Oleh: Hadiid ’Adn Wana Santosa – 23410810

Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Reguler Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Perubahan definisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam UU No. 1 Tahun 2025 dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk menyesuaikan pengelolaan BUMN dengan perkembangan ekonomi dan tata kelola perusahaan yang lebih modern dan efisien. Perubahan ini mencakup pergeseran makna kekayaan BUMN, perluasan kriteria BUMN, serta penyesuaian terhadap pertanggungjawaban direksi BUMN. Pengesahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) menjadi tonggak penting dalam pembaruan sistem hukum korporasi negara. Di tengah tuntutan globalisasi ekonomi dan persaingan bisnis yang semakin tajam, BUMN dituntut untuk tidak hanya menjalankan fungsi sosial, tetapi juga menjadi aktor bisnis yang kompetitif dan profesional. UU No. 1 Tahun 2025 membawa perubahan paradigma yang signifikan dalam tataran hukum korporasi negara, khususnya dalam pengeloaan risiko dan pertanggungjawaban atas kerugian negara. Sedikitnya ada 11 (sebelas) substansi pokok yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2025 salah satunya Business Judgement Rule (BJR). Pasal 9F dan Pasal 9G UU No. 1 Tahun 2025 mengadopsi doktrin BJR ke dalam UU No. 1 Tahun 2025 yang sebelumnya hanya diatur secara implisit dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN. Dalam Doktrin BJR direksi tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum secara pribadi atas keputusan yang telah diambilnya sekalipun keputusan tersebut menimbulkan kerugian bagi perusahaan selama keputusan tersebut dilakukan dengan itikad baik (good faith). (Wijayati, Berutu, & Sitohang, 2025, pp. 268-269)

Business Judgment Rule adalah prinsip hukum yang berasal dari praktik hukum korporasi di Amerika Serikat. Prinsip ini memberikan perlindungan bagi direksi dari tanggung jawab hukum atas keputusan bisnis yang berakhir buruk, selama keputusan tersebut diambil dengan iktikad baik, kehati-hatian, dan tanpa konflik kepentingan. Menurut Yahya Harahap, BJR bertujuan untuk memastikan bahwa pengadilan tidak mencampuri ranah manajerial korporasi selama tindakan direksi dilakukan sesuai prinsip kehati-hatian dan dalam kerangka tujuan korporasi. (Harahap, 2016) Penerapan BJR memberikan keleluasaan bagi direksi untuk mengambil risiko bisnis dalam batas-batas profesionalitas yang wajar. Konsep Business Judgment Rule merupakan konsep dari sistem hukum Common Law yang diadopsi oleh Indonesia lebih tepatnya dalam UUPT, Pasal 97 ayat 5 UUPT mengatur bahwa anggota direksi terbebas dari tanggung jawab akibat kerugian yang dialami perseroan, hal tersebut tercatut pada klausul Pasal 97 ayat 3 apabila dapat membuktikan: 1) Kerugian timbul bukan karena kesalahan atau kelalaiannya. 2) Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas. 3) Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurus yang mengakibatkan kerugian. 4) Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. (Noer & Handoko, 2023, p. 1400) Dalam menjalankan kepengurusannya, Direksi memiliki BJR. BJR timbul akibat dari telah dilaksanakannya prinsip fiduciary duty dari seorang direksi yaitu prinsip duty of skill and care maka kesalahan yang timbul setelah dijalankannya prinsip ini memperoleh konsekuensi direksi mendapat pembebasan tanggungjawab secara pribadi bila terjadi kesalahan dalam keputusannya. Fiduciary duty di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 5 dan Pasal 97 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 dan Pasal 1 angka 9 UU No. 1 Tahun 2025 yang mengatur bahwa dalam melaksakan tugasnya direksi wajib menjalankannya sesuai dengan kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, sesuai dengan anggaran dasar disertai itikad baik dan penuh tanggungjawab (yang dimaksud dengan penuh tanggung jawab adalah memperhatikan perseroan dengan saksama dan tekun). (Wijayati, Berutu, & Sitohang, 2025, p. 273) Fiduciary duty ini sangat penting bagi anggota Direksi karena memastikan bahwa mereka selalu bertindak sesuai dengan kepentingan perusahaan. Dengan demikian, mereka dapat menjaga integritas perusahaan, meningkatkan kepercayaan stakeholder, dan melindungi kepentingan semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. (33, 2024)

Salah satu pasal penting dalam UU No. 1 Tahun 2025 adalah Pasal 9F yang secara eksplisit mengadopsi prinsip Business Judgment Rule (BJR). Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa direksi dan dewan komisaris BUMN tidak dapat diminta ganti kerugian atas kerugian investasi sepanjang keputusan bisnis tersebut diambil berdasarkan pertimbangan yang rasional, tanpa kepentingan pribadi, dan dengan iktikad baik untuk kepentingan perusahaan. (Riyandanu, 2025) Hal ini secara normatif memberikan kepastian hukum dan mendorong profesionalisme dalam pengambilan keputusan bisnis di tubuh BUMN.

Keberadaan pasal ini telah mendorong transformasi tata kelola BUMN agar setara dengan praktik korporasi swasta. Pasalnya, selama ini banyak keputusan direksi yang enggan diambil karena khawatir akan berujung pada tuntutan hukum, meskipun keputusan tersebut berlandaskan analisis bisnis yang logis. Dengan perlindungan hukum BJR, direksi lebih leluasa menjalankan aksi korporasi seperti ekspansi, merger, akuisisi, maupun diversifikasi usaha, tanpa ketakutan akan konsekuensi pidana jika hasilnya merugi.

Penerapan prinsip BJR dalam UU No. 1 Tahun 2025 ini memberikan dampak yang signifikan terhadap praktik aksi korporasi di lingkungan BUMN. Keputusan-keputusan penting seperti investasi besar, pembentukan anak usaha, akuisisi, dan restrukturisasi dapat dilakukan dengan lebih progresif. Dalam praktiknya, selama keputusan tersebut didukung oleh kajian yang memadai dan tidak melanggar prinsip GCG (Good Corporate Governance) maka perlindungan BJR berlaku.

Namun, penerapan prinsip ini tetap harus diawasi dengan ketat. Tanpa standar penilaian yang obyektif, prinsip BJR bisa disalahgunakan untuk melindungi keputusan yang tidak bertanggung jawab. BJR kerap disalahgunakan oleh direksi untuk menutupi itikad buruk atau kelalaian berat. Direksi dapat berdalih bahwa kerugian yang timbul hanyalah konsekuensi wajar dari dinamika bisnis, padahal kerugian tersebut sesungguhnya merupakan akibat dari tindakan yang tidak transparan, konflik kepentingan, atau penyalahgunaan wewenang. BJR tidak boleh dijadikan dalih pembenaran atas kerugian yang diakibatkan oleh tindakan direksi yang beritikad buruk. Perlindungan hukum yang diberikan BJR bukanlah perisai absolut, melainkan bersyarat. Direksi harus mampu membuktikan bahwa keputusan diambil dengan niat tulus, informasi memadai, dan tanpa konflik kepentingan. Jika tidak, maka BJR gugur, dan direksi wajib bertanggung jawab secara pribadi. Oleh karena itu, penting adanya peran aktif dari auditor independen, dewan pengawas, dan lembaga peradilan untuk menguji penerapan prinsip BJR secara substantif, bukan hanya formal.

Meskipun prinsip BJR memberikan angin segar dalam pengambilan keputusan bisnis BUMN, terdapat sejumlah tantangan lainnya dalam penerapannya. Dalam prakteknya, sudah banyak Direksi dan pejabat struktural BUMN yang menjadi pesakitan karena tersandung kasus korupsi terkait dengan abainya penerapan Business Judgment Rule. Sayangnya masih banyak dari mereka tersebut tidak bisa membela diri secara maksimal karena tidak bisa membuktikan telah menjalankan Business Judgment Rule BUMN secara baik dan benar, sehingga harus menanggung akibatnya sebagai terpidana, bahkan tidak sedikit yang harus membayar ganti kerugian dan disita asetnya untuk negara. Hal ini juga makin diperparah karena menunjuk advokat yang tidak paham akan Business Judgment Rule BUMN.

Dalam praktik pembelaan di pangadilan, Business Judgment Rule sering kali disalahpahami oleh advokat sebagai ”murni” Business Judgment. Padahal penekanannya adalah ”aturan”-nya bukan kepada keputusan bisnisnya. Padahal, ini adalah standar peninjauan yudisial, hanya memerlukan sedikit peninjauan keputusan bisnis. Kesalahpahaman ini sering dilakukan oleh advokat ketika melakukan pembelaan atas kliennya, baik disengaja maupun tidak. (M. Branson, 2002)

Business Judgment Rule memiliki banyak sisi. Paling umum, Business Judgment Rule bertindak sebagai anggapan yang mendukung tindakan manajer perusahaan. Lebih kuat lagi, aturan tersebut menyediakan Pelabuhan yang aman yang membuat direktur dan tindakan mereka tidak tersingkir jika prasyarat tertentu telah dipenuhi. Dalam litigasi, aturan tersebut adalah sarana untuk melestarikan sumber daya yudisial, sehingga memungkinkan pengadilan untuk tidak terperosok dalam mengulangi Keputusan yang secara inheren subyektif dan tidak sesuai untuk para hakim. Yang terakhir, aturannya adalah implementasi hukum dari kebijakan ekonomi secara luas. (Zulmawan, 2025, p. 77)

Masih terbatasnya pemahaman aparat penegak hukum mengenai prinsip ini berpotensi menimbulkan kriminalisasi atas keputusan bisnis yang sebenarnya rasional. BUMN harus membangun dokumentasi keputusan yang kuat dan transparan, agar dapat membuktikan bahwa keputusan telah diambil secara profesional dan tanpa konflik kepentingan.

Untuk itu diperlukan pelatihan khusus kepada aparat kejaksaan, BPK, KPK, dan lembaga lain agar memiliki perspektif yang sama tentang batas-batas intervensi hukum dalam ranah keputusan bisnis. Selain itu, penting untuk menyusun pedoman teknis pelaksanaan BJR sebagai acuan bagi manajemen BUMN.

Business Judgment Rule dalam UU No. 1 Tahun 2025 tentang BUMN merupakan kemajuan hukum yang penting dalam konteks penguatan tata kelola korporasi negara. Dengan memberikan perlindungan hukum terhadap keputusan bisnis yang rasional dan beritikad baik, prinsip ini mendorong keberanian dan profesionalisme dalam pengambilan keputusan strategis. Namun demikian, implementasi BJR harus didukung oleh sistem pengawasan yang kuat, edukasi hukum yang merata, dan komitmen untuk menjaga integritas proses bisnis. Jika dijalankan dengan benar, BJR akan menjadi instrumen kunci dalam mendorong BUMN sebagai motor penggerak ekonomi nasional yang sehat dan adaptif.

Oleh: Bagus Putra Handika Pradana – 23410912

Mahasiswa Program Studi Hukum Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Dalam buku Theory of Political Trial yang ditulis Ronald Stinson Political trial atau biasa disebut peradilan politis adalah proses penyelesaian persoalan hukum atau biasa disebut sidang pengadilan yang dilaksanakan dengan motif atau tujuan yang bersifat politik. Di waktu persidangan, terdakwa biasanya diadili bukan seakan-akan karena melakukan tindak pidana dalam arti hukum biasa, namun karena alasan yang berkaitan dengan politik, seperti oposisi akibat penolakan terhadap kebijakan pemerintah atau seseorang yang sedang berkuasa. Peradilan politik bertujuan untuk menyingkirkan, mendiskreditkan, dan menekan lawan politik, sehingga sidang yang dipimpin oleh para hakim tersebut lebih berfungsi sebagai alat politik daripada proses keadilan yang mengutamakan prinsip keadilan, integritas, dan akuntabilitas (Haris Fadhil, 2025). 

Berkaitan dengan hal tersebut, akhir-akhir ini publik digemparkan dengan vonis eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau sering disebut Tom Lembong karena terdapat kejanggalan-kejanggalan di setiap proses persidangannya, pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyatakan proses hukum terhadap Tom Lembong dianggap mempunyai karakteristik sebagai political trial atau peradilan politis. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa perkara ini lebih bernuansa muatan politik kekuasaan dibanding penegakan hukum (Chandra Iswarno, 2025).

Feri menyebutkan bahwa istilah political trial merujuk pada pratik pemanfaatan penegak hukum untuk membungkam oposisi politik atau mereka yang aktif menyuarakan kritik terhadap kekuasaan. Praktik semacam ini sering kali digunakan sebagai bentuk unjuk kekuasaan atau show of power yang bertujuan melemahkan lawan politik melalui legitimasi peradilan. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sebelum kejadian tersebut Tom Lembong aktif menyampaikan kritik terhadap sejumlah agenda strategis pemerintah, termasuk soal perencanaan dan dampak ekonomi dari pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) (Akmal Fauzi, 2025). 

Akan tetapi, dalam konteks political trial dalam kasus pak Tom Lembong  yang paling disorot publik adalah adanya unsur jahat atau mens rea, dalam berbagai sistem hukum keberadaan niat jahat menjadi syarat mutlak untuk menetapkan seseorang bersalah secara pidana. Apabila unsur niat jahat tersebut tidak terpenuhi, maka secara prinsip tidak dapat dikenakan sanksi pidana. Lebih lanjut, prinsip-prinsip hukum harus tetap dijaga agar tidak disalahgunakan sebagai alat pembalasan politik. Oleh karena itu, jika terdapat praktik yang menyimpang dari prinsip keadilan hukum justru bisa merusak fondasi demokrasi dan memperlemah kepercayaan publik terhadap sistem peradilan (Tri Indriwati, 2025). 

Walaupun Tom Lembong dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Akan tetapi, telah dijelaskan oleh kuasa hukumnya Zaid Musafi bahwa kebijakan impor gula telah diafirmasi oleh mantan Presiden Jokowi pada 2015-2016. Ia menilai kebijakan impor gula tersebut telah beralih sepenuhnya menjadi tanggung jawab Presiden. Dengan demikian, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi impor gula tidak sah (Nur Jamal, 2025).

Pada tanggal 21 bulan November 2024 waktu diwawancarai CNN Indonesia Tom menjelaskan bahwa “saya senantiasa menguatamakan kepentingan masyarakat dan menjalankan perintah presiden sebagai koordinator dalam institusi, termasuk ketika saya menjabat sebagai menteri perdagangan, saya sering berkonsultasi dengan beliau, melalui formal dan informal termasuk mengenai impor. Pada Kamis 6 Maret 2025 berlangsung sidang perdana di Pengadilan Tipikor Kelas 1A Jakarta Pusat, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara hingga 515 miliar (Ahmad Sahid, 2025). 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan jumlah kerugian tersebut merupakan bagian dari kerugian keuangan negara yang totalnya mencapai sebesar Rp 578 Miliar di kasus impor gula, jumlah kerugian negara tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importir gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 s.d. 2016 Nomor: PE.03/R/S-51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025 dari BPKP RI (Yogi Pardamaen, 2025). 

Akan tetapi, keadilan tidak berpihak kepada Tom Lembong, ia dituntut tujuh tahun penjara. Menurut JPU, sikap tak bersalah Tom Lembong menjadi poin pemberat dalam tuntutan tersebut. Hal memberatkan yaitu terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya, keadaan memberatkan lain yaitu perbuatan Tom tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tom mengaku kecewa atas tuntutan tujuh tahun penjara dan tidak menemukan fakta persidangan yang dimuat dalam surat tuntutan (Garudea Prabawati, 2025).

Selanjutnya, pada Jum’at 18 Juli 2025 berdasarkan berbagai pertimbangan, Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara dan denda 750 juta, jika tidak dibayar dendanya maka dapat diganti 6 bulan kurungan, namun hakim tidak membebankan uang pengganti karena Tom tidak menikmati hasil dari korupsi, tetapi setelah adanya putusan hakim, Tom sendiri merasa ada kejanggalan karena hakim mengabaikan kewenangannya sebagai menteri ia menyatakan “janggal atau aneh bagi saya, majelis mengesampingkan wewenang saya sebagai Menteri Perdagangan” (Pavitri Retno, 2025).

[KALIURANG]; Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Student Association of International Law (SAIL) mengadakan acara penyambutan anggota baru mereka dengan berbagai kegiatan. Acara ini memiliki dua bagian utama, yaitu pengenalan divisi-divisi yang dimiliki SAIL dan pengenalan dasar-dasar hukum internasional kepada anggota baru. Tempat pelaksanaan acara diadakan di Legal Drafting lantai 3 gedung FH UII  pada tanggal (11/10).

Pada acara ini, terdapat banyak sekali keseruan yang didapat oleh anggota baru. Hal ini dapat dibuktikan dengan berbagai game menarik yang diberikan oleh panitia acara sehingga membuat para anggota baru menjadi semangat untuk terus mengikuti acara sampai selesai.

Tidak hanya itu, pemaparan materi Introduction of International Law oleh Muhammad Thariq, selaku anggota dari divisi Kajian dan Diskusi SAIL, juga menjadi pelajaran tambahan yang asik baik seluruh peserta acara. Menurut pemaparannya, terdapat quiz yang menambah semangat bagi para anggota baru untuk belajar terkait hukum internasional. Pemaparan materi ini dilanjutkan dengan sesi Q&A untuk para anggota baru yang masih penasaran dengan hukum internasional.

Acara ini dirancang dengan tujuan untuk memperkenalkan divisi-divisi yang terdapat di SAIL serta mengenalkan hukum internasional kepada para anggota baru. Keaktifan para anggota baru dalam sesi tanya jawab turut menghidupkan suasana dari acara ini.

Alhamdulillah pesertanya aktif, dan anak-anaknya mau untuk meramaikan acara ini dan memperlancar jalannya acara,” ujar dari Nara selaku Ketua Pelaksanaan acara Orientasi Divisi dan Introduction of International Law.

Ia juga mengucapkan bahwa semua bagian acara ini berjalan dengan ekspektasi yang diinginkan. Maka dari itu seluruh panitia sehingga penyelenggara memberikan ungkapan atas kepuasan dari acara yang telah berjalan dengan maksimal ini. Di samping itu, Aina selaku penanggung jawab acara mengucapkan terima kasih kepada seluruh yang terlibat baik para anggota baru maupun panitia yang ada.

Melalui acara Orientasi Divisi dan Introduction of International Law, seluruh anggota SAIL berharap agar para anggota baru dapat nyaman dan semangat untuk mengerjakan seluruh program kerja yang akan diberikan nanti. Hal ini membuat Orientasi Divisi dan Introduction of International Law berhasil menciptakan suasana hangat untuk para anggota baru yang akan bekerja sama dalam waktu satu periode ke depan. (ZS)

 

[KALIURANG]; Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Kembali menorehkan prestasi gemilang dengan meraih juara 2 dalam kompetisi Legal Review Alsa Elexion Univesitas Gadjah Mada 2025 yang diselengarakan oleh Asian Law Students’ Association (ALSA) Local Chapter Universitas Gadjah Mada (UGM). Kompetisi kali ini mengangkat tema “Keberlanjutan Lingkungan dan Tantangan Regulasi Greenwashing dalam Industri Kendaraan Listrik di Indonesia”, sebuah tema yang relevan dengan isu lingkungan dan regulasi hukum nasional.

Tim yang beranggotakan Hilmy Mursi (23410492) selaku Ketua Tim, bersama anggota Ariq Faiq Muyassar (23410459) dan Virginia Khairunnisa Saragih (23410287). Perjalanan tim menuju tangga juara melalui proses yang cukup panjang. Dimulai dari registrasi pada 29 Agustus 2025, tim melanjutkan dengan tahap pemberkasan dan penyusunan naskah selama kurang lebih satu bulan, hingga akhirnya berhasil menembus babak final pada awal September dan menerima pengumuman kemenangan pada 18 Oktober 2025.

Dalam kompetisi yang bertema lingkungan tersebut, tim ini mengusung karya tulis berjudul “Analisis Kesenjangan Regulasi Environmental, Social, and Governance (ESG) Industri Kendaraan Listrik di Indonesia dan Implikasinya terhadap Keberlanjutan Industri.”

Berdasarkan wawancara, Hilmy Mursi atau yang akrab disapa Hilmy, selaku ketua tim, menjelaskan bahwa gagasan utama tim berfokus pada identifikasi celah regulasi yang ada.

“Kami difokuskan kepada apa sih kesenjangan dari ESG pada segi hulu dan hilirnya, serta apa implikasi kesenjangan tersebut pada keberlanjutan industri kendaraan listrik di Indonesia,” ujar Hilmy.

Tantangan dan dinamika dirasakan oleh tim karena persiapan dilakukan bertepatan dengan masa liburan dengan pembagian tugas yang efektif, mulai dari riset hingga latihan presentasi. Hilmy dan Faiq mengakui tantangan terbesar adalah menyatukan tiga pemikiran berbeda agar satu tujuan, yang akhirnya teratasi lewat diskusi intensif.

Sementara itu, Nisa menekankan pentingnya menjaga kesabaran dan profesionalisme saat kelelahan melanda. Menurutnya, seluruh proses pengerjaan berkas justru mengasah keterampilan menulis dan public speaking mereka hingga akhirnya kerja keras tersebut terbayar lunas saat pengumuman juara.

Tim delegasi ini berpesan ingin menularkan semangat berprestasi kepada rekan-rekan mahasiswa lainnya. Motivasi utama mereka mengikuti kompetisi adalah untuk mengukur kemampuan diri di luar lingkungan kampus.

“Jangan terjebak di zona nyaman kampus. Selagi masih menjadi mahasiswa, kita harus mengeksplorasi apa yang ada dan mencari pengalaman di luar yang tidak didapatkan di dalam kelas,” pesan Hilmy dan Faiq secara senada.

Menutup keterangannya, Nisa memberikan pesan optimisme bagi mahasiswa FH UII. “Jangan takut untuk mencoba, jangan bergantung pada orang lain, tetap percaya diri, optimis, dan jangan putus asa,” pungkasnya. (MFHH)

[KALIURANG];Prestasi membanggakan kembali diukir oleh mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) di kancah nasional. Delegasi FH UII berhasil lolos dan tampil sebagai presenter dalam Konferensi Nasional yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (P3HKI) di Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Bandung, pada Senin, 21 Oktober 2024.

Tim yang mewakili Administrative Legal Studies (ALS) FH UII ini beranggotakan M. David Hanief (22410457) sebagai Penulis Pertama dan Rama Hendra Triadmaja (22410456). Keberhasilan mereka menjadi sorotan karena keduanya merupakan presenter termuda dalam ajang tersebut, bersaing dengan para akademisi dan praktisi hukum senior dari berbagai kampus di Indonesia.

Konferensi P3HKI merupakan forum tahunan yang mengangkat isu-isu aktual seputar Hukum Ketenagakerjaan. Tim delegasi UII memulai proses seleksi dengan mengirimkan abstrak, yang kemudian dinyatakan lolos untuk dilanjutkan ke tahap pengiriman full paper.

Dari sekitar 60 lebih paper yang terkumpul dari berbagai Fakultas Hukum di seluruh Indonesia, termasuk Medan hingga Sulawesi, paper tim UII menjadi salah satu yang terpilih untuk dipresentasikan. Karya ilmiah yang mereka bawakan berjudul “Urgensi Prinsip Wasathiyyah dalam Hukum Ketenagakerjaan Indonesia: Antara Disrupsi Teknologi dan Job Availability”.

David Hanief menyampaikan keterkejutannya saat presentasi: “Kami terkejut karena kami merupakan salah satu presenter termuda waktu itu, karena kami masih semester 5, sedangkan rata-rata yang lain sudah lulus atau setidak-tidaknya sedang menulis skripsi. Kami mendapat apresiasi juga dari P3HKI.”

Setelah sesi presentasi, paper tim UII menjalani tahapan revisi dan peninjauan kembali oleh para reviewer yang terdiri dari Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan. Hasilnya, dari total sekitar 60 paper yang dikumpulkan, hanya 23 jurnal yang dinyatakan lulus untuk dipublikasikan. Jurnal ilmiah karya M. David dan Rama dipastikan lulus publikasi pada Desember 2024. “Diterbitin buku itu sangat luar biasa bagi kami berdua, ini merupakan buku pertama,” ungkap M. David dengan rasa syukur atas pencapaian yang juga menjadi publikasi ilmiah perdana mereka.

Keberhasilan tim ini tak lepas dari peran dosen Hukum Ketenagakerjaan, Ibu Ayunita, yang juga merupakan Dewan Pembina ALS. Beliau memberikan informasi mengenai Call For Papers dan aktif mendampingi proses penulisan.

Selama presentasi di UNPAR, tim UII juga sukses menarik perhatian peserta non-Muslim terkait tema yang mereka angkat. “Pada saat mempresentasikan, kami mendapatkan banyak pertanyaan dari teman-teman yang non-Muslim terkait prinsip wasathiyyah dan ternyata mereka antusias,” jelas M. David.

Menutup keterangannya, M. David menyampaikan pesan inspiratif kepada rekan-rekan mahasiswa.

“Saya harap teman-teman berani mencoba. Karena menulis itu intinya memulai dari satu huruf sampai jadi paragraf. Dasar yang pertama kuatkan niat, kedua berani mencoba, ketiga yang terpenting adalah mampu istiqomah. Apabila tulisan kita dikritik, maka balas dengan tulisan yang lebih baik lagi.”

Prestasi ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi FH UII tetapi juga menunjukkan semangat kompetitif dan kontribusi mahasiswa UII dalam diskusi keilmuan berskala nasional. (FTHA)

[KALIURANG]; DILEMA LEM FH UII merupakan acara pelatihan yang terdiri dari pelatihan penulisan Esai, Legal Opinion, dan Karya Tulis Ilmiah. Acara ini diadakan oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Departemen Riset dan Keilmuan untuk seluruh peserta yang tertarik dengan kepenulisan. Pelatihan ini diselenggarakan di Ruang Legal Drafting, Lantai 3, Gedung Fakultas Hukum UII. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, mulai dari tanggal 13 hingga 15 Oktober 2025. Setiap harinya, pelatihan menghadirkan topik bahasan yang berbeda dan bermanfaat.

Pada hari pertama, Senin (13/10) dengan materi penulisan Esai oleh Despan Heryansyah, S.H.I., S.H., M.H. Dalam sesinya, mengupas tuntas teknik penyusunan esai, mulai dari cara mengidentifikasi keresahan sebagai ide awal hingga langkah praktis menyusunnya menjadi naskah utuh. Gaya penyampaiannya yang lugas membuat peserta antusias mengikuti materi hingga akhir.

Pada hari kedua, Selasa (14/10), materi berlanjut pada penyusunan Legal Opinion (LO) yang dibawakan oleh Allan Fatchan Gani Wardhana, S.H., M.H. Pemaparan yang sistematis mengenai struktur LO yang tepat memancing antusiasme tinggi dari peserta, terlihat dari banyaknya pertanyaan kritis yang diajukan selama sesi diskusi.

Puncaknya pada Rabu (15/10), acara dilanjutkan dengan penjabaran materi Karya Tulis Ilmiah (KTI) oleh Zakiul Fikri, S.H., M.A. Sesi ini menjadi favorit karena menggunakan metode bedah karya secara langsung. Peserta yang sedang menyusun KTI mendapatkan kesempatan berdiskusi interaktif dan mendapatkan masukan langsung dari pemateri.

Aura Safira Salsabila, selaku Ketua Pelaksana, mengungkapkan rasa syukurnya atas kelancaran acara ini. Menurutnya, DILEMA merupakan program kerja yang relatif baru,  nemun respons mahasiswa sangat luar biasa.

“Alhamdulillah, kehadiran peserta dalam acara ini konsisten mencapai lebih dari 35 orang setiap harinya. Jumlah ini melampaui ekspektasi panitia, mengingat ini program yang baru berjalan dari tahun lalu,” ujar Aura.

Aura menambahkan bahwa indikator kesuksesan acara tidak hanya dilihat dari kuantitas peserta, tetapi juga kualitas interaksi di dalam forum. “Antusiasme peserta tercermin dari pertanyaan-pertanyaan kritis yang diajukan. Ini menunjukkan rasa ingin tahu yang mendalam tentang teknik penulisan hukum,” tambahnya.

Menutup keterangannya, Aura berharap program DILEMA dapat terus berlanjut pada tahun 2026 dengan inovasi yang lebih baik. Ia juga berharap ilmu yang diperoleh para peserta tidak hanya berhenti di ruang pelatihan, tetapi dapat diimplementasikan untuk mencetak prestasi dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat luas melalui tulisan. (ZS)

Pada hari Senin tanggal, 01 Desember 2025, Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS) Program Internasional Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) kembali menyelenggarakan The 7th International Students Colloquium (ISC) 2025. Dengan mengusung tema “Navigating the Crossroads: Law, Democracy, and Constitutionalism in a Shifting Global Landscape,” kegiatan ini menghadirkan narasumber ahli dari berbagai negara.

Para narasumber tersebut antara lain Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. (Universitas Islam Indonesia), Prof. Dr. Ildiko Bartha (University of Debrecen, Hungaria), Assoc. Prof. Dr. Kabiru Adamu (Bayero University, Nigeria), dan Prof. Dr. Ida Madieha Binti Abdul Ghani Azmi (International Islamic University Malaysia/IIUM). Adapun moderator dalam kegiatan ini adalah dosen FH UII, Muhammad Addi Fauzani, S.H., M.H. Sementara itu, Keynote Speaker dalam kegiatan ini adalah Guru Besar Universitas Udayana, Prof. Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.Hum.

Penyelenggaraan ISC tahun ini memasuki kali ketujuh dan diikuti oleh kurang lebih 30 pemakalah (presenters) yang mayoritas merupakan mahasiswa program Sarjana (S1). Para peserta berasal dari beragam perguruan tinggi, di antaranya Universitas Islam Indonesia, Universitas Surabaya, Universitas Negeri Semarang, Universitas Lampung, Universitas Prasetiya Mulya, Universitas Hasanuddin, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Universitas Presiden, Universitas Gadjah Mada, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, University of Malaya, Universitas Banten Jaya, hingga International Islamic University Malaysia.

Dekan Fakultas Hukum UII, Prof. Dr. Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum., dalam sambutannya menegaskan pentingnya acara ini bagi pengembangan akademik mahasiswa. “Kegiatan ini telah berlangsung selama kurang lebih tujuh tahun dan merupakan bagian dari pengayaan serta diseminasi hasil karya mahasiswa, terutama mereka yang menempuh studi di program internasional. Ini juga bertujuan untuk memfasilitasi agar hasil karya dan penelitian mereka dapat dipublikasikan di tingkat internasional,” ujar Prof. Budi.

Senada dengan Dekan, Ketua Program Studi Hukum Program Sarjana, Dodik Setiawan Nur Heriyanto, S.H., M.H., LL.M., Ph.D., menyampaikan keistimewaan ISC tahun ini. “Kali ini International Students Colloquium terasa istimewa karena mengundang tamu dari Nigeria. Hal ini menjadi bagian dari upaya mempererat hubungan dengan mahasiswa asal Nigeria yang saat ini sedang menempuh studi di program internasional,” ungkapnya.

Isu hukum tata negara menjadi sorotan utama dalam kolokium ini, sejalan dengan rencana pembukaan bidang kekhususan Hukum Tata Negara di Program Internasional FH UII. Melalui kegiatan ini, mahasiswa diharapkan dapat menyerap ilmu dari beragam perspektif global, khususnya dari Malaysia, Hungaria, dan Nigeria.

Rangkaian acara ditutup dengan ramah tamah dan penyerahan cendera mata oleh Dekan FH UII. Agenda kemudian dilanjutkan dengan sesi call for paper yang dibagi ke dalam 7 chambers (ruang presentasi). Setiap ruang diisi oleh 4-5 presenter yang memaparkan hasil riset mereka. Luaran (output) dari kegiatan ini adalah prosiding internasional yang akan diterbitkan langsung oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

UII LEGALPRENEURSHIP adalah program kerja dari Departemen Pengembangan Karier LEM FH UII. Program ini memberikan ruang bagi mahasiswa untuk membangun jejaring dengan praktisi hukum, alumni, dan berbagai instansi, guna memperluas akses terhadap informasi, pengalaman, dan peluang kerja yang relevan di bidang hukum. Melalui kegiatan ini, mahasiswa diharapkan dapat mulai merancang jalur kariernya secara lebih terarah dengan dukungan relasi yang kuat dan wawasan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja saat ini.

Sebagai kelanjutan dari penguatan peran tersebut, kami mengangkat tema kegiatan “Adapting to Society 5.0: Unlocking New Perspectives and Developing Adaptive Competencies for Future Legal Careers” sebagai wujud komitmen untuk menyiapkan mahasiswa/i hukum yang adaptif, responsif, dan kolaboratif. Tema ini mencerminkan urgensi pengembangan sumber daya hukum yang tidak hanya memahami teori dan praktik hukum, tetapi juga mampu berperan aktif dalam dinamika perubahan global. Dengan demikian, tema kegiatan ini dirancang untuk menyiapkan pola pikir dan kompetensi peserta agar tidak sekadar mampu beradaptasi dengan kondisi saat ini, melainkan juga siap menghadapi berbagai tantangan dan peluang di masa depan yang lebih maju. Kesiapan ini mencakup pengembangan keterampilan yang fleksibel, wawasan inovatif, serta kemampuan beradaptasi yang tinggi dalam menghadapi dinamika profesi hukum di era Society 5.0. Melalui kegiatan ini, mahasiswa/i diharapkan dapat memperkuat kapasitas intelektual, emosional, dan profesionalnya secara menyeluruh. Hal tersebut akan menjadi bekal penting dalam mewujudkan generasi jurist masa depan yang cerdas teknologi, tangguh secara moral, dan visioner dalam kontribusinya terhadap pembangunan hukum nasional maupun global.

Acara ini dilaksanakan selama 4 hari yaitu dari tanggal 2 – 5 Desember 2025. Hari pertama acara dibuka dengan opening ceremony dan pembukaan secara simbolis yang bertempat di Auditorium FH UII lantai 4, acara tersebut menjadi semakin meriah dengan penampilan dari Xaviera Unisi dengan menampilkan tarian sumatra yang melambangkan salam pembukaan. Kemudian acara dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Direktur Direktorat Pengembangan Karier dan Alumni (DPKA UII) yaitu Bapak Allan Fatchan Gani Wardhana, S.H., M.H., beliau menjelaskan bahwa era Society 5.0 membawa perubahan besar pada cara hidup dan cara kerja, termasuk di bidang hukum. Teknologi seperti AI dan big data membuat profesi hukum bertransformasi: bukan hilang, tetapi bergeser menjadi lebih strategis, analitis, dan berbasis kolaborasi manusia–AI. Karena itu, lulusan hukum perlu memiliki keunggulan yang membedakan mereka di tengah persaingan nasional maupun global. Selain itu, DPKA UII berperan membantu mahasiswa dan alumni mempersiapkan diri menghadapi perubahan ini melalui layanan konseling karir, mentoring, seminar, jaringan profesional, hingga informasi lowongan pekerjaan. Intinya, materi ini menekankan pentingnya adaptasi, peningkatan kompetensi, dan kesiapan karir di era digital yang terus berkembang. Acara dilanjutkan dengan Stadium Generale dengan mengangkat tema “Adaptive Legal Education: Character Building and Legal Competencies for Future Careers on the Path Towards Society 5.0” yang disampaikan oleh Bapak Dr. Dodi S Abdulkadir, B.Sc., S.E., S.H., M.H., beliau menyampaikan bahwa di era Society 5.0, hukum harus beradaptasi karena teknologi mengubah cara kerja, objek sengketa, dan proses penegakan hukum. Lulusan hukum perlu menguasai literasi digital, analisis data, etika digital, serta memahami isu baru seperti privasi, keamanan data, dan regulasi teknologi. Teknologi membantu proses belajar dan praktik hukum menjadi lebih cepat dan efisien, namun juga membawa tantangan seperti kesenjangan literasi, risiko etika, dan regulasi yang tertinggal. Untuk itu, dibutuhkan strategi penguatan literasi digital, etika, kemampuan analitis, dan pemanfaatan pembelajaran berbasis teknologi.

Hari kedua pelaksanaan UII LEGALPRENEURSHIP 2025, terdapat stand booth Job Fair  di Hall atau Lobby FH UII lantai 1, yang diisi oleh beberapa company dan law firm yaitu, LBH Yusuf, Sui Iuris Law Office, SNW & Partner, JRJ Law Firm, Law Is Me Law Firm, Firmly Law Firm, Cilacs, IONs Educational International. dan DPKA UII. Acara tersebut semakin meriah karena diadakannya Company Profile, sehingga mahasiswa/i dapat bertanya langsung dan mengetahui informasi dari masing masing company atau lawfirm. Selain itu, acara juga dimeriahkan dengan adanya booth LinkedIn Photo Session yang disediakan secara gratis oleh Panitia UII LEGALPRENEURSHIP 2025 yang dapat digunakan untuk menunjang karir mahasiswa/i yang ingin mempunyai foto formal/semiformal untuk digunakan dalam foto profil LinkedIn ataupun Curiculum Vitae (CV). DPKA UII juga menyediakan layanan konsultasi karier secara gratis dengan konselor psikologi yang berpengalaman dibidangnya, setelah sesi konseling diharapkan mahasiswa/i dapat menentuhkan arah jalan karirnya sesuai dengan minat, bakat dan keterampilan yang mereka punya. Selain acara tersebut, di ruang Legal Drafting lantai 3, terdapat kegiatan Workshop atau pelatihan, untuk sesi pertama yaitu “Legal Drafting Workshop: Developing Systematic, Legitimate and Efficient Legal Documents in the Era of Society 5.0” dengan pemateri yaitu Bapak Dr. M. Rasyid Ridho, S.H., M.H. dan untuk sesi kedua yaitu “Legal Tech Workshop: Developing Adaptive Legal Proficiency within the Path to Society 5.0” dengan pemateri yaitu Bapak Adam Mulyadi. Kedua pelatihan tersebut diadakan dengan harapan mahasiswa/i FH UII mendapatkan kompetensi yang dibutuhkan di era modern untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan dunia kerja di masa depan. Kedua pelatihan tersebut berkolabrasi dengan Jimly School Law and Government, sehingga mahasiswa/i yang mengikuti pelatihan tersebut mendapatkan e-certificate secara langsung dari Jimly School yang dapat digunakan untuk melamar kerja nantinya dan menambah portofolio mahasiswa/i. 

Hari ketiga pelaksanaan UII LEGALPRENEURSHIP 2025 masih terdapat stand booth Job Fair, LinkedIn Photo Session, Konsultasi Karier dan Company Profile. Namun untuk lebih memeriahkan acara, terdapat entertainment berupa Photobooth gratis sehingga mahasiswa/i FH UII dapat mengabadikan momen ketika mengikuti kegiatan acara UII LEGALPRENEURSHIP 2025. Selain dari acara tersebut, di Auditorium FH UII lantai 4 juga terdapat kegiatan yaitu Seminar Lawfirm yang mengangkat tema “Embracing the Path to Society 5.0: Preparing Future Legal Careers” dengan pemateri Bapak Prof. Dr. H. KRH. Henry Yosodiningrat, S.H., M.H. beliau menjelaskan bahwa memasuki Society 5.0, calon praktisi hukum harus siap menghadapi dunia kerja yang semakin dipengaruhi AI, big data, dan teknologi digital. Banyak tugas hukum yang menjadi otomatis, sehingga nilai utama seorang sarjana hukum terletak pada kemampuan analisis, etika teknologi, pemahaman cyberlaw, dan literasi digital. Mahasiswa hukum perlu mempersiapkan diri dengan keterampilan baru, mulai dari privasi data, forensik digital, hingga pemikiran strategis, karena profesi hukum masa depan akan menuntut kolaborasi manusia dengan AI dan pengambilan keputusan berbasis data. Intinya, tema ini adalah ajakan untuk mengadaptasi kompetensi hukum agar tetap relevan di era teknologi yang terus berkembang.

Hari keempat pelaksanaan UII LEGALPRENEURSHIP 2025 yaitu dibuka dengan pelaksanaan Seminar Law Firm di Auditorium FH UII lantai 4, yang mengangkat tema “Looking to the Future: Legal Skills for Careers in Society 5.0” dengan pembicara yaitu Bapak Dr. Sangun Ragahdo Yosodiningrat, S.H., LL.M. beliau menjelaskan bahwa di era Society 5.0, teknologi seperti AI, big data, dan blockchain mengubah cara kerja profesi hukum. Banyak tugas rutin menjadi otomatis, sehingga lawyer dituntut lebih adaptif, strategis, dan paham teknologi. Tantangan baru muncul seperti privasi data, bukti digital, cybersecurity, hingga regulasi AI. Karena itu, future lawyers perlu menguasai literasi teknologi hukum, cyber law, smart contracts, serta kemampuan analitis dan etika digital. Lawyer masa depan harus berpikir lintas disiplin dan berperan sebagai problem solver sekaligus innovator. Untuk mempersiapkan diri, mahasiswa, fresh graduate, dan para praktisi muda disarankan membangun keterampilan legal tech, mengambil sertifikasi terkait data privacy/AI ethics, memperluas portofolio digital, serta aktif dalam ekosistem legal technology. Setelah acara tersebut, dilanjutkan dengan closing ceremony dan penutupan secara simbolis yang diakhir acara menampilkan tari jawa oleh Xaviera Unisi.

Pada hari Senin, 24 November 2025, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan the 2nd Postgraduate International Conference on Law, Technology & Society (The 2nd Postgraduate ICLTS). Konferensi tahun ini mengusung tema utama “Hukum, Globalisasi, dan Hak Asasi Manusia.” Acara ini diselenggarakan sebagai kolaborasi antara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Kuningan, Universiti Sains Islam Malaysia, dan Universitas Dicle Turki. Konferensi berlangsung di Auditorium Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia dan juga disiarkan langsung melalui Zoom dan YouTube. Rahadian Suwartono, Ketua Panitia The 2nd Postgraduate ICLTS, menyebutkan tujuan utama acara ini adalah untuk memperkaya forum akademik dan forum diseminasi bagi seluruh peserta.

The 2nd Postgraduate ICLTS terdiri dari tiga sesi: Sesi Pleno; Sesi Presentasi; dan Gala Dinner/Sesi Penutup. The 2nd Postgraduate ICLTS bertujuan untuk menjadi platform bagi akademisi, peneliti, dan praktisi hukum untuk terlibat dalam dialog, berbagi wawasan, dan menghasilkan rekomendasi yang relevan untuk mengatasi tantangan hukum kontemporer. Konferensi Internasional ini merupakan agenda bersama seluruh Program Studi Pascasarjana di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, sehingga menjadi kesempatan untuk berbagi akademis di antara mahasiswa Magister dan Doktor. Namun, peneliti dan dosen profesional juga dipersilakan untuk berpartisipasi.

Sesi pertama adalah seminar internasional dengan pidato utama dan berbagi pengalaman dari empat pembicara terkemuka dari Indonesia, Malaysia, Belanda, dan Swiss. Sesi dibuka dengan pidato utama yang disampaikan oleh Thomas Trikasih Lembong, Mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (2015–2016), diikuti oleh presentasi dari Prof. Abu Bakar bin Munir (Profesor Hukum dan Pakar Hukum Siber dan Hukum Perlindungan Data, Universitas Malaya) tentang “Perlindungan Data Pribadi, Hukum Siber, dan Tantangan Kontemporernya”; Tamalin Bolus (Penasihat Hukum Regional di ICRC, Swiss) akan membahas “Hukum Humaniter Internasional dan Tantangan Kontemporer”; Christopher Michael Cason, JD. (Dosen Senior di Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia) akan membahas “Investasi Langsung Asing: Hukum dan Tantangan Kontemporer”; dan Prof. Aurelia Colombi Ciacchi (Profesor Hukum dan Tata Kelola di Universitas Groningen) akan membahas “Penilaian Dampak Hak Asasi Manusia dalam Revolusi Digital dan Globalisasi.”

Sesi kedua menampilkan presentasi penelitian oleh peserta terpilih. Sesi ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta, baik secara langsung maupun daring. Peserta dibagi menjadi sembilan kelompok, masing-masing berfokus pada tema tertentu: Teknologi, Bisnis, dan Pemerintah dalam Hukum dan Globalisasi; Konstitusionalisme, Hukum Lingkungan, dan Globalisasi; Hukum Pidana, Hukum Kenabian, dan Hak Asasi Manusia; Pemerintah, Hukum Internasional, dan Globalisasi; Hukum Pidana dan Hak Asasi Manusia; Hukum Islam dan Keluarga; Krisis Lingkungan dan Tantangan Kontemporer; Hukum, Teknologi, dan Hak Asasi Manusia dalam Globalisasi; dan Hukum Islam, Kenabian, dan Internasional tentang Globalisasi. Sesi presentasi diikuti oleh 65 makalah dan lebih dari 200 presenter dari seluruh dunia, dari Indonesia, Nigeria, Malaysia, Inggris Raya, Australia, dan Turki.

Rangkaian acara The 2nd Postgraduate ICLTS diakhiri dengan Upacara Perpisahan dan Makan Malam Gala sebagai sesi penutup. Agenda berjalan lancar, dan penyelenggara berharap acara ini dapat berfungsi sebagai platform untuk dialog di antara akademisi, praktisi, dan peneliti, sekaligus berkontribusi untuk mengatasi tantangan hukum kontemporer.

[KALIURANG]; Prestasi gemilang kembali diukir oleh mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) dalam ajang UNESA 5 Law Fair (U5LF) 2025 dengan mengangkat tema “The Welfare of the People is The Supreme Law” yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Surabaya pada Sabtu, 20 September 2025 silam. Adapun tim dari FH UII terdiri atas Raihan Restu Putra (24410188), Nisrina Hanif Fadhila (22410228), dan Muhammad Rifqi Firdaus (22410887) yang tergabung dalam delegasi tim debat dan meraih juara 3 cabang lomba debat.

Dalam wawancaranya, Rifqi menyampaikan bahwa lomba debat kali ini sedikit berbeda dari lomba debat biasanya karena babak penyisihan dilakukan dengan lomba essay. “Kita mengambil (sub tema) hukum dan hak asasi manusia yang dimana kita ngambil salah satu kasus dari aparat penegak hukum, yaitu seorang polisi yang menembak seorang siswa SMK di Semarang dimana ia menyalahgunakan senjata api. Sebagai solusi, kita mengadopsi weapon system programming,” jelas Rifqi.

Melalui babak penyisihan yang ketat tersebut, tim delegasi FH UII berhasil lolos menuju babak round robin. Tantangan yang mereka alami dalam menjalani babak ini adalah mosi debat baru dirilis saat akan bertanding dan mereka hanya diberi waktu 20 (dua puluh) menit untuk melakukan case building.

Ketika ditanya mengenai motivasi mengikuti lomba, Nisrina menjadikan lomba ini sebagai ajang untuk menciptakan pengalaman baru di dunia perkuliahan. Di samping itu, Raihan turut membagikan perasaannya, “Sebenernya ingin merasakan offline-nya itu. Gimana rasanya berdebat secara langsung dilihat oleh juri dan berhadapan langsung dengan lawan.” Rifqi pun turut menguatkan apa yang telah disampaikan oleh Nisrina dan Raihan.

Pada akhir wawancaranya, tim debat ini mengutarakan pesan, khususnya kepada mahasiswa FH UII yang lain, bahwa mengikuti lomba debat dapat meningkatkan potensi diri ke kemampuan yang sebelumnya tidak pernah diduga. Terlebih lagi, lomba debat dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang isu-isu publik yang mungkin tidak banyak didapatkan di ruang kelas.

“Menurutku debat seasik itu loh karena kita di ajang debat akan dites untuk mengeluarkan argumentasi. Jangan takut. Debat itu enggak semengerikan yang di layar. Mungkin orang cerita debat itu serem karena argumen kita akan dibidas oleh lawan, tapi di lapangan ketika kita dibidas maka otak kita akan lebih jalan dibanding sebagaimana umumnya,” pungkas Nisrina.