwasanya, “PMI pulang dalam keadaan terluka, tidak punya pekerjaan, dan dianggap ‘bekas buruh’ oleh masyarakatnya sendiri.” Bagi Eni Lestari perlu adanya perubahan UU PPMI yang lebih aspiratif dan partisipatif dengan melibatkan PMI.

Adapun dari sudut pandang Wahyu Susilo menyampaikan adanya lonjakan PMI ini diakibatkan oleh Pandemi COVID-19 yang mendorong terjadinya gelombang migrasi ke pelbagai negara. “Perdagangan orang saat ini meluas di mana sebelumnya menargetkan orang-orang dengan ekonomi lemah, miskin, dan tidak berpendidikan. Kini, berubah menjadi orang-orang yang memili ekonomi memadai, perkoataan, dan berpendidikan. Sebab, korban akan dijadikan sandera oleh pelaku untuk memeras orang tua korban. Selain itu, hal tersebut diperburuk pula dengan inkonsistensi buka tutup keran yang terjadi pada masa pandemi COVID-19,” pungkasnya.

Bahkan menurut Wahyu Susilo, PMI yang sangat rentan ialah mereka yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang didominasi oleh perempuan sehingga kesejahteraannya masih dipertanyakan. Wahyu Susilo menegaskan pentingnya sinkronisasi antar-peraturan perundang-undangan nasional juga dengan konvenan internasional seperti International Labour Organization Covenant Number 189.

Sementara, Mustika Prabaningrum dari sisi akademisi menyoroti gap besar antara idealita dan realita. Idealnya, PMI mendapatkan informasi, pelatihan, kontrak kerja yang adil, dan jaminan keselamatan. Faktanya, banyak yang diberangkatkan secara undocumented, tidak tahu haknya, dan terjebak praktik overcharging. “Reformasi sistem harus dimulai dari hulu, yakni pemberdayaan desa migran dan vokasi yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja global,” tegas Mustika dalam penyampaiannya.

Tidak hanya berhenti pada seminar nasional saja, departemen HAN FH UII juga mengadakan konferensi nasional Call for Paper yang diikuti oleh 29 instansi, seperti Universitas Gadjah Mada, Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indoensia (BRIN), Koordinasi Purna Pekerja Migran Indonesia (KPPMI). Zakiul Fikri, S.H., M.A., LL.M dalam sambutannya selaku Ketua Panitia menyebutkan terdapat 43 paper yang lolos seleksi dari berbagai instansi yang berpartisipasi. 43 paper tersebut dipresentasikan pada kesempatan itu dengan pembagian  2 chamber online, 1 chamber hybrid, dan 2 chamber offline.

Dengan demikian, agenda seminar nasional dan presentasi hasil karya ilmiah ini bersifat inklusif yang dihadiri pelbagai kalangan untuk merefleksikan dan memberikan masukan kepada Pemerintah, kebijakan apa yang tepat untuk memperbaiki pelindungan bagi PMI di masa depan.

[KALIURANG]; Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Periode 2024/2025 resmi dilantik pada Rabu (07/05). Acara pelantikan yang berlangsung khidmat di Auditorium Lantai 4, Gedung FH UII ini menandai pengesahan struktur kepengurusan baru yang siap mengemban amanah selama satu periode kedepan.

Acara diawali dengan pembacaan Surat Keputusan mengenai pengesahan struktur kepengurusan LEM FH UII periode 2024/2025, yang kini dipimpin oleh Muhammad Rayyan Syahbana sebagai Ketua Umum. Ia didampingi oleh Bentarrio sebagai Sekretaris Umum, Aullya Putri Pramitha sebagai Wakil Sekretaris Umum 1, Adhwa Kamilah sebagai Sekretaris Umum 2, Putri Jasmine Azzahra sebagai Bendahara Umum, dan Anggieta Rahma Fadhilah sebagai Wakil Bendahara Umum 1.

Momen penting lainnya adalah serah terima jabatan dari pengurus demisioner LEM FH UII periode 2023/2024 kepada pengurus terpilih periode 2024/2025. Kegiatan ini turut dihadiri oleh tamu undangan dari lingkungan FH UII dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UII periode 2024/2025, serta para anggota DPM FH UII dari periode sebelumnya. Hadir pula Drs. Agus Triyanta, M.A., M.H., Ph.D., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni (KKA) FH UII, beserta sejumlah undangan lainnya.

Ketua Umum LEM FH UII periode 2023/2024, Manfred Abel Alberi, mengawali sambutannya dengan menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan yang telah diberikan selama masa kepengurusannya. Ia berharap kepengurusan yang baru dapat terus mengembangkan LEM FH UII ke arah yang lebih baik, membawa dampak positif, serta tetap berperan sebagai penghubung kebijakan antara lembaga kemahasiswaan dan seluruh elemen kampus. “Organisasi adalah wadah pengembangan diri, bukan arena kompetisi. Saya yakin amanah kepemimpinan kini berada di tangan yang tepat. Semoga pengurus baru dapat memberikan yang terbaik demi pengalaman dan perubahan positif yang menjadi kebanggaan bersama,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum terpilih, Muhammad Rayyan Syahbana dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur dan hormat atas amanah yang diberikan.

“Kami berkomitmen untuk menjalankan roda organisasi LEM FH UII dengan penuh tanggung jawab, melanjutkan program-program baik dari kepengurusan sebelumnya, serta berinovasi untuk memberikan kontribusi yang lebih signifikan bagi mahasiswa dan fakultas. Sinergi dan kolaborasi akan menjadi kunci dalam mewujudkan visi dan misi LEM FH UII,” ungkapnya.

Ketua DPM FH UII, Muh. Gerald Khaidil Fitra, turut menyampaikan ucapan selamat kepada pengurus baru. Ia mengibaratkan LEM FH UII sebagai bahtera yang siap berlayar dengan awak dan nahkoda baru, ia menekankan pentingnya kesatuan visi dan misi untuk mencapai kesuksesan. “LEM adalah wadah implementasi dan pengembangan diri menuju insan ulil albab, serta tempat mempererat relasi duniawi dan ukhrawi. Semoga Ketua Umum baru dapat melanjutkan dan menyempurnakan kinerja organisasi, menjadikan LEM FH UII sebagai tempat pengembangan diri yang rahmatan lil ‘alamin,” ucapnya.
Dalam sambutannya, Drs. Agus Triyanta menekankan bahwa pergantian kepengurusan adalah proses alami yang membawa energi baru serta gaya kepemimpinan yang beragam. “Antusiasme mahasiswa dalam berorganisasi merupakan bukti aktivitas yang sehat di tengah era disrupsi. Kepemimpinan dan kemampuan sosial adalah keterampilan krusial yang tak tergantikan, sebagaimana tercermin dari kesuksesan para alumni FH UII,” ujarnya.
Acara pelantikan ditutup dengan doa, memohon kelancaran dan keberkahan bagi kepengurusan LEM FH UII periode 2024/2025 dalam menjalankan program-program kerja mereka demi kemajuan mahasiswa dan FH UII. Dengan dilantiknya kepengurusan baru ini, diharapkan LEM FH UII dapat semakin aktif dalam mewadahi aspirasi mahasiswa dan berkontribusi positif bagi lingkungan kampus dan masyarakat luas. (MFHH)

[KALIURANG]; Open House Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) tahun 2025 yang bertajuk One Day as a Law Student: Explore, Experience, and Envision Your Future telah sukses dilaksanakan pada hari Jum’at (09/05). Kegiatan ini dihadiri dengan antusias oleh Guru BK beserta 58 peserta siswa-siswi dari perwakilan 14 SMA/Sederajat di Yogyakarta. Acara ini dirancang untuk memberikan gambaran nyata tentang kehidupan perkuliahan di FH UII, memperkenalkan berbagai fasilitas hingga kultur akademik, sehingga menjadi sebuah kesempatan bagi calon mahasiswa untuk merasakan langsung pengalaman menjadi mahasiswa hukum selama satu hari. Sambutan dalam agenda Opening Ceremony berlangsung hangat, menyambut para peserta dengan baik dan memperkenalkan FH UII juga Open House secara singkat. Adapun empat rangkaian utama dalam kegiatan Open House meliputi Trial Kuliah atau simulasi perkuliahan, Faculty Tour, dan Talk Show bagi siswa-siswi, serta Sosialisasi Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) bagi guru BK.

 

 

 

 

 

 

 

Setelah pembukaan, dilanjutkan dengan agenda yang ditunggu-tunggu yakni Trial Kuliah, membagi siswa-siswi menjadi tiga kelompok, diantaranya adalah kelompok Hukum Reguler, Hukum Bisnis, dan Hukum International Program. Trial Kuliah diisi oleh dosen-dosen pilihan yang ahli dalam bidangnya, untuk kelas Hukum Reguler dibimbing oleh Adelia Kusuma Wardhani, S.H., M.Kn., kelas Hukum Bisnis dibimbing oleh Indah Parmitasari, S.H., M.H., sementara itu, Rahadian D.B. Suwartono, S.H., M.H. membimbing kelas Hukum International Program. Siswa-siswi peserta pun tampak fokus menyimak materi yang disampaikan oleh masing-masing dosen, mereka duduk, mencatat, dan aktif berdiskusi, seolah telah terbiasa dengan dunia perkuliahan. Antusiasme peserta terlihat jelas saat sesi tanya jawab yang dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang berbobot, menandakan rasa ingin tahu yang tinggi dan keinginan untuk memahami materi lebih dalam. Tak hanya siswa, di sela-sela kegiatan Trial Kuliah, para guru BK juga mendapatkan sosialisasi mengenai Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) yang disampaikan langsung oleh Drs. Agus Triyanta, M.A. M.H., Ph.D. Usai mengikuti agenda Trial Kuliah, para siswa diarahkan kembali ke auditorium untuk menyimak Talkshow dengan para narasumber inspiratif, yakni oleh Ariyanto, S.H., C.N., M.H., seorang akademisi juga Praktisi Hukum dan Sahid Hadi, S.H., M.H., seorang Akademisi dan Penggiat Masyarakat, dengan Siti Rahma Novikasari, S.H., M.H. sebagai moderator yang menjaga alur Talkshow tetap hidup dan interaktif.

 

 

 

 

 

 

 

Agenda terakhir, Faculty Tour menjadi penutup yang menarik dan berkesan dari berbagai rangkaian kegiatan yang telah diikuti. Dalam agenda Faculty Tour, siswa-siswi peserta diajak berkeliling untuk mengenal lebih dekat lingkungan kampus FH UII. Mereka juga berkesempatan untuk mengamati simulasi praktik sidang internasional yang dikemas luar biasa oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Student Association of International Law (SAIL) FH UII dan praktik pembuktian pidana oleh Komunitas Peradilan Semu (KPS) Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FH UII, memberikan siswa-siswi peserta pengalaman dan gambaran nyata terkait proses hukum di ruang persidangan. Beberapa siswa dengan penuh semangat membagikan pengalamannya setelah mengikuti kegiatan Open House dalam sebuah wawancara singkat, mereka mengungkapkan bahwa acara tersebut sangat menyenangkan dan memberikan kesan yang tak terlupakan, hingga menyampaikan keinginannya untuk mengikuti kembali jika ada kesempatan di masa mendatang. (DVP)

SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FH UII 2025

MENEROPONG MASA DEPAN PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA

Keynote Speaker: Dato Indera Drs. Hermono, M.A (Dubes LBBP untuk Malaysia)
Politik Hukum Perlindungan Pekerja Migran Indonesia: Antara Cita-cita dan Realita

Narasumber I: Abul Kadir Karding, S.Pi., M.Si. (Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/ Kepala BP2MI)
Meneropong Masa Depan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Narasumber II: Eni Lestari Andayani Adi (Tim Kerja Divisi PMI IDN Global)
Peța Persoalan Pekerja Migran Indonesia

Narasumber III: Wahyu Susilo (Direktur Eksekutif Migrant Care)
Tantangan Advokasi dan Penyelesaian Sengketa Pekerja Migran Indonesia

Narasumber IV: Mustika Prabaningrum K, S.H.,M.H. (Dosen Departemen HAN FH UII)
Potret Pekerja Migran Indonesia: Idealitas dan Realita

Moderator: Dr. Despan Heryansyah, S.H.I.,S.H.,M.H. (Dosen HAN FH UII)

Pelaksanaan:
Hari/Tanggal : Rabu, 11 Juni 2025
Pukul: 08.30 WIB – selesai

Lokasi:
Auditorium Lantai 4 Gedung FH UII Kampus Terpadu UII Jl. Kaliurang KM 14,5 Yogyakarta

Terbuka untuk umum | Free: E-Sertifikat

Link Pendaftaran
Luring: https://bit.ly/Reg-Semnas-HAN25

CP: 0821-3530-3109 (Nurmalita)